Tindakan

HPHK - ASF (African Swine Fever)

Dari Infokawan

AFRICAN SWINE FEVER

Apakah African Swine Fever itu?

African Swine Fever (ASF) adalah penyakit demam disertai dengan pendarahan yang sangat menular yang menyerang babi domestik dan liar, yang menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dan menghambat produksi babi di negara-negara yang terkena dampak ASF (kesakitan atau morbiditas dan kematian atau mortalitas pada ternak babi hingga dapat mencapai tingkat 100%). Tidak ada vaksin untuk mencegah virus ASF dan untuk membatasi penyakit ini pilihannya adalah dengan melakukan pengendalian penyakit ASF.

Apakah penyebab penyakit ini ?

Penyakit ASF disebabkan oleh African Swine Fever Virus (ASFV) yang termasuk virus DNA dengan strand ganda, virus ASF yang bereplikasi terutama di sitoplasma dan merupakan satu-satunya anggota keluarga Asfarviridae genus Asfivirus yang juga menginfeksi caplak genus Ornithodoros.
Gambar 1. Asfarviridae


Negara mana yang sudah tertular penyakit ASF ?

Virus ASF telah tersebar di 3 (tiga) benua (Afrika, Eropa dan Asia) sejak Juni 2018 berdasarkan data dari International Organisation for Animal Health. Penyebaran penyakit ASF dapat dilihat pada peta di bawah ini:
Gambar 2. Peta Penyebaran ASF sampai dengan Juli 2019


















Afrika: Kenya, Angola, Kameron, Nigeria, Senegal, Capeverde, Cote d'Ivoire, Benin,Togo, Ghana, Gambia, Mozambik, Madagaskar, Chad, Zimbabwe, Afrika Selatan, Burkina Faso, Zambia.
Amerika: Brazil, Kuba, Haiti, Republik Dominika
Eropa: Italia, Bulgaria, Hungaria, Latvia, Moldova, Polandia, Estonia, Rumania, Rusia, Serbia, Slovakia, Ukraina, Lithuania.
Asia: RRC, Hongkong, Mongolia, Korea Utara, Korea Selatan, Vietnam, Laos, Myanmar, Filipina, Kamboja, Timor Leste.
Gambar 3. Peta Situasi Kejadian African Swine Fever di Asia sampai dengan 26 September 2019


















Kejadian outbreak ASF di Negara Asia :

  1. China: 3 Agustus 2018, 158 outbreak di 32 propinsi
  2. Mongolia: 15 Januari 2019, 11 outbreak di 6 propinsi
  3. Vietnam: 19 Februari 2019, 63 propinsi
  4. Kamboja: 2 April 2019, 5 propinsi
  5. Korea Utara: 23 Mei 2019, 1 propinsi
  6. Laos: 20 Juni 2019, 94 outbreak, 15 propinsi
  7. Filipina: 25 Juni 2019, 11 outbreak, 4 propinsi
  8. Myanmar: 1 Agustus 2019, 3 outbreak, 1 propinsi
  9. Korea Selatan: 17 September 2019,7 outbreak, 2 propinsi
  10. Timor Leste: 27 September 2019

Hewan apa saja yang dapat tertular penyakit ini?

Gambar 4. Inang














A. Babi domestik/ peliharaan
B. Babi hutan
C. Babi semak
D. Warthog
E. Giant forest hog
F. Caplak Ornithodoros erraticus

Apakah ciri-ciri babi tertular African Swine Fever?

Ciri-ciri atau gejala klinis babi tertular African Swine Fever:
Bentuk Akut: demam tinggi, depresi, nafsu makan menurun, perdarahan pada kulit (kemerahan pada telinga, perut dan kaki), keguguran pada babi bunting, cyanosis (kebiruan), muntah, diare dan kematian dalam waktu 6 – 13 hari (atau sampai 20 hari). Angka kematian bisa mencapai 100%.
Bentuk Subakut dan Kronis disebabkan oleh virus yang memiliki tingkat keganasan sedang atau rendah, yang menghasilkan intensitas gejala klinis kurang kuat dalam periode waktu yang lama. Angka kematian lebih rendah, namun masih berkisar 30 – 70%. Gejala klinis bentuk kronis termasuk penurunan berat badan, demam intermiten (naik-turun), gejala pernafasan, luka pada kulit kronis dan radang sendi.
Berbagai jenis babi mungkin memiliki kerentanan yang berbeda terhadap infeksi virus ASF. Babi hutan Afrika dapat terinfeksi tanpa menunjukkan gejala klinis yang memungkinkan hewan tersebut dapat berperan sebagai hewan pembawa.
Gambar 5. Gejala Klinis ASF Akut



















A. Babi terlihat lemah dengan demam dan meringkuk untuk tetap hangat.
B-E. Diare berdarah dan daerah hiperemik (merah) yang berbeda pada kulit leher, dada dan ekstremitas.
F. Cyanosis (bluing) di ujung telinga.
G-I. Lesi nekrotik pada kulit perut, leher dan telinga.

Bagaimana penyakit ini dapat menular ke babi ?

Penyakit ASF dapat menular ke babi melalui:
  1. Kontak langsung dengan babi peliharaan lain atau babi hutan yang terinfeksi;
  2. Kontak tidak langsung melalui konsumsi bahan yang terkontaminasi (misal: limbah makanan, pakan, atau sampah);
  3. Bagian dari tubuh babi yang tertular ASF dan semua benda yang terkontaminasi atau terpapar ASF virus
  4. Vektor biologis (caplak dari genus Ornithodoros)
Gambar 6. Penularan African Swine Fever
























Apakah penyakit ini dapat menular ke manusia ?

ASF adalah penyakit virus yang hanya berdampak pada babi, bukan manusia. Jadi penyakit ini bukan merupakan suatu ancaman bagi kesehatan masyarakat atau masalah keamanan pangan. ASF tidak dapat ditularkan ke manusia melalui kontak dengan babi atau daging babi.

Apabila manusia mengkonsumsi daging babi yang menderita ASF, apakah dapat menggangu kesehatannya?

Tidak, karena ASF tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Namun bila daging babi atau sisanya termakan oleh ternak babi, maka dapat menyebabkan ternak babi tersebut terinfeksi ASF.

Apakah yang harus dilakukan jika ternak babi menunjukan gejala ASF?

Melaporkan ke Dinas yang membidangi Fungsi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner atau ke Pos Kesehatan Hewan terdekat untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Untuk ternak babi yang terindikasi agar dipisahkan dari ternak yang sehat dan segera melakukan desinfeksi pada kandang dan sekitarnya sebelum petugas datang.

Bagaimana cara melindungi ternak dari penularan penyakit ASF?

Untuk melindungi peternakan babi dari kemungkinan penularan penyakit ASF adalah dengan mengedepankan Biosecurity. Beberapa hal penting terkait biosecurity untuk mencegah masuknya penyakit ini ke suatu daerah antara lain :
  1. Pengunjung ke suatu peternakan harus melewati tempat desinfeksi (bisa berupa penyemprotan menggunakan desinfektan tertentu, mencuci tangan sebelum masuk ke dalam peternakan, diberikan sepatu boot yang sudah didesinfeksi khusus untuk masuk ke dalam peternakan serta diberikan pakaian khusus sebelum masuk kedalam sebuah peternakan).
  2. Karantina babi yang baru saja ditransfer atau masuk ke dalam suatu kandang atau peternakan selama minimal 14 hari.
  3. Memperhatikan hygiene dan sanitasi kandang.
  4. Desinfeksi rutin untuk kandang menggunakan desinfektan yang dapat membunuh virus ini. Desinfektan yang digunakan adalah golongan ether dan chloroform selama minimal 30 menit (8/1000 Sodium hydroxide, hypochlorite, 2.3% chlorine, 3/100 formalin, 3% ortho-phenylphenol, komponen iodine).
  5. Memasang pagar dengan jarak minimal 10 meter dari kandang untuk mencegah masuknya babi hutan yang merupakan vektor pembawa virus.
  6. Tidak memberikan makanan sisa limbah dapur ke babi karena makanan tersebut bisa saja merupakan mengandung bahan dasar daging babi yang tidak dimasak dengan baik sehingga virus tetap bertahan hidup dan mempermudah penyebaran penyakit ASF.
  7. Memperketat pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemasukan babi dan produk babi (segar dan olahan) yang berasal dari negara yang tidak sedang wabah.

Apakah boleh membawa daging babi dan olahannya dari negara tertular ASF?

Untuk kewaspadaan terhadap masuknya penyakit ASF maka pemasukan ternak babi, daging babi segar dan produk olahannya dari negara tertular DILARANG karena Indonesia masih dinyatakan BEBAS dari penyakit African Swine Fever.



Bagaimana Prosedur Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa ASF dari Negara/ Area Tertular?

PROSEDUR TINDAKAN KARANTINA DALAM RANGKA PENINGKATAN KEWASPADAAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA PENYAKIT AFRICAN SWINE FEVER DARI NEGARA ATAU AREA TERTULAR DIWILAYAH KERJA BBKP SURABAYA
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia, OIE telah merilis penyebaran wabah penyakit pada hewan babi atau African Swine Fever (ASF) di Timor Leste pada bulan September 2019. Hal ini menggenapkan kondisi terkini mengenai penyebaran wabah ASF di benua Asia. Dimulai pada bulan Agustus 2018 dari Cina, lanjut Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Februari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei 2019), Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019) dan menyusul Filipina dan Korea Selatan.
ASF juga terdapat di belahan benua lain, terutama yang memiliki banyak populasi babi. Dimulai dari benua Afrika di tahun 1921 yakni Kenya dan terus mewabah hingga menjadi endemik di sebagian sub-sahara Afrika termasuk pulau Madagaskar dan meluas ke benua Eropa.Hal ini menunjukkan penyebaran ASF yang cukup masif dan sangat dekat dengan wilayah Indonesia. Potensi penyebaran ASF ke Indonesia sangat cepat, karena itu perlu dilakukan langkah antisipatif untuk mencegah masuk dan menyebarnya ASF ke dalam wilayah negara Indonesia.
African swine fever (ASF) adalah penyakit pendarahan yang sangat menular pada babi domestik, babi hutan, babi hutan Eropa dan babi liar Amerika. Babi semua umur rentan terhadap penyakit ini. ASF merupakan disebabkan oleh virus DNA genus Asfivirus, familia Asfaviridae ini berakibat pada kesakitan atau morbiditas dan kematian atau mortalitas pada ternak babi hingga dapat mencapai tingkat 100%.
ASF adalah penyakit yang tercantum dalam Terrestrial Animal Health Code - Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dan harus dilaporkan ke Terrestrial Animal Health Code OIE. Dalam aturan perkarantinaan Indonesia, ASF termasuk dalam penyakit hewan eksotik atau penyakit hewan yang belum ada di Indonesia dan termasuk dalam hama penyakit hewan karantina golongan I berdasarkan Kepmentan No. 3238 tahun 2009.
Penyebaran virus ASF dapat melalui daging dan atau produk daging babi yang diproses dengan pemanasan yang tidak cukup. ASF juga dapat ditularkan melalui sisa-sisa katering dan sisa makanan bawaan penumpang dan awak alat angkut transportasi internasional baik moda kapal laut ataupun pesawat udara yang diolah dan dijadikan sebagai campuran pakan babi (swill feeding). Virus ASF juga dapat terbawa oleh peternak atau petugas kesehatan hewan yang terkontaminasi seperti sepatu, baju dan lain-lain.
Wabah penyakit ASF di dua benua ini dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di Indonesia. Kematian akibat ASF akibat virus dengan virulensi sedang adalah sekitar 30-70% ingga 100% dari populasi. Apabila 30% saja menyebabkan kematian maka kerugian dapat mencapai Rp 7,6 triliun. Nilai ekonomi ekspornya tercatat hingga Rp. 838 miliar dengan masing-masing babi hidup senilai Rp 837,8 miliar dan daging babi olahan Rp 122,6 juta, Status kesehatan hewan dan tumbuhan sangat menentukan untuk persyaratan ekspor komoditas pertanian, Adanya serangan ASF di Indonesia akan berdampak hilangnya pasar ekspor dan potensinya. Selain itu, produksi daging babi secara nasional pada tahun 2018 yaitu 327.215 ton. 50% produksi dipasarkan didalam negeri dengan nilai mencapai Rp 4,9 T. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena akan mengakibatkan hilangnya salah satu sumber protein bagi sebagian masyarakat khusus kita.
Selain dampak ekonomi, ASF juga akan berdampak pada biaya program pengendalian yang sangat mahal. Kontrol lalu lintas, Kontrol vektor, Biosecurity, Monitoring dan Surveilans dan Sosialisasi. Belum lagi terancam rusak dan punahnya plasma nutfah asli Indonesia, yaitu babi lokal Indonesia seperti jenis babi Jawa berkutil (Sus verrucosus), babi Kalimantan (Sus barbatus), babi Sulawesi (Sus celebensis) dan Babirusa (Babyroussa babyrusa).
Kasus Demam babi Afrika di wilayah negara Indonesia terdapat lebih dari 30.000 ekor babi mati sejak September 2019 di 16 kabupaten/kota di antaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Serdang Bedagai dan Medan. Berdasar Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 820/Kpts/PK.320/M/12/2019 tentang pernyataan wabah penyakit demam babi Afrika (African Swine Fever) pada 16 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara tanggal12 Desember 2019. Dan pada awal Pebruari 2020 ratusan ekor babi mati mendadak di Propinsi Bali, sudah ada sekitar 808 ekor babi mati disebabkanterserang virus African Swine Fever (ASF) di wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Klungkung. Dari data lalulintas pemasukan antar area pada Tahun 2019, pemasukan babi dari pelabuhan Gilimanuk, Bali ke pelabuhan Ketapang,Banyuwangi sejumlah 13.438 ekor dengan frekuensi 224 kali, meskipun tujuan akhir adalah Jawa Barat,namun perjalanan darat dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi menuju Jawa Barat akan berpotensi penyebaran penyakit sehingga di perlukan peningkatan kewaspadaan yang tinggi terkait penyakit pada babi khususnya ASF yang sedang wabah di Bali.
Terkait dengan instruksi yang dikeluarkan oleh Badan Karantina Pertanian perihal pencegahan masuk dan tersebarnya African Swine Fever (ASF) di dalam wilayah Republik Indonesia maka Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Tindakan Karantina Hewan dalam rangka peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas media pembawa ASF dari negara ataupun area yang tertular di wilayah kerja BBKP Surabaya.
2. Tujuan
Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Tindakan Karantina Hewan dalam rangka peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas media pembawa ASF dari negara ataupun area yang tertular mempunyai tujuan :
a) Sebagai pedoman pelaksanaan tindakan karantina terhadap Media Pembawa (MP) HPHK untuk penyakit African Swine Fever (ASF) dari negara ataupun area yang tertular
b) Keseragaman dalam pelaksanaan tindakan karantina oleh pejabat fungsional Medik dan Paramedik Veteriner
c) Mendorong terwujudnya pelayanan yang efisien, berkualitas, cepat,mudah,transparan dan terukur
d) Menerapkan sistem manajemen mutu pelayanan dengan lebih baik yang mengacu pada SNI ISO 9001: 2015
3. Dasar Hukum
Standard Operating Procedure (SOP) Tindakan Karantina Hewan dalam rangka peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas media pembawa ASF merujuk pada :
a) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina hEwan,Ikan dan Tumbuhan
b) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
c) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Kementrian Pertanian
d) SK Mentan Nomor 3238 Tahun 2010 tentang Penggolongan Jenis-Jenis HPHK
e) Permentan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Tindakan Karantina Hewan dan Tumbuhan terhadap pemasukan Media Pembawa HPHK dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
f) Kepala Badan Karantina telah menerbitkan Surat Edaran Tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Pemasukan Babi Hidup Dan Produk Olahannya Dari Negara-negara Tertular:
i. SE Ka Barantan No. 15138/KR.120/K/09/2018 Tentang Peningkatan Kewaspadaan Pemasukan Babi Dan Produk Babi Segar Dari Negara RRT.
ii. SE Ka Barantan No S-5133/KR.120/K/02/2019 Peningkatan Kewaspadaan Pemasukan Babi Dan Produk Babi (Segar Dan Olahan) Dari Negara Vietnam, RRT, Mongolia, Eropa Dan Afrika
iii. SE Ka Barantan NO S-11191/KR.120/K/06/2019 Peningkatan Kewaspadaan Pemasukan Babi Dan Produk Babi (Segar Dan Olahan) Dari Negara Kamboja, Laos, Korea, Hongkong, Vietnam, RRT, Eropa Dan Afrika
iv. SE KAPUS KHKEHANI No. 15971/KR.120/K.2/09/2019 tentang Laporan TKH Terhadap Media Pembawa ASF
v. SE KAPUS KHKEHANI No. 15983/KR.120/K.2/09/2019 tentang Pencetakan Dan Pemasangan Bahan Sosialisasi Kesiapsiagaan Terhadap ASF
g) Pedoman Kabarantan No. 2734 tahun 2018 tentang Pedoman Tindakan Perlakuan dan Pengawasan Pemusnahan Media Pembawa Lain yang diturunkan dari Pesawat udara.
h) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/Kpts/PK.320/M/12/2019 tentang Peryataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika African Swine Fever (ASF) pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
i) Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian tentang Pencegahan Masuk dan Tersebarnya African Swine Fever (ASF) di dalam wilayah Republik Indonesia Nomor 5.22561/KR.120/K/12/2019
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup SOP penanganan terhadap media pembawa hewan dan produk hewan yang berasal dari negara atau area tertular African Swine Fever (ASF) yang masuk melalui tempat pemasukan/pengeluaran wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya meliputi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
5. Sasaran
Sasaran utama penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Tindakan Karantina Hewan dalam rangka peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas media pembawa ASF yang masuk melalui tempat pemasukan/pengeluaran wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya adalah sebagai dasar Petugas Karantina Medik dan Paramedik Veteriner untuk melaksanakan tugas dan fungsinya ssuai Peraturan yang berlaku, sehingga penyelenggaraan pelayanan karantina pertanian dapat tercapat secara optimal.


PROSEDUR TINDAKAN KARANTINA
1. Input
Prosedur pelaksanaan penanganan media pembawa HPHK yang berasal dari negara atau area yang tertular African Swine Fever (ASF) melalui tempat pemasukan di wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya adalah sebagai berikut :
Tindakan pemerintah dalam pencegahan ASF
A. Impor MP penular ASF Dari Negara Tertular
a) Pemerintah telah menetapkan kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.
b) Pihak karantina juga telah melakukan pemusnahan terhadap produk babi dan olahannya yang berasal dari negara wabah serta melakukan pengambilan sampel produk babi dan olahannya sebelum dimusnahkan untuk dilakukan uji laboratorium deteksi material genetik ASF dalam rangka kewaspadaan dini dan mitigasi risiko.
c) Kerjasama dan sosialisasi dengan instansi terkait merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah masuknya ASF.
d) Selain itu, juga perlu dilakukan pengawasan penumpang dan barang bawaannya oleh Ditjen Bea dan Cukai dan AVSEC).
e) Hal yang juga sangat penting dilakukan adalah penanganan sampah karantina yaitu sisa katering, sisa makanan penumpang dan awak alat angkut (Otoritas Bandara/Pelabuhan, Angkasa Pura/Pelindo) yang mengacu pada Pedoman Kabarantan No. 2734 tahun 2018 tentang Pedoman Tindakan Perlakuan dan Pengawasan Pemusnahan Media Pembawa Lain yang diturunkan dari Pesawat udara.
f) Upaya yang dilakukan karantina lainnya adalah melakukan pengetatan pengawasan di tempat-tempat pemasukan yang belum ditetapkan bersama Polisi, TNI, dan Ditjen Perhubungan Laut serta peningkatan pengawasan di Pos Lintas Batas bersama BNPP, TNI, dan tim Satgas.
g) Penerapan biosekuriti merupakan strategi dalam mencegah penyebaran ASF di peternakan babi di Indonesia. Dan yang paling utama adalah peran serta masyarakat untuk berhati-hati saat melalulintaskan hewan ini, serta kesadaran masyarakat untuk selalu melaporkan kepada petugas karantina dalam hal ini petugas BBKP Surabaya.
SOP Impor Media Pembawa Babi dan Produknya
1) Kepala Balai melalui Penanggung Jawab Wilayah Kerja memberikan penugasan kepada Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner (PV) melalui KH2
2) Paramedik Veteriner berdasarkan penugasan melakukan pengumpulan data jadual kedatangan alat angkut dari negara Wabah dan negara tertular ASF
3) Disamping jadual kedatangan MP HPHK, PV melakukan identifikasi MP-HPHK dari negara asal cargomanifest dan barang bawaan penumpang
4) Medik Veteriner (MV) melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, apabila tidak lengkap dan tidak absah maka berkas diserahkan ke Kasie Wasdak, apabila dokumen lengkap dan absah maka dilakukan tindakan selanjutnya. Apabila Berasal dari negara yang sedang wabah maka dilakukan penolakan dan dilakukan reekspor. Untuk hewan hidup dilakukan pelarangan bongkar dari alat angkut (KH-4) dan dilakukan penolakan /reekspor. Untuk produk asal babi dilakukan penolakan dan di reekspor.
5) Paramedik Veteriner dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap Media pembawa dari negara wabah atau tertular menggunakan Alat Pelindung Diri (sarung tangan dan masker)
6) Media pembawa yang berasal dari negara tertular ASF yang berada di cargo/terminal dilakukan pemeriksaan fisik oleh MV dibantu oleh PV dan apabila perlu dilakukan tindakan karantina lebih lanjut maka diterbitkan KH7, Surat Perintah Masuk Karantina Hewan di tandatangani oleh Medik Veteriner penanggung jawab kegiatan.
7) Dalam pengangkutan MP ke Instalasi KH di kawasan Bandara/Pelabuhan dibawah pengawasan petugas karantina
8) Di Instalasi karantina MP HPHK (Hewan atau produk hewan) dilakukan pengasingan, pengamatan dan perlakuan berupa emeriksaan fisik dan pengambilan sampel untuk uji laboratorium. Selama dalam pelaksanaan tindakan karantina di iKH petugas karantina menggunakan APD
9) Sampel uji kemudian di kirim ke laboratorium untuk pengujian laboratorium dengan PCR.
10) Medik Veteriner melakukan diagnosa terhadap hewan berdasarkan hasil perlakuan dan hasil uji laboratorium. Hasil uji laboratorium dapat menjadi penentu tindakan selanjutnya
11) Pelaksanaan tindakan karantina di Instalasi Karantina Hewan dan pengujian laboratorium dilakukan analisa dan rekomendasi serta penilaian oleh Medik Veteriner Madya. Verifikasi ini untuk menjamin bahwa pelepasan MP sudah memenuhi persyaratan tindakan karantina.
12) Apabila hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan positif maka media pembawa tersebut harus di tolak (KH-9a dan 9b). Apabila pemilik tidak dapat melaksanakan reekspor MP sampai batas waktu yang ditentukan maka MP tersebut harus dimusnahkan (KH-10a dan 10b)
13) Apabila hasil uji laboratorium dinyatakan negatif, tidak ditemukan hama penyakit hewan yang di curigai, dan kondisi MP sehat /kemasan baik maka MP dibebaskan dengan menerbitkan KH-14.
14) Medik Veteriner yang mendapat penugasan akan menandatangani sertifikat pelepasan (KH-14)
15) Bendahara penerima akan mengeluarkan kuitansi jasa tindakan karantina (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2016
16) Pemilik akan menerima sertifikat pelepasan (KH-14) dan kuitansi PNBP
B. Pemasukan Domestik MP dari daerah yang tertular ASF (Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Bali)
a) Surat Keputusan Pertanian No. 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) Pada Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
b) Ada 16 Kabupaten/Kota dari 33 Kabupaten Kota tang ada di Sumatera Utara yang dinyatakan sebagai daerah wabah Penyakit Demam babi Afrika
c) Kompartemen atau unit usaha peternakan dan kesehatan hewan yang bebas dari penyakit ASF dapat dinyatakan sebagai daerah bebas sepanjang tidak ditemukan agen penakit ASF
d) Petugas Karantina Hewan Wajib melakukan pengawasan maksimum media pembawa penyakit Demam Babi Afrika di tempat Pemasukan dan tempat Pengeluaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
e) Melaksanakan mitigasi risiko masuk dan tersebarnya penyakit ASF melalui uji lab terhadap lalulintas hewan babi termasuk produknya
f) Perlakuan desinfeksi terhadap alat angkut, kemasan dan/atau berasal dari Pulau Sumatera.
g) Kejadian wabah ASF di Propinsi Bali belum ada pernyataan dari pemerintah melalui Surata Keputusan Menteri.
SOP Pemasukan Domestik Media Pembawa dari Daerah Wabah/Tertular ASF
1) Kepala Balai melalui Penanggung Jawab Wilayah Kerja memberikan penugasan kepada Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner (PV) melalui KH2
2) Paramedik Veteriner berdasarkan penugasan melakukan pengumpulan data jadual kedatangan alat angkut dari daerah Wabah (Sumatera Utara) dan daerah tertular ASF (Prov. Bali belum ada pernyataan)
3) Disamping jadual kedatangan MP HPHK, PV melakukan identifikasi MP-HPHK dari barang bawaan penumpang dari daerah wabah dan tertular ASF
4) Medik Veteriner (MV) melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, apabila tidak lengkap dan tidak absah maka berkas diserahkan ke Kasie Wasdak, apabila dokumen lengkap dan absah maka dilakukan tindakan selanjutnya.
5) Dalam melaksanakan pemeriksaan media pembawa penyakit ASF dari daerah tertular /wabah petugas karantina (MV, PMV) menggunakan Alat Pelindung Diri /APD (masker dan sarung tangan)
6) Media pembawa yang berasal dari daerah tertular ASF yang berada di cargo/terminal dilakukan pemeriksaan fisik oleh MV dibantu oleh PV dan apabila perlu dilakukan tindakan karantina lebih lanjut maka diterbitkan KH7, Surat Perintah Masuk Karantina Hewan di tandatangani oleh Medik Veteriner penanggung jawab kegiatan.
7) Di Instalasi Karantina Hewan, Medik Veteriner melaksanakan mitigasi risiko terhadap penyebaran penyakit ASF dengan mengirinkan sampel dari hewan babi atau produk asal babi untuk dilakukan pengujian laboratorium dan melakukan desinfeksi terhadap alat angkut, kemasan yang berasal daerah wabah atau dari Pulau Sumatera. Dalam pelaksanaannya petugas menggunakan Alat Pelindung Diri (masler dan sarung tangan)
8) Sampel uji dilaboratorium KH dilakukan pengujian dengan PCR
9) Medik Veteriner melakukan diagnosa terhadap hewan berdasarkan hasil perlakuan dan hasil uji laboratorium. Hasil uji laboratorium dapat menjadi penentu tindakan selanjutnya
10) Pelaksanaan tindakan karantina di Instalasi Karantina Hewan dan pengujian laboratorium dilakukan analisa dan rekomendasi serta penilaian oleh Medik Veteriner Madya. Verifikasi ini untuk menjamin bahwa pelepasan MP sudah memenuhi persyaratan tindakan karantina.
11) Apabila hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan positif maka media pembawa tersebut harus di musnahkan (KH-10a dan 10b)
12) Apabila hasil uji laboratorium dinyatakan negatif, tidak ditemukan hama penyakit hewan yang di curigai, dan kondisi MP sehat /kemasan baik maka MP dibebaskan dengan menerbitkan KH-14.
13) Medik Veteriner yang mendapat penugasan akan menandatangani sertifikat pelepasan (KH-14)
14) Bendahara penerima akan mengeluarkan kuitansi jasa tindakan karantina (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2016.
2. Output
Output dari tindakan karantina terhadap importasi media pembawa HPHK yang berasal dari negara yang tertular ASF atau yang berasal dari Pulau Sumatera yang saat ini sedang terjadi wabah Penyakit Demam Babi Afrika (ASF) (sebagian wilayah Sumatera Utara) yang masuk melalui tempat pemasukan di wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya yang dinyatakan sehat atau tidak ditemukan penyakit ASF maka dilakukan pembebasan dengan menerbitkan sertifikat pelepasan ( KH 14) yang diterbitkan dan di tanda tangani oleh Medik Veteriner yang ditugaskan oleh Kepala UPT.
3. Outcome
Penanganan media pembawa HPHK yang berasal dari negara atau daerah asal yang tertular African Swine Fever (ASF) atau Penyakit Demam Babi Afrika yang masuk melalui tempat pemasukan di wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya sesuai prosedur karantina akan memberikan kenyamanan bagi pengguna jasa karantina dan memberikan rasa aman kepada masyarakat bahwa media pembawa yang dilalulintaskan bebas dari infeksi Penyakit Demam Babi Afrika yang berpotensi mmenyebar di wilayah Jawa Timur