Tindakan

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian

Dari Infokawan

Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 184b Tahun 2004

BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Produksi dan produktifitas hewan ruminansia besar seperti sapi di Indonesia tergolong masih rendah bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan masyarakat akan daging dan produk asal sapi lainnya seperti susu dan kulit yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan tersebut seiring dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan, pendapatan, dan pemahaman masyarakat akan pentingnya konsumsi daging dan susu, serta perkembangan industri kulit ditanah air. Jumlah kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia yang terus meningkat hingga saat ini belum dapat dipenuhi bila hanya mengandalkan pasokan dari dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut kebijakan impor seperti daging hingga kini masih terus dilakukan disamping adanya upaya-upaya peningkatan produktifitas dalam negeri. Tujuannya adalah tercapainya kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia. Badan Karantina Pertanian dibawah Departemen Pertanian memiliki peran dan fungsi strategis dalam rangka pencegahan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan karantina melalui media pembawa hama dan penyakit hewan ke dalam wilayah Republik Indonesia. Upaya tersebut adalah untuk melindungi sumber daya alam hayati Indonesia dari ancaman masuknya penyakit hewan karantina terutama penyakit eksotik, melalui tindakan karantina dipelabuhan pemasukan yang merupakan pelaksanaan dari peraturan perundangan karantina yang berlaku. Untuk dapat melakukan tindakan operasional karantina terhadap hewan ruminansia besar dilapangan secara baik dan profesional oleh petugas teknis karantina, maka perlu disusun buku petunjuk teknis operasional tindakan karantina terhadap Hewan Ruminansia Besar sebagai penjabaran dari amanat UU No 16 Tahun 1992 dan PP No 82 Tahun 2000. Petunjuk teknis operasional ini mencakup tindakan karantina terhadap semua komoditas ruminansia besar baik impor maupun antar area. Buku petunjuk teknis operasional tindakan karantina untuk ruminansia besar ini diharap dapat dijadikan pedoman baik oleh petugas karantina dilapangan maupun pengguna jasa/instansi terkait lainnya.

B. TUJUAN

Tujuan Pembuatan petunjuk teknis ini adalah sebagai Standar Operasional Prosedur Tindakan Karantina terhadap Hewan Ruminansia Besar baik ekspor, impor, maupun pengiriman dan pemasukan antar area, khususnya bagi petugas karantina hewan di lapangan maupun bagi instansi lain terkait dan stakeholders yang memerlukannya.

C. RUANG LINGKUP DAN DEFINISI
  1. RUANG LINGKUP
    1. Petunjuk Teknis (Juknis) ini menjelaskan persyaratan dan prosedur atau tata cara karantina hewan untuk hewan ruminansia besar, dalam hal impor maupun pengiriman antar area di wilayah Republik Indonesia, baik yang dilakukan untuk keperluan penelitian, komersial (perdagangan) atau keperluan lainnya.
  2. DEFINISI
    1. Dalam Juknis ini yang dimaksud dengan :
      1. Alat Angkut adalah alat angkutan dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang langsung berhubungan dengan hewan ruminansia besar.
      2. Area adalah daerah dalam suatu pulau-pulau, atau kelompok pulau di dalam Negara RI yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama penyakit hewan karantina.
      3. Hewan Ruminansia Besar adalah hewan baik berupa sapi, kerbau, dan sejenisnya yang dibudidayakan untuk diambil daging, susu, kulit, dan sebagainya, untuk dibibitkan maupun dipotong.
      4. Instalasi Karantina Hewan adalah suatu bangunan berikut perlatan dan lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina.
      5. Media Pembawa adalah ruminansia besar yang dapat membawa hama dan penyakit hewan karantina.
      6. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan hewan ruminansia besar dari luar ke dalam wilayah Negara RI atau ke suatu area dari area lain di dalam wilayah Negara RI.
      7. Penganggung jawab tempat pemasukan, transit atau pengeluaran adalah pimpinan instansi yang bertanggung jawab untuk mengelola tempat pemasukan, transit atau pengeluaran.
      8. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan hewan ruminansia besar dari wilayah Negara RI atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah RI
      9. Petugas Karantina Hewan/Petugas karantina adalah Dokter Hewan Karantina dan atau paramedic yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian untum melakukan tindakan karantina
      10. Transit adalah singgah sementara alat angkut di suatu pelabuhan dalam perjalanan yang membawa hewan ruminansia besar, sebelum sampai di pelabuhan yang dituju.
BAB II. PROSEDUR TEKNIS
PEMASUKAN
  • IMPOR
  1. Permohonan Pemeriksaan Karantina. Pemilik/kuasanya mengajukan permohonan pemeriksaan karantina dan melaporkan rencana pemasukan hewan ruminansia besar kepada petugas karantina, paling lambat 2 (dua) hari sebelum kedatangan hewan ruminansia besar dengan mengisi formulir Permohonan Pemeriksaan Karantina model KH-1 yang memberikan informasi tentang :
    1. Jadwal kedatangan hewan
    2. Jenis alat angkut
    3. Jumlah dan jenis hewan
    4. Negara asal
    5. Kesiapan sarana bongkar muat dan transportasi dari pelabuhan ke instalasi karantina hewan
    6. Kesiapan instalasi karantina dan fasilitas yang dipergunakan
  2. Setelah menerima permohonan pemeriksaan karantina hewan, Kepala UPT menerbitkan surat penugasan pelaksanaan tindakan karantina kepada petugas fungsional, yang kemudian mengadakan persiapan pelaksanaan tindakan karantina sebagai berikut :
    1. Melaksanakan pemeriksaan kesiapan dan kelayakan sarana bongkar muat, transportasi dan instalasi karantina hewan
    2. Melaksanakan desinfeksi terhadap sarana (kandang, alat angkut, alat bongkar muat) yang dipergunakan
    3. Mempersiapkan bahan, alat, obat, vaksin untuk pelaksanaan tindakan karantina dan pemeriksaan laboratorium
  3. Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik dilakukan di atas alat angkut sebelum kapal sandar/bongkar
    1. Pemeriksaan dokumen persyaratan
      1. Meminta keterangan kapten kapal mengenai muatan dan kejadian selama perjalanan dengan mengisi surat keterangan muatan dan mutasi selama perjalanan
      2. Surat keterangan transit apabila kapal melakukan transit
      3. Memeriksa dan meneliti tentang
        1. Kelengkapan dokumen
        2. Kebenaran isi dokumen
        3. Keabsahan dokumen
      4. Apabila dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap, dan pemilik menjamin dalam waktu 3 (tiga) hari dapat melengkapi, maka diadakan penahanan. Bila dalam jangka waktu tersebut dokumen tidak dapat dilengkapi, maka hewan akan ditolak pemasukannya dan jika hewan yang ditolak tersebut tidak segera dibwa keluar dari wilayah RI oleh pemiliknya dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam maka dilakukan pemusnahan.
    2. Pemeriksaan klinis (fisik)
      1. Pemeriksaan kesehatan hewan ruminansia besar diatas alat angkut sebelum dibongkar meliputi :
        1. Nafsu makan
        2. Konsistensi feses
        3. Selaput lender
        4. Parasit kulit
        5. Posisi berdiri / tidur
        6. Pincang
        7. Luka
        8. Pulsus
        9. Gerak rumen
      2. Keputusan hasil pemeriksaan klinis :
        1. Sehat / Tidak ditemukan gejala penyakit karantina golongan I / golongan II, maka akan diberikan persetujuan Bongkar dan Perintah Masuk Instalasi Karantina Hewan (KH-5 dan KH-7)
        2. Tidak sehat / ditemukan penyakit karantina hewan golongan I, maka heawan akan diberikan penolakan (KH-8) dan alat angkut harus segera meninggalkan perairan Indonesia.
        3. Tidak sehat / ditemukan penyakit karantina hewan golongan II maka atas pertimbangan dokter hewan karantina diberikan Perintah Masuk Karantina (KH-7) terhadap semua hewan, dan yang rentan atau terbatas pada hewan yang tertular diberikan perlakuan pada instalasi Karantina Hewan.
    3. Pembongkaran :
      1. Setelah selesai pemeriksaan dokumen persyaratan dianggap cukup dan pemeriksaan klinis hewan ruminansia besar sehat maka hewan tersebut disetujui untuk dibongkar dengan menerbitkan Persetujuan Bongkar (KH-5).
      2. Kepada pemilik diperintahkan untuk memasukkan hewan ke Instalasi Karantina Hewan setelah dibebaskan dari ektoparasit dan alat angkut sudah disucihamakan, dengan menerbitkan Perintah Masuk Karantina (KH-7) untuk dilakukan tindakan karantina.
      3. Hewan diangkt langsung dan tidak boleh diturunkan selama perjalanan ke Instalasi Karantina Hewan
      4. Pengangkutan dan pembongkaran dilakukan dibawah pengawalan petugas karantina hewan
    4. Instalasi Karantina Hewan
      1. Pada 2 (dua) hari pertama untuk rekondisi dan adaptasi, hewan diistirahatkan hanya dilakukan tindakan pengamatan.
      2. Pada hari ke-3 (tiga) dan seterusnya, dilakukan tindakan karantina sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku.
      3. Dilakukan pencatatan terhadap semua kegiatan dan kejadian yang berkaitan dengan pemeliharaan dan kesehatan hewan selama masa karantina yaitu 14 (empat belas) hari.
    5. Pembebasan Karantina
      1. Bila selama dilakukan tindakan karantina ternyata hewan ruminansia besar sehat, tidak mengandung HPHK maka hewan dibebaskan dengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan (KH-16). Sertifikat Pelepasan diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina yang menjalankan tindakan karantina hewan. Disampaikan kepada pemilik dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Propinsi yang bersangkutan untuk dilakukan monitoring.
      2. Sisa obat-obatan hewan yang menyertai pemasukan hewan, yang tidak habis digunakan selama perjalanan, tidak dibolehkan untuk dikeluarkan / dibebaskan dari karantina, kecuali mendapat izin dari Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Bina Produksi Peternakan sesuai peraturan yang berlaku di bidang obat hewan.
  • ANTAR AREA
  1. Permohonan Pemeriksaan Karantina. Pemilik/kuasanya mengajukan permohonan pemeriksaan karantina dan melaporkan rencana pemasukan hewan ruminansia besar kepada petugas karantina, paling lambat 2 (dua) hari sebelum kedatangan hewan ruminansia besar dengan mengisi formulir Permohonan Pemeriksaan Karantina model KH-1 yang memberikan informasi tentang :
    1. Jadwal kedatangan hewan
    2. Jenis alat angkut
    3. Jumlah dan jenis hewan
    4. Daerah asal
    5. Kesiapan sarana bongkar muat dan transportasi dari pelabuhan instalasi karantina hewan
    6. Kesiapan instalasi karantina dan fasilitas yang dipergunakan
  2. Setelah menerima permohonan pemeriksaan karantina hewan, Kepala UPT menerbitkan surat penugasan pelaksanaan tindakan karantina kepada petugas fungsional, yang kemudian mengadakan persiapan pelaksanaan tindakan karantina sebagai berikut :
    1. Pemeriksaan dokumen persyaratan
      1. Meminta keterangan kapten kapal mengenai muatan dan kejadian selama perjalanan dengan mengisi surat keterangan muatan dan mutasi selama perjalanan
      2. Surat keterangan transit apabila kapal melakukan transit
      3. Memeriksa dan meneliti tentang :
        1. Kelengkapan dokumen
        2. Kebenaran isi dokumen
        3. Keabsahan dokumen
      4. Apabila dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap, dan pemilik menjamin dalam waktu 3 (tiga) hari dapat melengkapi, maka diadakan penahanan. BIla dalam jangka waktu tersebut dokumen tidak dapat dilengkapi, maka hewan akan ditolak pemasukannya dan jika hewan yang ditolak tersebut tidak segera dibwa keluar dari wilayah RI oleh pemiliknya dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam maka dilakukan pemusnahan.
    2. Pemeriksaan klinis (fisik)
      1. Pemeriksaan kesehatan hewan ruminansia besar diatas alat angkut sebelum dibongkar meliputi :
        1. Nafsu makan
        2. Konsistensi feses
        3. Selaput lender
        4. Parasit kulit
        5. Posisi berdiri / tidur
        6. Pincang
        7. Luka
        8. Pulsus
        9. Gerak rumen
      2. Keputusan hasil pemeriksaan klinis :
        1. Sehat / Tidak ditemukan gejala penyakit karantina golongan I / golongan II, maka akan diberikan persetujuan Bongkar dan Perintah Masuk Instalasi Karantina Hewan (KH-5 dan KH-7)
        2. Tidak sehat / ditemukan penyakit karantina hewan golongan I, maka hewan akan diberikan penolakan (KH-8) dan alat angkut harus segera meninggalkan perairan Indonesia.
        3. Tidak sehat / ditemukan penyakit karantina hewan golongan II maka atas pertimbangan dokter hewan karantina diberikan Perintah Masuk Karantina (KH-7) terhadap semua hewan, dan yang rentan atau terbatas pada hewan yang tertular diberikan perlakuan pada instalasi Karantina Hewan.
    3. Pembongkaran :
      1. Setelah selesai pemeriksaan dokumen persyaratan dianggap cukup dan pemeriksaan klinis hewan ruminansia besar sehat maka hewan tersebut disetujui untuk dibongkar dengan menerbitkan Persetujuan Bongkar (KH-5).
      2. Kepada pemilik diperintahkan untuk memasukkan hewan ke Instalasi Karantina Hewan setelah dibebaskan dari ektoparasit dan alat angkut sudah disucihamakan, dengan menerbitkan Perintah Masuk Karantina (KH-7) untuk dilakukan tindakan karantina.
      3. Hewan diangkt langsung dan tidak boleh diturunkan selama perjalanan ke Instalasi Karantina Hewan
      4. Pengangkutan dan pembongkaran dilakukan dibawah pengawalan petugas karantina hewan
    4. Instalasi Karantina Hewan
      1. Pada 2 (dua) hari pertama untuk rekondisi dan adaptasi, hewan diistirahatkan hanya dilakukan tindakan pengamatan.
      2. Pada hari ke-3 (tiga) dan seterusnya, dilakukan tindakan karantina sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku.
      3. Dilakukan pencatatan terhadap semua kegiatan dan kejadian yang berkaitan dengan pemeliharaan dan kesehatan hewan selama masa karantina yaitu 14 (empat belas) hari.
    5. Pembebasan Karantina
      1. Bila selama dilakukan tindakan karantina ternyata hewan ruminansia besar sehat, tidak mengandung HPHK maka hewan dibebaskan dengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan (KH-16). Sertifikat Pelepasan diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina yang menjalankan tindakan karantina hewan. Disampaikan kepada pemilik dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Propinsi yang bersangkutan untuk dilakukan monitoring.
PENGELUARAN
  • EKSPOR
  1. Prosedur teknis ekspor sapi dan atau hewan ruminansia besar lainnya disesuaikan dengan persyaratan yang diminta oleh Negara pengimpor, namun secara umum tidak berbeda dengan prosedur pemasukan/impor.
  • ANTAR AREA
  1. Permohonan Pemeriksaan Karantina. Pemilik/kuasanya mengajukan permohonan pemeriksaan karantina dan melaporkan rencana pemasukan hewan ruminansia besar kepada petugas karantina, paling lambat 2 (dua) hari sebelum kedatangan hewan ruminansia besar dengan mengisi formulir Permohonan Pemeriksaan Karantina model KH-1 yang memberikan informasi tentang :
    1. Jadwal kedatangan hewan
    2. Jenis alat angkut
    3. Jumlah dan jenis hewan
    4. Daerah asal
    5. Kesiapan sarana bongkar muat dan transportasi dari pelabuhan instalasi karantina hewan
    6. Kesiapan instalasi karantina dan fasilitas yang dipergunakan
  2. Setelah menerima permohonan pemeriksaan karantina hewan, Kepala UPT Meneribtkan surat penugasan pelaksanaan tindakan karantina kepada petugas fungsional, yang kemudian mengadakan persiapan pelaksanaan tindakan karantina sebagai berikut :
    1. Melaksanakan pemeriksaan kesiapan dan kelayakan alat angkut, sarana muat, transportasi, dan karantina hewan
    2. Melaksanakan desinfeksi terhadap sarana (kandang, alat angkut, alat bongkar muat) yang dipergunakan.
    3. Mempersiapkan bahan, alat, obat, vaksin untuk pelaksanaan karantina dan pemeriksaan laboratorium yang mungkin diperlukan
  3. Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik dilakukan di Instalasi Karantina Hewan
    1. Memeriksa dokumen persyaratan / kelengkapan dokumen yaitu :
      1. Memeriksa Surat Keterangan Asal/Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter Hewan yang berwenang di daerah asal
      2. Surat Keterangan Pengeluaran dari Dinas Peternakan daerah, dan Hasil Pemeriksaan Laboratorium apabila ada
      3. Apabila belum sama sekali diberikan perlakuan dari daerah asal, dan daerah asalnya tidak sedang berjangkit penyakit hewan karantina, maka semua persyaratan kesehatan harus dilakukan di Instalasi Karantina Hewan dengan diberikan Perintah Masuk Karantina (KH-7) dan dilakukan pengamatan di dalam Instalasi Karantina Hewan tersebut.
    2. Instalasi Karantina Hewan
      1. Apabila Instalasi Karantina Hewan tidak ada atau sedang dipakai atau tidak dapat dipakai, maka pemilik diwajibkan menyediakan Instalasi Karantina Hewan Sementara yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian untuk melakukan tindakan pengamatan.
      2. Masa pengamatan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum dikirim ke daerah tujuan.
    3. Pemeriksaan Klinis (fisik)
      1. Selama masa pengamatan, selain diberi perlakuan sesuai persyaratan yang berlaku juga dilakukan pemeriksaan fisik terhadap kesehatan hewan tersebut.
      2. Pemeriksaan kesehatan hewan ruminansia besar di Instalasi Karantina Hewan meliputi :
        1. Nafsu makan
        2. Konsistensi feses
        3. Selaput lender
        4. Turgor kulit dan ada/tidaknya parasit kulit
        5. Posisi berdiri/tidur
        6. Pulsus
        7. Gerak rumen
      3. Keputusan hasil pemeriksaan klinis :
        1. Sehat / tidak ditemukan gejala penyakit karantina golongan I / golongan II, maka akan diberikan Persetujuan Muat dan sertifikat Kesehatan (KH-6 dan KH-9)
        2. Tidak sehat / ditemukan penyakit karantina hewan golongan I, maka hewan akan di berikan penolakan (KH-8) dan dilakukan pemusnahan dengan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c)
        3. Setelah sembuh dan semua hewan dinyatakan sehat serta layak untuk dikirm, maka diberikan Persetujuan Muat (KH-6) dan hewan dapat dibebaskan.
    4. Pembebasan Karantina
      1. Bila selama dilakukan tindakan karantina ternyata hewan ruminansia besar sehat, tidak mengandung HPHK maka hewan dibebaskan dengan pemberian Sertifikat Kesehatan diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina yang menjalankan karantina hewan, disampaikan kepada pemilik dengan tembusan kepada Kepala UPT Karantina Hewan yang bersangkutan dan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Propinsi daerah asal setempat.
    5. Pemuatan :
      1. Setelah selesai pemberian Sertifikat Kesehatan (KH-9), hewan ruminansia besar tersebut disetujui untuk dimuat dengan menerbitkan Persetujuan Muat (KH-6)
      2. hewan diangkut langsung dan tidak boleh diturunkan selama perjalanan dari instalasi karantina hewan ke pelabuhan pengeluaran
      3. pengangkutan dan pemusatan dilakukan dibawah pengawalan dan pengawasan petugas karantina hewan
BAB III. TINDAKAN KARANTINA
A. TINDAKAN PEMERIKSAAN
  1. Objek dan cara pemeriksaan:
    1. dokumen,dengan cara:
      1. wawancara
      2. meneliti kebenaran isi
      3. meneliti keaslian dengan mencocokan spesimen/ contoh
      4. meneliti keabsahan siapa yang berwenang mengeluarkan dan menandatangani
      5. meneliti kelengkapan jumlah dan jenis yang dipersyaratkan
    2. hewan, dengan cara:
      1. pemeriksaan klinis,jumlah hewan yang sakit,jumlah hewan yang mati,nafsu makan/minum, gejala sakit yang spesifik, konsistensi fases, dll
      2. pengambilan sempel darah 100% dari jumlah hewan,kecuali hewan yang langsung dipotong dan atau sapi bakalan jantan kastrasi cukup diambil 10%
      3. pemeriksaan laboratorium
      4. pemeriksaan patologik
      5. uji biologis
      6. uji diagnostika lain, dengan teknik dan metode yang sesuai/telah ditetapkan
  2. waktu:
    1. pemeriksaan dilakukan pada siang hari, kecuali atas pertimbangan dokter hewan karantina
    2. pemeriksaan dilakukan sejak hewan diserahkan sampai dengan tindakan karantina dinyatakan selesai / berakhir
  3. Tempat. Tempat tindakan pemeriksaan adalah:
    1. Diatas alat angkut
    2. Di instalasi karantina untuk pengambilan sempel darah dan pemeriksaan lanjutan serta tindakan karantina lainnya.
    3. dipelabuhan pemasukan / pengeluaran
    4. Ditempat lain yang di tunjuk
  4. Petugas:
    1. medik veteriner
    2. paramedik veteriner
    3. petugas lain yang di tunjuk
  5. sarana / fasilitas yang di pergunakan:
    1. peralatan diagnose fisik
    2. peralatan spesimen
    3. peralatan dan bahan laboratorium
    4. peralatan pemgamanan petugas / pekerja
    5. peralatan dan pengamanan hewan
    6. peralatan dan bahan pengujian
    7. peralatan administrasi: pencatatan,surat menyurat dan laporan
  6. Keputusan. Pemeriksaan ditindaklanjuti dengan pengambilan keputusan apakah pada hewan tersebut akan dilakukan pemeriksaan lanjutan, pengasingan, penahanan, penolakan, pemusnahan atau pembebasan
B. TINDAKAN PENGASINGAN
  1. Dokumen. Dokumen yang diterbitkan adalah perintah masuk karantina (KH-7)
  2. Waktu. Tindakan pengasingan dilakukan apabila diperlukan tindakan karantina lebih lanjut secara intense, dan atau persyaratkan sesuai dengan ketentuan/persyaratan yang berlaku antara lain; pengambilan sempel darah,pengujian laboratorium dll.
  3. Tempat. Pengasingan dilakukan di Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan / ditunjuk.
  4. Jenis Kegiatan. Pada masa pengasingan dilakukan kegiatan pemeriksaan lanjutan, pengambilan sampel darah dilanjutkan pengujian laboratorium, pengamatan dan perlakuan lainnya.
  5. Keputusan. Pengasingan ditindaklanjuti dengan pengambilan keputusan sebagai berikut :
    1. Apabila hewan sehat, diberikan pembebasan, yaitu dengan sertifikat pelepaasan untuk pemasukan dan atau Sertifikat Kesehatan untuk pengeluaran
    2. Apabila ditemukan penyakit golongan I, hewan tersebut dimusnahkan
    3. Apabila ditemukan penyakit golongan II, dilakukan perlakuan untuk pembebasan penyakit
C. TINDAKAN PENGAMATAN
  1. Cara Pengamatan. Dengan mengamati timbulnya gejala penyakit hewan karantina selama masa karantina dengan sistem semua masuk-semua keluar (all in-all out)
  2. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap individu maupun kelompok hewan antara lain :
    1. Tingkah laku hewan
    2. Nafsu makan/minum
    3. Turgor kulit
    4. Konsistensi feses
    5. Cara berjalan
    6. Conjunctiva mata
    7. Leleran hidung/mata
    8. Timbulnya kelainan
    9. Pengambilan sampel darah 100 % dari jumlah hewan, kecuali hewan yang langsung dipotong dan atau Sapi Bakalan Jantan Kastrasi cukup diambil 10 % dari jumlah hewan
    10. Serta pengambilan specimen feses, swab exudat, dll jika perlu.
  3. Pengamatan lingkungan yang mempengaruhi kondisi hewan ruminansia besar :
    1. Suhu dan udara
    2. Curah hujan
    3. Kondisi kandang
    4. Jumlah dan kualitas pakan
    5. Sistem pemberian pakan
    6. Kepadatan
D. TINDAKAN PERLAKUAN
  1. Waktu. Perlakuan dilakukan setelah tindakan pemeriksaan dan diperlukan adanya perlakuan menurut pertimbangan Dokter Hewan Karantina sepanjang tidak mengganggu proses tindakan pemeriksaan dan pengamatan
  2. Jenis Kegiatan. Selama masa pengamatan, perlakuan yang diberikan antara lain :
    1. Dipping / desinfeksi
    2. Isolasi / Pemisahan
    3. Vaksinasi
    4. Pengobatan
    5. Pemberian vitamin / penguat / roboransia / feed suplemen
E. TINDAKAN PENAHANAN
  1. Tindakan penahanan dilakukan apabila tidak memenuhi persyaratan karantina, yaitu :
    1. Tidak dilengkapi sertifikat kesehatan yang dipersyaratkan dengan batas waktu 3 (tiga) hari
    2. Tidak dilengkapi persyaratan teknis (persetujuan pemasukan, IKHS, Surat Keterangan Mutasi, Surat Keterangan Transit dan kewajiban lain) yang dipersyaratkan dengan bats waktu 7 (tujuh) hari
  2. Untuk tindakan penahanan, dibuatkan Berita Acara Penahanan (KH-8)
  3. Dari pelabuhan pemasukan sampai lokasi penahanan dilakukan pengawalan petugas karantina
  4. Tempat penahanan dapat dilakukan di Instalasi Karantina Hewan atau tempat lain yang ditetapkan dibawah pengawasan Dokter Hewan Karantina
  5. Selama penahanan dapat dilakukan tindakan karantina lain
  6. Tindakan lanjut dari penahan dapat berupa penolakan, pemusnahan dan atau pembebasan.
F. TINDAKAN PENOLAKAN
  1. Dilakukan penolakan apabila :
    1. Setelah dilakukan pemeriksaan diatas alat angkut ditemukan adanya penyakit hewan karantina golongan I
    2. Hewan tersebut berasal dari Negara yang dilarang
    3. Persyaratan karantina tidak seluruhnya dipenuhi
    4. Setelah diberikan penahanan tidak bisa melengkapi keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi
    5. Setelah diberikan perlakuan diatas alat angkut tidak dapat disembuhkan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina
  2. Penolakan dilakukan setelah terlebih dahulu menerbitkan Berita Acara Penolakan (KH-8)
  3. Penolakan harus jelas batas waktunya, apabila tidak ditetapkan, maka penolakan dilakukan pada kesempatan pertama
  4. Apabila setelah dilakukan penolakan tidak segera meninggalkan tempat pemasukan/pengeluaran, maka segera dilakukan pemusnahan.
G. TINDAKAN PEMUSNAHAN
  1. Pemusnahan dilaksanakan bila :
    1. Sapi dan atau Ruminansia Besar lainnya berasal dari Negara/area yang terlarang atau transit di Negara/area yang terlarang atau ditemukan penyakit hewan Karantina golongan I
    2. Sapi dan atau Ruminansia Besar lainnya terserbut setelah dibongkar dan selama pengamatan ditemukan penyakit hewan Karantina golongan I
    3. Selama pengamatan ditemukan penyakit Karantina golongan I
    4. Batas waktu penahanan dikarenakan dokumen yang menyertainya tidak lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku telahn habis dan dokumen yang diperlukan tidak dapat dilengkapi
  2. Adapun tahapan yang harus dilakukan dalam tindakan pemusnahan adalah :
    1. Menghadirkan saksi dari instansi terkait dipelabuhan / bandara pemasukan / pengeluaran
    2. Mengundang pemilik atau kuasa pemilik media pembawa yang akan dimusnahkan
    3. Mempersiapkan Berita Acara Pemusnahan (KH-8c)
    4. Mempersiapkan lokasi pemusnahan dan metode pemusnahan yang diterapkan. Pemusnahan sebaiknya dilakukan di lokasi Instalasi Karantina Hewan, jika tidak / harus dilakukan diluar instalasi Karantina hewan tempat pemasukan dan atau tempat pengeluaran (karena pertimbangan teknis lain) maka harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Pemerintah Daerah setempat.
    5. Setiap pemusnahan dilakukan oleh atau di bawah pengawasan Dokter Hewan Karantina dan disaksikan oleh pemilik atau kuasanya, dan petugas kepolisian dari instansi yang berkepentingan dengan pemusnahan yang bersangkutan. Setiap penahanan dibuat berita acara sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga), lembar kesatu untuk pemilik, kedua untuk pejabat yang turut berkepentingan dalam pelaksanaan tindakan Karantina, lembar ketiga untuk Dokter Hewan Karantina yang bersangkutan.
    6. Teknis Pemusnahan Sapi
      1. Disediakan incinerator untuk pembakaran bangkai sapi atau dibuatkan lubang penguburan sesuai dengan kebutuhan dengan kedalaman minimal 2 (dua) meter diatas bangkai (untuk penguburan).
      2. Disediakan alat pengangkut bangkai (loader/bego)
      3. Sapi yang masih hidup dimatikan terlebih dahulu dengan penyuntikan zat kimia mematikan (seperti MgSO4 dll)
      4. Setelah sapi mati kemudian dipindahkan ke tempat incinerator atau lubang penguburan untuk dilakukan pembakaran dengan menggunakan loader/bego.
      5. Pembakaran dapat dilakukan dengan menambahkan kayu bakar pada lubang penguburan kemudian menyiramkan minyak tanah diatasnya, lalu bersama-sama dengan sapi diatasnnya dilakukan pembakaran hingga habis
      6. Diberikan penambahan kapur untuk penyakit-penyakit tertentu, misalnya pada kasus anthrax.
H. TINDAKAN PEMBEBASAN
  1. Pembebasan dapat dilaksanakan apabila dokumen yang menyertai lengkap
  2. Telah dikarantina selama 14 (empat belas) hari untuk impor, sedangkan pada antar area untuk sapi dan atau ruminansia besar lainnya yang tidak langsung dipotong selama 7 (tujuh) hari didaerah pengirim serta 3 (tiga) hari di daerah penerima dan selama pengamatan / masa karantina tidak ditemukan penyakit hewan karantina.
  3. Kewajiaban terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jasa Karantina sesuai peraturan yang berlaku, dan segala pembiayaan yang timbul akibat tindakan Karantina selama masa Karantina sesuai peraturan yang berlaku telah dipenuhi/diselesaikan (PP No.82 Tahun 2000 pasal 93, dan PP No.49 Tahun 2002 jo PP No.7 Tahun 2004)
  4. Pembebasan dilakukan dengan penerbitan Sertifikat Pelepasan (KH-16) untuk pemasukan dan Sertifikat Kesehatan (KH-9) untuk pengeluaran
BAB IV. PEMBUATAN LAPORAN

Setelah pembebasan, Dokter Hewan Karantina penanggung jawab teknis selama masa karantina, membuat laporan pelaksanaan perkarantinaan secara keseluruhan disampaikan kepada Kepala UPT Karantina Hewan yang bersangkutan. Selanjutnya Kepala UPT meneruskan laporan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq Kepala Pusat Karantina Hewan dengan tembusan kepada Pemerintah Daerah setempat c/q Kepala Dinas Peternakan Kabupaten / Propinsi bersangkutan. Laporan khusus tindakan karantina terhadap importasi Hewan Ruminansia Besar dan pengiriman antar area Ternak Bibit Ruminansia Besar berisi antara lain :

  1. Ketentuan umum
  2. Persiapan Karantina
    1. Instalasi/Instalasi Karantina hewan sementara
    2. Peralatan dan obat
    3. Petugas
    4. Sarana angkutan
  3. Persyaratan lalu lintas ternak sapi yang dimasukkan ke Indonesia/daerah di wilayah Republik Indonesia
  4. Tindakan karantina yang dilakukan
  5. Mutasi-mutasi sejak pemberangkatan sampai pembebasan Karantina
  6. Hasil pengamatan selama masa Karantina
  7. Kesimpulan
  8. Lampiran-lampiran :
    1. Surat Persetujuan Pemasukan dari Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan
    2. Surat Perintah Masuk Karantina/surat persetujuan bongkar-muat
    3. Dokumen yang menyertai ternak sapi
    4. Surat Keputusan Penetapan Instalasi/Instalasi Sementara
    5. Lain-lain yang dianggap perlu
BAB V. PENUTUP

Petunjuk Teknis Operasional Tindakan Karantina terhadap Hewan Ruminansia Besar ini merupakan pedoman dalam tindakan karantina hewan khususnya untuk komoditi ternak hewan ruminansia besar.



Kepala Badan Karantina Pertanian,



Drh.Budi Tri Akoso, MSc, PhD

NIP : 080 026 748


Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 349 Tahun 2006

PENDAHULUAN

Pesatnya peningkatan intensitas dan volume perdagangan baik ekspor maupun impor menuntut kesiapan karantina hewan dalam upaya menghadapi pasar global yang berdampak pada tingginya resiko masuk dan tersebarnya penyakit hewan karantina ke dalam wilayah Republik Indonesia. Untuk mencegah masuk, keluar dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina, pemerintah dan pihak lain dapat menyediakan instalasi karantina didalam maupun diluar tempat pemasukan atau pengeluaran. IKH merupakan suatu bangunan berikut peralatan dan bahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina. IKH harus memenuhi persyaratan teknis baik lokasi, konstruksi, system drainase, kelengkapan sarana dan prasarana. Penetapan lokasi berkaitan dengan analisis resiko penyebaran hama penyakit, peta situasi hama penyakit hewan, kesejahteraan hewan, sosial budaya dan lingkungan serta jauh dari lokasi budidaya hewan lokal. Kontruksi bangunan instalasi harus kuat dan memenuhi persyaratan sehingga dapat menjamin keamanan media pembawa maupun petugas ataupun pekerja serta dilengkapi dengan sarana penunjang yang mudah dibersihkan dan disuci hamakan dan harus memiliki system drainase dan sarana pembuangan limbah. Untuk menjamin terhindarnya pencemaran lingkungan oleh limbah dan menghindari kemungkinan penyebaran hama penyakit hewan karantina.

MAKSUD DAN TUJUAN

Pedoman persyaratan teknis Instalasi Karantina Hewan Ruminansia Besar adalah untuk memberikan pedoman teknis sebagai acuan dalam pembangunan dan penetapan instalasi karantina hewan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina.

RUANG LINGKUP

Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian ini meliputi definisi istilah, klasifikasi dan persyaratan teknis. Dalam Surat Keputusan kepala Badan Karantina Pertanian ini yang dimaksud dengan Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut instalasi karantina adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindakan karantina.

ISTILAH
  1. Kandang adalah tempat atau bangunan berikut sarana penunjang yang ada didalamnya yg berfungsi sebagai tempat pemeliharaan dan tempat melakukan tindakan pengamatan hewanpenampungan selama masa karantina yang mampu menampung sapi sesuai dengan jumlahnya, tempat pakan dan minum serta ketinggian kandang yang memadai.
  2. Kandang Isolasi adalah kandang yang digunakan untuk melakukan tindakan pengamatan intensif dan tindakan perlakuan khusus terhadap sebagian hewan selama masa karantina menempatkan dan menangani ternak yang mengalami gangguan kesehatan.
  3. Kandang Jepit adalah sarana berupa peralatan sedemikian rupa dipergunakan untuk melakukan rudapaksa penjepitan hewan, guna mengurangi resiko cidera terhadap hewan maupun Petugas serta memudahkan tindakan pemeriksaan dan perlakuan
  4. Gudang Pakan adalah tempat penyimpanan pakan sebelum diberikan kepada ternak
  5. Ternak Ruminansia Besar adalah ternak piara (sapi dan kerbau) yang kehidupannya, perkembangbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia.
  6. Pakan Ternak adalah makanan ternak ruminansia besar yang berupa hijauan, bahan baku, maupun pakan jadi.
  7. Paddock atau pent adalah bagian kandang yang dibatasi dengan pagar pembatas dan luas paddock /pent tergantung jumlah ternak yang akan ditempatkan diareal tersebut.
  8. Gangway adalah suatu fasilitas karantina hewan berupa lorong atau jalan sempit untuk ternak. Fasilitas ini dibuat untuk memudahkan menggiring ternak ke dalam kandang-kandang karantina maupun menggiring ternak yang akan masuk/dimuat ke dalam truk.
  9. Kandang Paksa (forcing yard) adalah suatu bagian dari fasilitas karantina hewan yang digunakan untuk menggiring dan memasukan ternak ke dalam gang jepit (gang way).
  10. Tempat Bongkar Dan Muat Ternak adalah fasilitas untuk menurunkan dan menaikkan ternak dari dan ke alat angkut
  11. Alat Angkut adalah angkutan darat dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang langsung berhubungan dengan ternak ruminansia besar.
  12. Limbah adalah hasil buangan kandang yang berupa kotoran ternak, sisa pakan, serta kotoran lainnya.
KLASIFIKASI INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH)
  1. IKH berdasarkan kepemilikannya, yaitu :
    1. IKH milik Pemerintah yaitu bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pemerintah
    2. IKH milik swasta yaitu bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pihak lain/swasta yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian yang telah memenuhi persyaratan adminstrasi dan persyaratan teknis sesuai ketentuan
  2. IKH berdasarkan waktu penggunaannya yaitu :
    1. IKH Permanen adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat permanent.
    2. IKH Sementara adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat sementara.
PERSYARATAN TEKNIS IKH RUMINANSIA BESAR
  • IKH harus memenuhi persyaratan teknis baik bangunan/kontruksi, kandang peralatan maupun sarana dan prasarana dengan memperhatikan prinsip kesejahteraan hewan dan berupa pemenuhan kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungannya serta memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari rasa sakit, ketakutan dan tertekan.
  • IKH milik pemerintah pembangunan dan kelengkapannya harus memenuhi persyaratan teknis dan juga dilakukan evaluasi secara berkala atau penilaian kelayakan terhadap kondisi IKH tersebut dalam rangka pemeliharaan, sehingga memenuhi persyaratan teknis sesuai ketentuan yang ditetapkan.
  • Meliputi :
    • LOKASI.
      • Jarak dari pelabuhan ke Instalasi Karantina Hewan maksimal 100 km atau maksimal 3 jam perjalanan atau dengan pertimbangan analisa resiko oleh tim yang ditunjuk oleh Badan Karantina Pertanian dinyatakan aman, memenuhi persyaratan tidak menularkan penyakit dan memenuhi prinsip kesejahteraan hewan sebagai dasar persetujuan dan penetapan
      • Jarak dari lalu lintas umum minimal 100 meter
      • Jarak lokasi dengan pemeliharaan hewan sejenis minimal 500 meter
      • Jarak instalasi dengan pemukiman penduduk 500 m
      • Lokasi harus dilengkapi dengan pagar keliling yang rapat dengan bahan yang kuat setinggi minimal 2 meter
    • SARANA.
      • SARANA UTAMA. Sarana utama merupakan sarana yang harus terdapat pada Instalasi Karantina Hewan, meliputi :
        • Kandang Pengamatan
          • Kontruksi bangunan instalasi harus kuat dan memenuhi persyaratan sehingga dapat menjamin keamanan hewan maupun petugas dan pekerja.
          • Dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum yang mudah dibersihkan dan disuci hamakan
          • Memiliki system penampungan limbah cair dan limbah padat
          • Memiliki sarana pengolahan limbah, untuk menghindari pencemaran lingkungan dan kemungkinan penyebaran hama penyakit hewan karantina.
          • Lantai Kandang harus kuat dan tidak licin untuk menjamin keselamatan hewan, memudahkan pembersihan dan pensucihamaan
          • Atap Kandang terbuat dari bahan yang bisa menutupi sebagian atau keseluruhan kandang dan tidak bocor, serta mempunyai ketinggian yang menjamin sirkulasi udara berjalan dengan baik.
          • Pagar pembatas antara kandang terbuat dari bahan yang kuat dan menjamin hewan karantina tidak lepas serta dilengkapi dengan pintu
          • Daya Tampung Kandang cukup untuk menampung hewan karantina secara nyaman, leluasa, sehingga bisa mendapatkan pakan dan minum sesuai kebutuhan.
          • Tata Letak kandang dan bangunan lain diatur sedemikian rupa sehingga efektif dalam pelaksanaan kegiatan tindak karantina, pemeliharan, dan pengamanan pencemaran lingkungan
          • Spesifikasi :
            • Konstruksi kuat dan mudah dibersihkan serta disucihamakan
            • Lantai cor semen bertulang dengan ketebalan 15 cm dengan kemiringan 2 s/d 4 derajat
            • Pagar pembatas kandang terbuat dari pipa tahan korosif diameter minimal 2,5 inci dengan ketebalan medium (galvanis) atau seling baja atau bahan lokal yang kuat, dengan tinggi 1,5 m s/d 1,8 m
            • Tempat pakan terbuat dari bahan yang kuat dengan ukuran lebar 50 – 70 cm, kedalaman 40 – 50 cm
            • Tempat minum terbuat dari bahan yang kuat, tinggi 0,8 m s/d 1,0 m kapasitas minimal 60 liter x kapasitas pen/hari
            • Atap terbuat dari asbes atau seng dengan ketinggian antara lantai atap terendah sekurang kurangnya 2,5 m.
            • Daya tampung : Satu unit IKH diperlukan satu atau beberapa unit kandang yang terbagi dalam beberapa pen. Setiap pen mempunyai kapasitas untuk 40 s/d 50 ekor dengan tingkat kepadatan 2,5 s/d 4 m2/ekor.
        • Kandang isolasi :
            • Untuk keperluan pengamatan intensif dan perawatan hewan sakit diperlukan kandang isolasi yang terpisah dari kandang pengamatan minimal berjarak 25 meter
            • Tersedia ruang peralatan kesehatan dan obat-obatan serta peralatan laboratorium
            • Spesifikasi kandang seperti kandang pemeliharaan
            • Jauh dari aliran sungai tapi mudah dijangkau baik oleh tenaga kerja, ternak/angkutannya.
            • Luas kandang isolasi minimal 2% dari total luas kandang pengamatan
        • Tempat tindakan karantina
            • Kandang paksa (forcing yard) / Shelter
              • kapasitas tampung sejumlah kapasitas tampung gang way
              • dilengkapi pintu di setiap ujung
            • Gang way
              • Ukuran lebar 0,65 – 0,75 meter
              • Ketinggian pagar 1,5 – 1,8 meter
              • Jarak antar tiang maksimal 2 meter
              • Jumlah ramp minimal 6 buah
              • Bahan tahan korosif (besi dan pipa galvanis) minimal diameter 3 inch atau bahan lokal yang kuat
              • Ukuran Panjang 10 – 20 meter
              • Cattle crush ( kandang jepit ) Dibuat dari besi tahan korosif atau bahan lain yang kuat dan aman, ukuran panjang 1,5 – 2 meter, lebar 60 cm – 1 m, tinggi 1,5 – 1,75 meter.
              • Tempat penampungan sementara
              • Timbangan individu
        • Loading deck / tempat bongkar muat
          • ukuran lebar antara 3,2 -23,5 meter, tinggi ± 1,5 meter (disesuaikan dengan tinggi truk) dan kemiringan maksimal 30°. Salah satu sisi tempat bongkar/muat dibuat untuk memuat ternak, dengan ukuran selebar 0,6 meter, yang dihubungkan dengan gang way dengan kapasitas untuk 15 ekor sapi dewasa, dan sisi lainnya yang lebih lebar antara 2,6 – 2,9 meter untuk membongkar ternak.
        • Sarana sucihama (dipping/spraying)
          • Sarana sucihama merupakan sarana utama yang harus tersedia dan siap pakai setiap saat, dipergunakan baik untuk kendaraan angkut hewan, peralatan kandang, bangunan kandang , gudang maupun untuk hewan.
          • Sarana suci hama sekurang-kurangnya berupa power sprayer dengan kekuatan mesin 2 PK
          • Apabila Sarana suci hama berupa Sprayer permanent, lebih tepat ditempatkan sebelum atau tepat di tempat pembongkaran.
          • Apabila sarana sucihama berupa Dipper alat angkut (truk), tempat yang paling tepat berada di pintu gerbang masuk instalasi. Sedang dipper untuk hewan ditempatkan diantara tempat bongkar muat dan kandang pemeliharaan/ pengamatan.
        • Tempat bedah bangkai (dekat dengan kandang isolasi dan tempat pemusnahan)
          • berupa bangunan atau sekurang – kurangnya ruangan khusus yang terletak berdekatan dengan kandang isolasi, dengan ukuran 6 meter persegi (6 m2) lantai semen/keramik yang mudah dibersihkan dan disucihamakan. yang dilengkapi sarana untuk melakukan potong paksa ruminansia besar dewasa, tersedia meja untuk melakukan pemeriksaan pathologik dan pengambilan spesimen ..
        • Tempat pemusnahan bangkai
          • Berupa peralatan incinerator dengan kapasitas 2 (dua) ekor atau lahan khusus untuk penanaman bangkai , lokasi berdekatan dengan tempat bedah bangkai, jauh dari kandang pengamatan.
        • Tempat penampungan limbah
          • Berupa bangunan kolam terbuat dari cor semen, merupakan muara penampungan semua limbah kandang, terletak di bagian belakang dengan kapasitas minimal mampu menampung limbah kotoran hewan selama masa karantina dari semua kandang,
        • Sarana/ tempat pengolahan limbah
          • Sarana dan sistem pengolahan limbah sebagaimana yang telah di rekomendasikan oleh Instansi pemerintah yang membidangi fungsi Lingkungan hidup.
        • Sumber air minum dan reservoir air (±60L x kapasitas tampung)
          • Sumber air minum dan reservoir diperlukan untuk menjamin ketersediaan air besih dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang layak untuk konsumsi hewan serta untuk pembersihan kandang dan peralatan selama masa karantina
        • Generator set/PLN
          • Tersedia dalam daya yang cukup untuk memberikan penerangan semua kandang dan fasilitas lain yang harus menggunakan energi listrik, selama masa karantina.
        • Ruang perlengkapan
          • Tersedia tempat atau ruangan khusus terletak di dalam area perkandangan, untuk menempatkan perlengkapan kerja kandang, yang terpisah dan tidak tercampur dengan peralatan lain yang dipergunakan diluar kandang.
        • Gudang pakan konsentrat :
          • Gudang berdinding tembok atau bahan lain yang kuat dan aman.
          • Luas gudang disesuaikan dengan kebutuhan (minimal ± 40 kg x kapasitas tampung)
          • Tinggi dinding disesuaikan dengan kapasitas dengan lantai beton
          • Lantai gudang pakan dilengkapi dengan pallet
          • Atap dari genteng/bahan yang kuat dan aman.
          • Pintu gudang dari bahan yang kuat dan aman.
        • Gudang pakan hijauan :
          • Terbuat dari bangunan setengah dinding dan beratap
          • Luas gudang disesuaikan dengan kebutuhan (minimal ± 30 kg x kapasitas tampung)
      • SARANA PENUNJANG. Sarana penunjang adalah sarana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan di Instalasi Karantina Hewan, antara lain meliputi :
        • Jalan khusus menuju instalasi. Untuk menghindari hewan dan manusia yang tidak berkepentingan masuk ke dalam lokasi instalasi
        • Papan Nama, menerangkan bahwa :
          • Lokasi tersebut adalah instalasi karantina hewan ruminansia besar
          • Larangan memasuki lokasi instalasi karantina tanpa seizin dokter hewan karantina yang bertanggung jawab
        • Area parkir. Tersedia area parkir kendaran di dalam lokasi yang memadai yang menjamin tidak terjadi penumpukan dan kemacetan di jalan menuju lokasi, dan menjamin kelancaran proses bongkar muat hewan, barang dan pakan selama masa karantina.
        • Pos satpam. Pos satpam di tempatkan pada samping pintu gerbang, dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengawasi semua keluar masuk kendaraan dan orang serta aktivitas di dalam instalasi
        • Kantor. Berupa bangunan tersendiri atau ruangan khusus yang dipergunakan sebagai kantor untuk melaksanakan kegiatan administrasi pengelolaan instalasi.
        • Sarana MCK dan Mushola. Tersedia sarana Mushola dan MCK yang terletak di luar ”pagar dalam” instalasi untuk memfasilitasi orang umum yang tidak terkait langsung dengan kegiatan tindak karantina
        • Rumah jaga/mess. Disediakan di dalam instalasi tetapi di luar ”pagar dalam” untuk memfasilitasi pekeja ysng tugas malam dan Petugas karantina yang sedang melaksanakan tindak karantina selama masa karantina
        • Peralatan angkut pakan, peralatan kebersihan kandang. Tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan perawatan dan pemeliharaan selama masa karantina. Ditempatkan khusus didekat perkandangan tidak tercampur dengan peralatan lain, dan hanya dipergunakan untuk keperluan kandang yang sama, selama masa karantina.


Kepala Badan Karantina Pertanian,

Ir. Syukur Iwantoro, MS., MBA

NIP. 080. 069. 615.

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 374 Tahun 2010

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia telah dikarunia berbagai sumber daya alam hayati yang beraneka ragam, khususnya hewan, bahan asal hewan yang merupakan modal dasar dalam pembangunan yang harus dijaga dan dilindungi. Sarang burung walet merupakan komoditas ekspor yang diandalkan oleh Indonesia sebagai penghasil devisa non migas. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil sarang burung walet. Di tingkat perdagangan dunia, Indonesia menjadi pemasok terbesar kebutuhan pasar dunia, yakni sekitar 80%. Pada era perdagangan bebas, tantangan bagi Indonesia adalah kemampuan menghasilkan produk pangan yang berkualitas dan aman bagi kesehatan konsumen. Aspek kesehatan suatu produk pangan tidak mengandung penyakit yang dapat menular ke hewan maupun manusia, selain itu bebas dari kontaminasi baik oleh cemaran mikroba, residu obat, residu hormon, maupun residu logam berat. Badan Karantina Pertanian sesuai tupoksinya mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah masuk dan menyebarnya HPHK serta bahan berbahaya lainnya ke dalam/antar wilayah Negara Republik Indonesia. Untuk menjamin keamanan sarang burung wallet dan sriti yang diperdagangkan, maka Pusat Karantina Hewan memandang perlu disusun petunjuk teknis penanganan dan pemeriksaan sarang burung walet dan sriti, untuk digunakan sebagai pedoman bagi petugas dan penguna jasa serta pihak lain yang terkait.

Maksud dan Tujuan
  1. Petunjuk Pelaksanaan Tenis (Juknis) ini disusun dengan maksud menyediakan pedoman bagi petugas karantina di lapangan dalam melaksanakan tindakan karantina terhadap sarang burung walet dan sriti dalam rangka utk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK.
  2. Acuan petugas karantina dalam melakukan pengawasan keamanan pangan terhadap sarang burung walet dan sriti khususnya dari cemaran mikrobiologi.
  3. Adanya keseragaman dalam pelaksanaan pelayanan tindakan karantina terhadap sarang burung walet dan sriti
  4. Petugas dapat melaksanakan pelayanan tindak karantina secara lebih cermat, cepat dan sistematis, dengan dasar ilmiah sesuai peraturan perundangan.
Ruang Lingkup
  1. Identifikasi dan kualitas sarang burung walet
  2. Penanganan dan pemeriksaan sarang burung walet dan sriti
  3. Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium
Definisi
  1. Media pembawa yang dimaksud dalam petunjuk teknis ini adalah sarang burung walet
  2. Hama dan penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut hama penyakit hewan karantina adalah semua hama, agen penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
  3. Sarang burung walet adalah hasil burung walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung walet.
  4. Burung walet adalah seluruh jenis burung layang-layang yang termasuk dalam marga Collocalia yang tidak dilindungi undang-undang
  5. Kemasan adalah adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus media pembawa baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.
  6. Wadah adalah kemasan yang langsung berhubungan dengan media pembawa.
  7. Tindakan karantina hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia, atau suatu area dalam wilayah Republik Indonesia.
  8. Penyakit eksotik adalah penyakit hewan yang tidak ada di Indonesia.
BAB II. IDENTIFIKASI SARANG BURUNG WALET DAN SRITI
Jenis Sarang Burung

Sarang burung walet yang dihasilkan oleh burung walet sangat beragam tergantung pada jenis burung walet, bentuk, ukuran dan warna. Hanya 4 jenis walet yang sarangnya bisa dikonsumsi dan laku dijual yaitu:

  • Sarang Putih (Edible-nest Swiftlet, Yen-ou)

Sarang burung walet putih dihasilkan oleh walet Aerodramus fushipagus, berasal dari gua dan rumah (gedung). Sarang burung walet putih mempunyai ciri khas, yaitu berwarna putih kekuningan, tebal dan bulu menempel. Sarang yang berasal dari gua berwarna suram atau kotor, sedangkan sarang yang berasal dari rumah atau gedung berwarna cerah dan bersih. Sarang burung walet putih menciri yaitu bentuk seperti mangkuk dibelah, berwarna putih, bening, kristal, utuh, tidak retak ataupun cacat, bersih dari bulu dan kotoran lipas atau kepinding. Ukuran sarang burung walet adalah 6-10 cm, tinggi mangkukan ± 4-5 cm.



  • Sarang Hitam (Black-nest Swiftlet, Mo-yen)

Sarang burung walet hitam dihasilkan oleh burung walet jenis Aerodramus maximus. Burung walet jenis ini membentuk sarang dari blu-bulu yang direkatkan dengan air liurnya dan ditempelkan di dinding-dinding gua batu kapur. Sarang terlihat berwarna hitam karenaterbuat dari air liur yang bercampur dengan bulu-bulu tubuhnya.Warna hitam tersebut masuk sampai ke lapisan yang paling dalam dari sarang burung. tersebut. Sarang burung walet hitam tidak sebaik sarang putih, dan harganyapun tidak semahal sarang burung walet putih. Ciri sarang burung walet hitam adalah liur yang melapisi bahan sarang terlihat hitam (pada kaki, dinding dan dasar sarang), ukuran lebar sarang burung walet hitam 5-7 cm.


  • Sarang Rumput (White bellied swiftlet)

Sarang burung walet rumput dihasilkan walet Collocalia esculanta, Aerodramus fuciphagus atau maximus. Pada umumnya, sarang burung walet tersebut berwarna kehijauan, karena air liur bercampur dengan lumut, rumput kering, daun pinus, dan cemara. Sarang burung walet tersebut berasal dari gua maupun gedung.


  • Sarang sriti Lumut ( Chao yen, mostnest swiftlet)

Sarang burung sriti lumut dihasilkan oleh walet Collocalia vanikorensis yang berasal dari campuran air liur dan lumut. Tiap sarang mengandung 2 – 3 gram liur. Sarang yang baru berwarna hijau, sarang telah lama berwarna cokelat kehitaman dan kering.


  • Sarang merah (Red nest, Siek Yen)

Sarang burung walet merah dihasilkan oleh burung walet Aerodramus fuciphagus. Sarang tersebut adalah jenis sarang yang relatif jarang ditemukan dan harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan sarang burung walet jenis lainnya. Sarang burung tersebut diproduksi pada musim penghujan yang berasal dari rumah wallet dengan kelembaban udara yang sangat tinggi. Sarang burung walet merah berkualitas adalah sarang dengan warna merah, dan tidak dijumpai noda atau kotoran yang menempel. Sarang burung walet merah berdiameter ± 9 cm dan bobot sarang mencapai 9 g.


Kualitas Sarang Burung

Sarang yang dihasilkan oleh burung walet adalah sangat beragam tentang warna, bentuk, ukuran, kebersihan, dan struktur rajutan sehingga kualitas sarang burung wallet beragam. Kualitas sarang burung walet dipengaruhi oleh musim, cara pemetikan, gangguan hama, dan lingkungan. Kualitas sarang burung walet digolongkan menjadi kualitas sarang hancuran, kualitas sarang pecah, kualitas bulu biasa, kualitas bulu ringan, kualitas perak dan kualitas sarang merah.

  • Kualitas sarang hancuran

Kualitas sarang hancuran termasuk tingkatan paling rendah karena bentuk sarang tidak seragam dan berukuran kecil yang terdiri dari potongan, hancuran atau sisa-sisa sarang burung. Sarang kualitas hancuran merupakan kumpulan dari sarang-sarang yang rusak, pecahan-pecahan sarang.

  • Kualitas sarang pecah

Kualitas sarang pecah merupakan kualitas sarang burung mutu rendah akibat cara pengambilan yang salah atau akibat penggunaan alat panen yang salah. Hasilnya, sarang burung berbentuk tidak beraturan, rusak, hancur, dan banyak yang pecah. Pada umumnya,jenis sarang tersebut didapat pada panen rampasan, yaitu pemetikan sarang burung, yang dilakukan sebelum burung walet bertelur atau sedang bertelur.

  • Kualitas bulu biasa

Sarang burung kualitas bulu biasa termasuk kualitas jelek karena pada sarang burung tersebut terdapat bulu, dan tercemar kotoran.

  • Kualitas bulu ringan

Sarang burung yang berkualitas bulu ringan merupakan sarang yang memiliki bentuk dan ketebalan cukup memadai, tetapi tercemar bulu-bulu yang rontok. Sarang tersebut diambil pada saat burung walet rontok bulu atau sarang burung tersebut dibuat oleh burung walet bersangkutan pada saat rontok bulu.

  • Kualitas perak

Kualitas sarang perak (kualitas balkon) dikenal juga sebagai kualitas sarang putih yang merupakan kualitas terbaik dan berwarna putih bersih, tidak tercemar oleh kotoran hewan ataupun bulu-bulu. Ukuran sarang burung tersebut adalah besar dengan jumlah sarang ± 110-140 sarang/ kg. Kualitas sarang putih tersebut terbentuk karena sarang burung dipanen pada saat buang telur sehingga bentuknya sempurna. Bobot sarang burung dengan kualitas perak adalah 8 g/sarang dengan diameter 10 cm.

  • Kualitas sarang merah

Kualitas sarang merah dikenal sebagai kualitas yang mempunyai mutu setara dengan kualitas perak, tetapi berwarna kemerah-merahan. Sarang berdiameter 10 cm dan merupakan hasil panen pada saat buang telur. Dalam satu kilogram terdapat ± 100-130 sarang. Walaupun mutu sarang dengan kualitas sarang merah adalah sama dengan sarang kualitas perak, namun karena berwarna merah, maka sarang tersebut berharga lebih mahal daripada sarang perak.

BAB III. PENANGANAN TERHADAP SARANG BURUNG WALET DAN SRITI
PENGAMBILAN SAMPEL:
  • Untuk pemeriksaan HPHK

Sarang burung walet dan sriti yang akan diambil sampelnya harus dilaksanakan dengan seaseptik mungkin untuk menghindari kontaminasi pada saat pengambilan sampel. Pada umumnya produk sarang burung walet dan sriti merupakan produk yang telah terkemas, maka cara pengambilan sampel terhadap sarang burung walet dan sriti untuk tujuan pemeriksaan hama penyakit hewan karantina adalah sebagai berikut:

  1. Prosedur pengambilan Sampel
    1. Tentukan tujuan pangambilan sampel apakah untuk inspeksi atau untuk pengujian.
    2. Rancangan pengambilan sampel yang dapat digunakan adalah berdasarkan AQL 6,5 dari Codex (FAO/WHO Codex Alimentarius Sampling Plans for prepackaged Foods).
    3. Data yang diperlukan adalah: ukuran wadah terkecil; inspection level, lot size (jumlah lot) atau N; jumlah sampel yang diperlukan; kriteria jumlah unit sampel cacat atau yang tidak sesuai standar dan parameter atau persyaratan lainnya.
  2. Langkah-langkah pengambilan sampel
    1. Tentukan level inspeksi yang cocok, dalam hal ini Inspection Level I untuk pengambilan sampel normal dan Inspection Level II untuk adanya perselisihan (disputes), keadaan memaksa atau keperluan untuk mengestimasi lot dengan lebih baik;
    2. Tentukan ukuran Lot (N) yang merupakan jumlah wadah primer atau unit sampel;
    3. Tentukan jumlah unit sampel (n) dari lot yang diinspeksi. Gunakan tabel sampling plan 1 atau sampling plan 2 (tergantung inspection level yang digunakan). Gunakan data inspection lot (I atau II), ukuran wadah dari unit sampel dan jumlah lot (N) untuk menentukan n (terlampir).
    4. Tarik sejumlah unit sampel yang diperlukan dari lot secara acak (gunakan tabel bilangan acak dan penandaan yang diperlukan).
    5. Periksa unit-unit tersebut sesuai dengan yang distandarkan (misalnya Standar codex atau SNI).
    6. Berdasarkan tabel 3 dan 4 sampling plan 1 atau 2 , tentukan apakah lot diterima atau tidak diterima.
  3. Contoh pengambilan sampel produk terkemas
    1. Suatu lot terdiri dari 1200 kemasan karton, masing-masing terdiri dari 12 buah wadah berisi makanan tertentu dengan berat perwadah 2,5 lb. Diputuskan untuk melakukan sampling dengan inspection level I karena produk tersebut tidak dalam perselisihan (tidak ada klaim) dan dari sejarah produk belum pernah ada penyimpangan mutu (gunakan tabel 1 ).
      1. ukuran lot (N) = 1200 x 12 = 14.400 unit sampel
      2. berat wadah unit sampel = 2.5 lb
      3. Inspection Level = I
      4. ukuran sampel (n) = 13 (dari tabel sampling plan I)
      5. Acceptance Number (c) = 2
      6. keputusan: Jika tidak terdapat cacat atau sesuai standar kurang atau sama dengan 2 unit sampel dari 13 unit sampel yang terpilih, maka lot dipertimbangkan untuk diterima. Sedangkan jika ada 3 atau lebih wadah atau unit sampel yang cacat atau tidak sesuai standar maka lot tersebut dipertimbangkan untuk ditolak atau gagal untuk memenuhi persyaratan mutu.


  • Untuk pengawasan keamanan pangan dari aspek mikrobiologis

Pengambilan sampel sarang burung walet dan sriti, perlu diperhatikan aspek kebersihan baik kebersihan alat pengambil maupun titik pengambilan sampel. Hal ini dilakukan agar sampel yang diambil bersih dan terhindar dari kontaminasi mikroba yang dapat mencemari sampel yang akan diambil tersebut. Dalam pengambilan sampel untuk tujuan analisis mikrobiologi perlu dipertimbangkan dalam perencanaan hal – hal sebagai berikut :

  1. Bahaya terhadap kesehatan. Semakin bahaya jenis mikroorganisme yang diduga terdapat di dalam makanan atau semakin kecil jumlah mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, maka unit sampel/spesimen yang diambil harus semakin besar dan banyak. Hal ini untuk meningkatkan peluang untuk mendapatkan sampel/spesimen yang positif, sehingga dapat dihindari kemungkinan menyatakan suatu sampel/spesimen aman padahal sebenarnya berbahaya (negatif palsu).
  2. Keseragaman. Semakin seragam sampel/spesimen, misalnya makanan cair (susu), pada proses homogenisasi, maka sampel yang diambil dapat lebih kecil. Namun jika suatu sampel tidak atau kurang seragam, maka unit sampel yang diambil harus lebih banyak atau lebih besar.
  3. Pengelompokan. Jika di dalam suatu lot terdapat pengelompokan yang lebih kecil (sublot), misalnya beberapa unit kaleng dimasukkan ke dalam kotak karton, maka unit sampel dapat diambil dari masing-masing sublot untuk mewakili setiap atau sebagian besar sublot.
  4. Konsistensi dalam produksi. Jika suatu produk selalu memiliki mutu yang baik setelah diuji, maka pengambilan sampel dapat dikurangi jumlahnya atau diperpanjang periodenya karena sudah mempunyai tingkat kepercayaan tinggi.

Klasifikasi kriteria jumlah sampel, penetapan dan penerimaan hasil uji berdasarkan tingkat bahayanya serta kondisi setelah pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Penetapan Penerimaan Produk untuk pengujian mikrobiologi, perlu ditetapkan prosedur dan kriteria penetapan suatu sampel/spesimen diterima atau tidak diterima/tolak. Dalam penetapan penerimaan produk yang perlu diperhatikan adalah ’n” yaitu jumlah unit sampel yang diuji dan ”c” yaitu jumlah maksimum unit sampel yang diperbolehkan menghasilkan uji lebih tinggi atau melebihi dari ”m”. Dalam penetapan ini dikenal dua sistem yaitu :

  • Sistem Dua Kelas (Two-class plan). Pemeriksaan dengan sistem dua kelas diklasifikasikan diterima atau ditolak (jika jumlah mikroorganismenya melebihi yang disyaratkan). Sisten dua kelas digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme yang sangat berbahaya atau cukup berbahaya secara langsung terhadap kesehatan dan berpotensi untuk menyebar secara luas di dalam produk. Misalnya bakteri patogen Escherichia coli, Salmonella spp, Shigella spp, Clostridium botulinum, Listeria monocytogenes. Dalam sistem dua kelas ditentukan suatu batas m sebagai berikut: ← (diterima) < m < ← (ditolak), dimana m dapat merupakan hasil uji kualitatif (positif/negatif) atau batas jumlah uji kuantitatif (misalnya jumlah mikroorganisme). Untuk mikroorganisme yang sangat berbahaya, nilai m mungkin sama dengan 0 sel per gram atau per ml. Sebagai contoh kasus penerimaan atau penolakan suatu sampel dapat dilakukan sebagai berikut:
    • Dilakukan pengujian terhadap kandungan Salmonella di dalam daging beku. Jumlah maksimum Salmonella yang diperkenankan adalah negatif dalam 25 gram sampel.
    • Dari tabel 7 Salmonella dalam daging termasuk kasus 10 (berbahaya untuk kesehatan dan berpotensi untuk menyebar dalam makanan tetapi dapat dikurangi/dihilangkan dengan pemasakan yang sempurna), jadi n=5 dan c=0.
    • Jika dari hasil pengujian diperoleh 1 (satu) sampel terdeteksi Salmonella sedangkan pada 4 sampel lainnya negatif maka lot tersebut akan ditolak.
  • Sistem Tiga Kelas (Three-class plan). Sistem tiga kelas digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme yang tidak atau rendah risiko bahayanya secara langsung terhadap kesehatan atau cukup berbahaya secara langsung tetapi penyebarannya di dalam produk terbatas. Misalnya mikroorganisme aerobic, mikrorganisme psychrothrop, bakteri asam laktat, kapang (kecuali mikotoksin), koliform dan thermotolerant coliform. Hasil pemeriksaan pada sistem tiga kelas diklasifikasikan diterima dan ditolak (jika jumlah mikroorganisme > M, kualitas baik jika >m dan kualitas marjinal jika antara m dan M). Sistem tiga kelas dipengaruhi juga oleh besarnya n dan c. Unit sampel yang diambil harus mewakili tiga kelas yang menghasilkan jumlah mikroorganisme 0 sampai m, m sampai M, dan lebih besar dari M. Dalam sistem tiga kelas ditentukan suatu batas m dan M sebagai berikut:← (diterima) ≤ m < ←→ (marginally accceptable) ≤ M < → (ditolak). Sampel pada kondisi marginally acceptable berarti tidak diinginkan, tetapi masih dapat diterima jika jumlahnya tidak terlalu banyak (pada batas tertentu) sebagai contoh :
    • Dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan Koliform didalam daging beku. Standar maksimum terbaik (m) adalah 0 CFU/g, tetapi masih diperkenankan (M) sampai 5.0 x 101 CFU/g. Dari tabel 7 Koliform dalam daging beku termasuk kasus 4 (risiko bahaya rendah dan dapat dikurangi melalui proses pemasakan), jadi n=5 dan c=3. Jika hasil pengujian diperoleh dari kelima sampel hasilnya diantara m dan M, maka lot tersebut ditolak karena batas yang diperbolehkan melebihi standar adalah 3 sampel.


PREPARASI SAMPEL

Preparasi sampel sarang burung walet dan sriti untuk pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelainan. Sebelum melakukan pemeriksaan untuk pengujian laboratorium maka sampel sarang burung walet yang akan diuji dipreparasi dulu.

  • Untuk pemeriksaan HPHK

Proses pencucian sarang burung walet

  1. Sarang burung walet dan sriti direndam dalam aquades selama 30 menit, lalu ditiriskan dan dibersihkan dari kotoran dan bulu dengan pinset. Setelah itu direndam selama 10 menit dalam aquades, ditiriskan dan dicetak dalam bentuk mangkok, selanjutnya dikeringkan hingga kadar air 10 %. Air larutannya dapat juga sebagai sampel.
  2. Untuk sarang walet hitam direndam dalam air bersih selama satu hari, kemudian ditiriskan, kotoran dan bulu dibersihan dengan pinset, kemudian dikeringkan, lalu direndam dalam larutan H2O2 konsentrasi 3% selama 40 jam, selanjutnya dibilas dengan air bersih, dicetak dalam bentuk mangkok, setelah itu dikeringkan dengan kipas angin hingga kadar air 10%.
  • Untuk pengawasan keamanan pangan dari aspek mikrobiologis
  1. Sarang burung walet dan sriti baik jenis putih dan hitam direndam dalam aquades selama 30 menit, lalu ditiriskan dan dibersihkan dari kotoran dan bulu dengan pinset. Setelah itu direndam selama 10 menit dalam aquades, ditiriskan dan dicetak dalam bentuk mangkok, selanjutnya dikeringkan hingga kadar air 10 %. Air larutannya dapat juga sebagai sampel. Dalam preparasi sampel dilakukan secara seaseptik mungkin.
PENGIRIMAN SAMPEL

Pengiriman sampel sarang burung walet dan sriti dapat dilakukan sendiri atau menggunakan kendaraan sendiri, dengan memperhatikan keamanan bagi pembawa sampel dan pengiriman dilakukan secepat mungkin. Jika pengiriman dilakukan melalui jasa transportasi maka pengiriman sampel dilakukan setelah pengepakan sampel telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan jasa transportasi seperti IATA dan lain-lainnya.

  1. Sampel yang dikirim harus bersifat komunikatif agar dapat dimengerti oleh petugas penguji di laboratorium, maka sampel perlu diberikan kelengkapan/informasi yang relevan.
  2. Dalam pengiriman harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
  3. Sampel wadah sampel harus bersih, kering, tahan pecah, bermulut lebar dan mudah untuk distrerilisasi.
  4. Sampel harus dikirim ke laboratorium secepat mungkin setelah pengambilan contoh, dan jika mungkin harus sampai ke laboratorium dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah sampling.
  5. Sampel dari produk segar atau produk refigerasi harus ditransportasikan pada suhu 0 – 4 °C, dan pengujian dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah tiba di laboratorium.
  6. Sampel produk dalam kemasan yang sifatnya stabil atau awet harus ditransportasikan terlindung dari sinar matahari secara langsung, atau radiasi panas yang lain, dan sebaiknya diangkut pada suhu tidak melebihi 25 °C, dan pengujian dilakukan paling lama 3 hari setelah produk diterima. Untuk produk yang pecah kemasannya, maka disimpan dalam wadah plastik dan ditempatkan dalam refigerator bersuhu 0 – 4 °C. Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin setelah tiba di laboratorium.
  7. Sampel dari produk kering harus ditransportasikan dalam wadah yang kedap uap air dan pada suhu tidak lebih dari 25 °C. Sampel ini harus dilindungi dari cahaya matahari langsung dan radiasi panas lainnya.

Sampel yang akan dikirim ke laboratorium penguji harus menerima sampel yang diidentifikasi secara mendetail, pemeriksaan atau pengujian yang diperlukan. Adapun informasi kelengkapan yang diperlukan untuk surat pengiriman atau formulir penyerahan sampel memberikan informasi sebagai berikut :

  • Nama dan alamat pengirim
  • Original/asal usul sampel
  • Bahan pengawet/pembawa atau media transpor sampel
  • Uji laboratorium yang diminta/diperlukan
  • Jumlah sampel yang diambil
  • Sifat-sifat dari sampel yang diambil
  • Nomor identifikasi dan setiap kode atau tanda lain pada batch atau lot darimana sampel diambil.
  • Sifat-sifat pemeriksaan yang dilakukan.
  • Nama dan tanda tangan orang yang melakukan sampling
  • Data, waktu dan tempat pengambilan contoh
BAB IV. PENGUJIAN DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN SALMONELOSIS
  • Preparasi sampel

Sarang burung walet yang telah dicuci ditimbang sebanyak 25 gram digerus dengan krus porcelain, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer BPW 0,1% sebanyak 225 ml (1 : 10)/dianggap sudah 10-1, dihomogenkan dengan bantuan stomacher 15.000 – 20.000 rpm. Selanjutnya dibuat pengenceran dari 10-1 menjadi 10-2 dengan cara : 1 ml larutan sampel pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam 9 ml BPW 0,1%, kemudian dihomogenkan. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 .

  • Media dan Reagen yang digunakan

Lactose Broth (LB), Tetrathyonate Briliant Green Broth (TBGB), Hektoen Enteric Agar (HEA) dan Brilliant Green Agar (BGA), Nutrient Agar (NA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar, Lysine Decarboxylase Medium, Indol Medium. Lysine Decarboxylase, Methyl red Voges-Proskaues (MR-VP), Salmonella Polyvalent Somatic (O) Antiserum A-S, Salmonella Polyvalent Flagelar (H Antiserum Fase 1 dan 2,) Antiserum A-S, Salmonella Somatic (O) Monovalent Antisera: Vi.

  • Peralatan

Cawan petri, tabung, reaksi, tabung serologi, pipet, botol media, guntung, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacer, pembakar bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer.

  • Pengujian Bakteri Salmonella

Pengujian bakteri Salmonella dilakukan dengan cara penyiapan dan homogenisasi sampel, pra-pengkayaan, pengkayaan, penanaman pada media selektif, penegasan dengan uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan uji serologis. Pra-pengkayaan sampel dilakukan dengan menimbang 25 gram sampel ditambahkan 225 ml Lactose Broth, kemudian dihomogenkan dengan stomacher. Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 – 20 jam. Dari biakan pra pengkayaan ini dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam 100 ml Tetrathyonate Briliant Green Broth, diinkubasi pada suhu 43 oC selama 24 jam (pengkayaan). Dari biakan pengkayaan, diambil satu sengkelit kemudian digoreskan pada cawan Petri berisi media selektif Hektoen Enteric Agar (HEA) dan Brilliant Green Agar (BGA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Koloni tersangka pada media HEA jika koloni berwarna biru hijau dengan atau tanpa bintik hitam di tengah, sedangkan pada media BGA, jika koloni berwarna merah muda hingga merah atau bening hingga buram dengan lingkaran merah muda sampai merah. Uji penegasan (uji biokimia) dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil koloni tersangka dan digoreskan pada permukaan media Nutrient Agar dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 – 24 jam. Dari biakan ini diambil satu sengkelit, dipindahkan ke dalam media Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Urea Agar, Lysine Decarboxylase Medium dan Indol Medium. Reaksi biokimia Salmonella jika pada TSI Agar, bagian tegaknya berwarna kuning dengan atau tanpa warna hitam (H2S), bagian miring berwarna merah atau tidak berubah. Pada media Urea Agar , warna media tidak berubah (reaksi negatif), dan pada Lysine Decarboxylase berwarna ungu (reaksi positif). Untuk uji Indol, bereaksi negatif dengan warna jingga . Uji serologi, jika reaksi biokimia menunjukkan ada Salmonella. Satu sengkelit dari biakan TSI Agar diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian antisera diteteskan disamping biakan. Dengan menggunakan sengkelit, tetesan antisera dan biakan dicampur, bila terjadi penggumpalan menunjukkan uji positif. Jika reaksi biokimia menunjukkan adanya Salmonella dan uji serologi positif, maka Salmonella dinyatakan positif.


PENGUJIAN AVIAN INFLUENZA
  • POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik molekuler yang sensitif untuk mendeteksi gen virus avian influenza. Teknik ini digunakan untuk mendeteksi genom virus avian influenza ketika virus telah kehilangan kemampuan untuk bereplikasi. Penggunaan teknik molekular yang secara langsung dapat mendeteksi virus dalam cairan alantois yang telah diinfeksi membuat identifikasi dan karakterisasi genetik virus influenza A termasuk avian influenza menjadi cepat dan akurat. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik yang mempunyai banyak kelebihan dalam mengidentifikasi genom, termasuk dalam hal ini genom virus avian influenza, ketika virus tidak dalam jumlah yang banyak. Genom virus avian influenza adalah single-strand RNA, sehingga pada reaksi PCR dibutuhkan sintesa sebuah kopi DNA (cDNA) yang berkomplementari dengan RNA virus. Reverse Transcriptase (RT) adalah enzim polimerase yang digunakan untuk mensintesa cDNA. Sehingga reaksinya disebut RT-PCR. Metode RT-PCR sudah banyak digunakan untuk mendiagnosa adanya virus avian influenza, biasanya metode ini akan dilanjutkan dengan sekuensing DNA untuk melihat lebih jauh tentang karakter molekuler virus ini, seperti mutasi virus, hubungan kekerabatan dan untuk rekayasa genetik lainnya

    • Prinsip uji :

Viral RNA (vRNA) diekstraksi dan kemudian cDNA disintesa dengan Reverse Transcriptase menghasilkan complementary DNA (cDNA) yang kemudian digunakan sebagai templat untuk PCR, yang akan menghasilkan complementary double strand DNA (dsDNA). dsDNA dihasilkan dengan siklus denaturasi, annealing dan ekstensi yang berhasil dengan adanya primer sense dan antisense spesifik dan thermal stable Taq polymerase.

    • Alat, Bahan Dan Metode

Pencantuman nama/merek tertentu (alat, bahan, kit) tidak mengikat, karena hanya sebagai contoh. Masing-masing UPT bebas memilih merek yang menurut pengalaman paling cocok sesuai kondisi setempat.

  • Peralatan
    • LAF (Laminar Air Flow), Mikropipet 1000 ml, 200 ml, dan 10 ml Aerosol Resistant Tips (ART) 1000 ml, 200 ml, dan 10 ml, Vortex ,Mesin Sentrifugasi 4oC (refrigerated centrifuge), PCR sprint, Hybaid , Tabung PCR 0,5 ml, Tabung ependorf 1,5 ml, Horizontal agarose gel electrophoresis apparatus (GC Plus) , Well-forming combs (sisir pembentuk sumur), Power supply, Microwave, UV transilluminator, Kamera polaroid , Alat timbang (balance) dan Parafilm
  • Bahan
    • Cairan alantois atau sampel usapan kloaka dalam media transport
    • Reagent Trizol-LS
    • Kloroform
    • Isopropanol
    • Etanol 70% + Dietil Pirokarbonat (DEPC)
    • Distilled water
    • Primer M52C 5’-CTTCTAACCGAGGTCGAAACG-3’
    • Primer M253 5’-AGGGCATTTTGGACAAAG/TCGTCTA-3’
    • Primer H5-F 5’-ACACATGCYCARGACATACT
    • Primer H5-R 5’-CTYTGRTTYAGTGTTGATGT
    • Buffer TBE (Tris Borat Acid EDTA)
    • Ethidium bromide (10 mg/mL)
    • Agarose
    • DNA ladder 1000 bp / 1 kb
    • Loading dye
    • Transpor media berupa Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM)
    • QIAamp Viral RNA kit (untuk metode isolasi 2)
    • Prosedur Kerja
  1. Isolasi RNA Virus Dengan Trizol. Metode isolasi RNA virus pada praktikum ini adalah dengan menggunakan TRIzol Reagent (Invitrogen) :
    1. Ambil cairan alantois / larutan /supernatan swab kloaka sebanyak 250 ul, masukkan dalam tabung eppendorf 1.5 ml, kemudian tambahkan TRIzol-LS sebanyak 750 ul
    2. Vortek selama 15 detik
    3. Inkubasi selama 5 menit pada temperatur ruang
    4. Tambahkan kloroform sebanyak 200 ul
    5. Vortek selama 15 detik
    6. Inkubasi selama 10 menit pada temperatur ruang
    7. Putar dengan microcentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm pada temperatur 4oC selama 15 menit
    8. Siapkan tabung eppendorf baru
    9. Ambil cairan bening bagian atas, jangan sampai cairan pada batas ataupun bawah (berwarna merah) ikut terambil
    10. Pindahkan cairan bening (400-500 ul) tersebut ke tabung eppendorf baru
    11. Tambahkan isopropanol sebanyak 500 ul
    12. Vortek selama 15 detik
    13. Inkubasi selama 10-15 menit
    14. Putar dengan microcentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm pada temperatur 4oC selama 15 menit
    15. Buang seluruh cairan (pada sisi bawah tabung mungkin akan tampak pellet putih RNA), jangan sampai pellet tersebut ikut terbuang
    16. Tambahkan ethanol- 70% sebanyak 500 ul
    17. Putar dengan microcentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm pada temperatur 4oC selama 15 menit
    18. Aspirasi semua ethanol- 70% dengan hati-hati
    19. Keringkan pellet yang terbentuk dengan vacuum pump atau biarkan di temperatur ruang selama 15-10 menit
    20. Setelah semua sisa cairan dalam tabung kering, resuspensi pellet RNA yang terbentuk dengan 10 ul RNAse free water
    21. Suspensi RNA dapat langsung digunakan atau dapat disimpan suspensi RNA pada temperatur –20oC
  2. Metode Isolasi RNA Virus Dengan Qiamp Viral RNA Kit
    1. Pipet 560 ul AVL ke dalam 1.5 ml tabung centrifuge
    2. Tambahkan 140 ul viral culture/original sample
    3. Vortex 15 detik
    4. Inkubasi pada temperature ruangan selama 10 menit
    5. Sentrifugasi sebentar saja ( satu menit )
    6. Tambahkan 560 ethanol dan vortex selama 15 detik
    7. Sentrifugasi sebentar saja ( satu menit )
    8. Masukkan 630 ul mixture ke dalam QIAamp column
    9. Sentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit
    10. Letakkan kolom ke dalam tabung koleksi yang baru (collection tube)
    11. Tambahkan 500 ul buffer AW1 ke dalam kolom
    12. Sentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit
    13. Letakkan kolom ke dalam tabung koleksi yang baru (collection tube)
    14. Tambahkan 500 ul buffer AW2 ke dalam kolom
    15. Sentrifugasi 8000 rpm selama 3 menit
    16. Letakkan kolom ke dalam 1.5 tabung microcentrifuge
    17. Tambahkan 60 ul buffer AVE dan inkubasi pada temperature ruang selama 1 menit
    18. Sentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit
    19. Simpan elusi RNA dalam microcentrifuge pada temp -20oC
  • RT-PCR VIRUS AVIAN INFLUENZA

RT-PCR dilakukan dengan menggunakan metode One Step RT-PCR system (Invitrogen) dengan menggunakan primer Matrix dan H5 : Cara Kerja RT-PCR dengan primer Matrix :

  • Buat campuran pada tabung PCR sebagai berikut :
    • React. Mix 25 ul
    • Primer Matrix Forward (50 pmol/ul) 1 ul
    • Primer Matrix Reverse (50 pmol/ul) 1 ul
    • Template (Suspensi RNA) 10 ul
    • ddH2O 12 ul
    • Taq/RT II 1 ul
    • TOTAL REAKSI 50 ul
  • Masukkan tabung dalam mesin Thermal Cycler
  • Program RT-PCR adalah sebagai berikut :
    • 42oC ---- 30 menit (Reverse Transcripatase)
    • 95oC ---- 4 menit
    • sebanyak 1 siklus
    • 95oC ---- 1 menit
    • 45oC ---- 1 menit
    • 72oC ---- 3 menit
    • sebanyak 40 siklus

Cara Kerja RT-PCR dengan primer H5:

  • Buat campuran pada tabung PCR sebagai berikut :
    • React. Mix 25 ul
    • Primer H5 Forward (20 pmol/ul) 2 ul
    • Primer H5 Reverse (20 pmol/ul) 2 ul
    • Template (Suspensi RNA) 10 ul
    • ddH2O 10 ul
    • Taq/RT II 1 ul
    • TOTAL REAKSI 50 ul
  • Masukkan tabung dalam mesin Thermal Cycler
  • Program RT-PCR adalah sebagai berikut :
    • 42oC ---- 45 menit (Reverse Transcripatase)
    • 95oC ---- 3 menit
    • sebanyak 1 siklus
    • 95oC ---- 30 detik
    • 55oC ---- 40 detik
    • 72oC ---- 40 detik
    • sebanyak 35 siklus
    • 72oC ---- 10 menit -à final extention
  • Set Primer Matrix :
    • M52C 5’- CTTCTAACCGAGGTCGAAACG-3’
    • M253R 5’- AGGGCATTTTGGACAAAG/TCGTCTA-3’
    • Produk PCR yang dihasilkan 212 bp
  • Set Primer H5 :
    • H5 - F 5’-ACACATGCYCARGACATACT
    • H5 - R 5’- CTYTGRTTYAGTGTTGATGT
    • Produk PCR yang dihasilkan 545 bp

Visualisasi Hasil RT-PCR

  • Pembuatan gel agarose 2%.
    • Gel agarose 2% dibuat dengan ditimbang 1 gr agarose dan dilarutkan dalam 50 ml 1X bufer TBE pada labu erlemeyer, kemudian dikocok sampai merata.
    • Larutan agarose dipanaskan dalam microwave sampai mendidih dan sampai larutan menjadi jernih.
    • Kemudian ditambahkan 2 ml ethidium bromida, dicampur hingga merata.
    • Setelah itu larutan dituang ke dalam tray dan dipasang well forming combs.
    • Larutan agarose dibiarkan mengeras.
    • Bila gel telah mengeras well forming combs dilepas secara perlahan-lahan dan gel agarose siap digunakan untuk elektroforesis
  • Elektroforesis
    • Tray yang berisi gel agarose diletakkan di dalam tank elektroforesis dan dimasukkan larutan 1X buffer TBE ke dalam tank elektroforesis tersebut hingga sekitar 1 mm di atas permukaan gel.
    • Kemudian diambil 2 ml loading dye buffer diletakkan di atas parafilm.
    • Dalam loading dye buffer ditambahkan sampel (hasil PCR) sebanyak 4-5 ml dan disuspensikan hingga merata.
    • Setelah itu larutan dimasukkan dalam sumur yang terdapat pada gel, tank elektroforesis ditutup dan dihubungkan arus listrik sebesar 100 volt selama 30 sampai 60 menit.
    • Bila proses elektroforesis selesai (loading dye berada satu cm dari batas bawah gel), arus listrik dimatikan dan diambil tray dengan menggunakan sarung tangan.
    • Gel hasil elektroforesis diletakkan pada UV transilluminator.
    • Dokumentasikan hasil elektroforesis dengan camera Polaroid atau Bioprint
  • Keberhasilan diagnosis virus secara garis besar tergantung pada kualitas spesimen dan kondisi transportasi pada saat spesimen tersebut dikirim dan penyimpanan spesimen sebelum di proses lebih lanjut di laboratorium.
  • PEMERIKSAAN ASPERGILOSIS

Aflatoxin merupakan hasil metabolisme mycotoxin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus (Kendrick E 2004). Aflatoxin adalah racun yang dihasilkan oleh metabolisme kapang pada makanan dan pakan ternak. Penyakit yang disebabkan oleh keracunan aflatoxin disebut aflatoxicosis biasanya terjadi pada ternak, binatang peliharaan dan manusia. Tahun 1960 terjadi wabah penyakit yang menyebabkan kematian 100.000 ekor kalkun muda pada peternakan unggas di Inggris, penyakit ini disebut “Turkey X Disease” . Hal ini juga menimbulkan kematian yang cukup tinggi pada 20.000 anak itik, anak burung merpati dan unggas lainnya. Wabah ini diduga terjadi karena mengkonsumsi pakan ternak yang berasal dari tepung kacang tanah Brazilia. Pada tahun 1961 toxin yang dihasilkan oleh A. flavus dapat teridentifikasi yang diberi nama aflatoxin yang berasal dari A. flavus ® afla ® Aflatoxin Untuk mendeteksi adanya mikotoxin dalam hasil pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan spektofotometri inframerah dimana mikotoxin terlihat berupa titik hitam. Ada tiga cara untuk mendeteksi aflatoxin yaitu :

  1. Test Sinar Hitam (Black Light Test) dengan memeriksa biji-bijian dengan dengan sinar infra merah ditempatkan pada bagian yang diduga terkontaminasi dengan aflatoxin.
  2. The Fluorometric Iodine Rapid Screening and Minicolum Test prosedur penyaringan secara cepat untuk menentukan ada tidaknya aflatoxin.
  3. Pemeriksaan prosedur laboratorium secara kuantitatif yang menentukan adanya aflatoxin seperti Thin - Layer Chromatography, Gas – Liquid Chromatography, High – Pressure Chromatography, Fluorometric Iodine dan ELISA.
    • Media dan Reagen

Saboround glucose agar,

  • Saboround dextrosa agar, Bahan yang digunakan Pepton 10,gr, dextrose 40,gr, agar 15 gr, aquadest 10000ml. Larutkan bahan-bahan tadi sambil dipanaskan, sterilisasi 121°C selama 15 menit, dinginkan selama 15 menit sehingga suhunya berkisar 56°C. Tambahkan 20 -100IU Penicillin, 30-100 ug streptomycin, 0,4 ug chloramphenicol permiliter medium untuk menghindari kontaminasi bakteri, setelah tercampur rata tuang ke dalam cawam petri @ ± 15 ml
  • Lactophenol cotton blue, Digunakan untuk deteksi elemen jamur. Bahan Lactophenol R/ Carbolic acid 20 ml, lactic acid 20 ml, aquadest 20 ml, aquadest 20 ml, glycerin 40 ml. Campurkan secara berurutan carbolic acid dengan aquadest, baru tambahkan lacyic acid dan glycerin. Lactophenol cotton blue: campurkan lactophenol acid yang telah dibuat 1000 ml dengan methylene blue (Cl.52015) 0,05 gr. Cara pemeriksaan:
    • Taruh 1 -2 tetes lactopnenol cotton blue pada obyek glass, campur dengan sampel sarang burung walet, tutup dengan obyek glass, panaskan sampai terbentuk uap (jangan sampai mendidih), biarkan dingin, periksa di bawah mikroskop.
    • Hasil spora jamur terwarnai biru termasuk dinding selnya dengan latar belakang jernih.
  • KOH 10%
    • Peralatan

Timbangan, penangas air, pipet, pinset, autoklave, erlemeyer, kaca preparat, skalpel, inkubator, botol reagen, cover glass, cawan petri.

    • Pemeriksaan
  1. Pemeriksaan langsung. Sampel dalam jumlah sesedikit mungkin diletakkan di atas kaca preparat, lalu beri 1-2 tetes KOH 10% atau lactophenol blue, tutup dengan cover glass dan hindari gelembung, lihat dengan mikroskop akan terlihat struktur khas dari spora, sporagiophore atau chonidiophore ataupun myselium bila ada cendawannya, biasanya utuh, bentuk struktur tadi dalam keadaan pendek atau terpisah
  2. Pemeriksaan secara kultur. Inokulasi media agar dalam petridish dengan potongan kecil sampel yang diduga mengandung aspergillus pada bagian tengahnya, segel cawan petri dengan menggunakan plastik perekat/ isolasi/selotif agar kelembaban di dalamnya terjaga, inkubasi pada suhu 37°C selama kurang 7 hari dengan dialasi kertas saring membasahi air, amati pertumbuhan setiap hari, Pengamatan koloni dilakukan setiap hari dengan memperhatikan pertumbuhannya, bentuk koloni dan warnanya, Aspergillus sp. Biasanya akan tumbuh pada hari ke 3 – 5 atau bisa lebih.
  3. Pemeriksaan secara mikroskopik. Dengan ujung jarum atau skalpel ambil/potong koloni yang tumbuh pada media agar, letakkan ditengah preparat, beri 1 – 2 tetes lactophenol cotton blue, lalu tutup dengan cover glass dan hindari adanya gelembung. Lihat dimikroskop hasil seperti pada pemeriksan langsung kan terlihat struktur khas dari spora, sporagiophore atau chonidiophore ataupun myselium bila ada cendawannya, biasanya utuh, bentuk struktur tadi berbeda antara cendawan yang satu dengan lainnya.
    • Cara menentukan hasil

Cendawan Aspergillus sp. Ditinjau dari segi koloni akan mempunyai sifat sebagai berikut :

  1. Pertumbuhan lambat
  2. Mula-mula berwarna putih
  3. Kemudian terlihat perubahan warna mulai dari bagian tengah koloni : Aspergillus niger berwarna coklat - hitam dari sporanya dengan tepi koloni berwarna putih, Aspergillus fumigatus pada bagian tengahnya berwarna biru-kehijauan untuk kemudian warnanya lebih gelap, Aspergillus flavus akan berwarna kuning – kuning kehijauan. Secara mikroskopik semua spesies dari aspergillus akan menunjukkan adanya konidiospora yang besar dengan vesikel yang jelas, folikel dan konidia yang jelas pada mycelium terlihat septa-septanya.
  • PEMERIKSAAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS
    • Preparasi sampel

Sarang burung walet yang telah dicuci ditimbang sebanyak 25 gram digerus dengan krus porcelain, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer BPW 0,1% sebanyak 225 ml (1 : 10)/dianggap sudah 10-1, dihomogenkan dengan bantuan stomacher 15.000 – 20.000 rpm. Selanjutnya dibuat pengenceran dari 10-1 menjadi 10-2 dengan cara : 1 ml larutan sampel pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam 9 ml BPW 0,1%, kemudian dihomogenkan. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 .

    • Media dan Reagen yang digunakan

BPW 0,1%, media Baird-Parker Agar (BPA) yang sudah ditambahkan dengan 5% Egg Yolk Tellurite Emulsion (5 ml ke dalam 95 ml medium BPA), Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dan plasma kelinci.

    • Peralatan

Cawan petri, tabung, reaksi, tabung serologi, pipet, botol media, guntung, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacer, pembakar bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer.

    • Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus

Diambil 1 ml larutan sampel pada pengenceran 10-1 dengan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1% untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Ditambahkan 15 – 20 ml media Baird-Parker Agar (BPA) yang sudah ditambahkan dengan 5% Egg Yolk Tellurite Emulsion (5 ml ke dalam 95 ml medium BPA) pada masing-masing cawan yang sudah berisi larutan sampel. Supaya larutan sampel dan media BPA homogen dilakukan pemutaran cawan membentuk angka delapan. Diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 24 – 48 jam dan cawan petri diletakkan terbalik. Dipilih cawan petri yang mengandung koloni 20 – 200. Koloni S. aureus berwarna hitam mengkilat, tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang. Uji koagulase dilakukan dengan cara mengambil satu koloni tersangka dan dimasukkan ke dalam 5 ml Brain Heart Infusion Broth (BHIB) steril dan dihomogenkan. Diinkubasi pada suhu 35 oC selama 20 – 24 jam. Kemudian dari biakan ini diambil 0,1 ml dan ditambahkan ke dalam tabung steril yang berisi plasma darah kelinci 0,3 ml. Diinkubasi pada suhu 35 oC selama 2 – 6 jam. Jika terjadi koagulasi menunjukkan reaksi positif. Penghitungan jumlah S. aureus dalam 1 gram sampel adalah jumlah koloni dalam cawan yang memberikan reaksi koagulase positif dikalikan faktor pengenceran


  • PEMERIKSAAN LISTERIA SP
    • Bahan Media dan Reagen

Bahan kimia yang digunakan listeria enrichment broth (LEB, CM 0862, Oxoid, England), oxford agar (OXA, CM 0856, Oxoid, England), trypticase soy agar dengan yeast extract (TSAye, Difco TM, USA), tryptone soya broth dengan yeast extract (TSBye, Bacto TM-Difco, USA), media semisolid yaitu sulfide, indol, motility (SIM), kalium hydroxide (KOH) 3%, pereaksi hydrogen peroxide (H2O2) 3%, gula-gula mannitol, xylosa, rhamnosa, pewarnaan Gram, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan ammonium sulfat ([NH4]2 SO4), media agar darah domba (5-7%), phosphat buffer saline (PBS) serta biakan L. monocytogenes (isolat lapang/feldstamm) sebagai kontrol positif.

    • Alat

Alat yang digunakan adalah cawan petri (diameter 100 mm, tinggi 15 mm), tabung reaksi berpenutup, botol media, gelas Erlenmeyer, pipet volumetrik, bola karet pipet, öse, laminar flow, mikroskop, pembakar bunsen, timbangan, tube sheaker (vortex), inkubator bersuhu 30 ºC ± 1 ºC, inkubator bersuhu 37 ºC ± 1 ºC, penangas air, autoklaf, lemari steril (clean bench) dan lemari pendingin (refrigerator).

    • Metode Pengujian

Metode uji konvensional untuk isolasi dan identifikasi L. monocytogenes yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual, US Food and Drug Administration dan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Bergey 1994) dan metode uji kekeruhan (Aschaffenburg test) untuk mengetahui kesempurnaan proses sterilisasi. Tatacara Pengujian Isolasi dan Identifikasi Tahap pengayaan dilakukan sebagai berikut: sebanyak 25 ml contoh susu UHT ditambahkan ke dalam 225 ml LEB, kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam, 48 jam dan 7 hari. Setelah inkubasi 24 jam, dilakukan tahap isolasi dengan menumbuhkan sebanyak satu öse larutan tersebut di atas pada media oxford secara duplo, kemudian satu set contoh diinkubasi pada 35 - 37 oC selama 24 – 48 jam dan satu set lain diinkubasi pada suhu 4 oC selama 24 dan 48 jam. Cara yang sama dilakukan setelah inkubasi pada media LEB selama 48 jam dan 7 hari. Adanya pertumbuhan Listeria ditandai dengan koloni pada media Oxford berwarna hitam dikelilingi zona jernih. Sebanyak 3 – 5 koloni tersebut kemudian ditumbuhkan pada TSAye dan diinkubasikan pada 30 oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh pada TSAye berwarna terang kebiruan kemudian diidentifikasi dengan pewarnaan Gram, uji katalase menggunakan H2O2 3%, uji KOH 3% dan uji CAMP. Koloni yang tumbuh pada TSAye tersebut juga diinokulasi dalam TSBye pada suhu 37 oC selama 24-48 jam. Selanjutnya dari TSBye tersebut diuji gula-gula (mannitol, rhamnose dan xylose) dan motilitas menggunakan media SIM.

Tatacara Uji Pewarnaan Gram Uji pewarnaan Gram yang dilakukan berdasarkan metode Christian Gram ini merupakan uji pewarnaan diferensial yang bertujuan untuk mengetahui morfologi bakteri L. monocytogenes. Tahapan uji tersebut sebagai berikut: satu koloni diambil dari media TSAye dengan menggunakan öse sucihama, diletakkan di atas gelas obyek, ditambahkan PBS satu tetes dan diratakan tipis. Preparat dianginkan hingga kering dan selanjutnya difiksasi di atas api Bunsen. Preparat direndam selama satu menit ke dalam pewarnaan carbol fuchsin, kemudian dicuci dengan air mengalir. Tahap selanjutnya, preparat direndam dengan larutan yodium selama satu menit dan dicuci dengan air mengalir. Berikutnya, preparat dicuci dengan larutan alcohol 95% selama 10-20 detik dan dicuci dengan air mengalir. Tahap terkahir preparat dicuci dengan air mengalir. Preparat dikeringkan dan selanjutnya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Sel bakteri berwarna ungu menunjukkan bakteri Gram positif, sedangkan sel bakteri Gram negatif berwarna merah. Tatacara Uji Katalase Sebagian besar bakteri yang tumbuh dalam suasana aerob menghasilkan enzim katalase. Uji katalase dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase pada bakteri tertentu. Tatacara uji ini adalah sebagai berikut, sejumlah satu öse koloni tersangka diambil dari media TSAye dan diletakkan di atas gelas obyek, kemudian ditambahkan dengan satu tetes H2O2 3% dan diaduk rata. Keberadaan enzim katalase ditandai dengan adanya buih akibat oksigen yang dibebaskan. Tatacara Uji KOH Sebanyak dua tetes larutan KOH 3% diletakkan di atas gelas obyek, ditambahkan dengan satu koloni bakteri tersangka L. monocytogenes yang diambil secara aseptik menggunakan öse sucihama. Campuran bakteri dan larutan KOH 3% kemudian diaduk dengan cepat di atas gelas obyek selama 60 detik. Beberapa saat kemudian akan terlihat campuran tersebut berserabut seperti benang kental yang terbentuk saat menaikkan dan menurunkan ose pada bakteri Gram negatif. Lendir tersebut merupakan komponen kromosom sel bakteri Gram negatif yang membran selnya telah dirusak oleh KOH 3%. Tatacara Uji CAMP Aktivitas hemolitik L. monocytogenes dapat diketahui dengan uji CAMP. Uji ini dilakukan dengan cara menumbuhkan koloni yang diduga L. monocytogenes pada media agar darah domba (5-7%) yang menggunakan biakan S. aureus dan kemudian dinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Adanya aktivitas hemolitik bakteri ditandai dengan adanya zona hemolisis di sekitar goresan S. Aureus. Tatacara Uji Gula-gula Uji ini dilakukan untuk mengetahui bakteri memfermentasi gula-gula dan menghasilkan asam tanpa gas. Sebanyak satu koloni tersangka diambil dari media TSBye, kemudian diinokulasikan pada media mannitol, rhamnosa dan xylosa. Media tersebut selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Hasil uji positif bila terjadi fementasi pada media gula-gula di atas ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi kuning dan hasil uji negatif bila media gula-gula tetap berwarna ungu. Tatacara Uji Motilitas Uji motilitas merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya pergerakan bakteri. Satu koloni tersangka diambil secara aseptik menggunakan öse jarum dari media TSBye, kemudian ditusukkan secara tegak lurus pada media semisolid SIM hingga kedalaman seperempat media. Media selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 24 jam. Pergerakan bakteri dapat diamati dengan adanya pertumbuhan di sekitar media, sedangkan bakteri tidak motil ditandai dengan adanya pertumbuhan hanya di bagian tusukan öse jarum saat inokulasi.

Interpretasi Hasil Identifikasi Listeria monocytogenes Listeria spp. termasuk mikroba Gram-positif dengan ditandai sel berbentuk batang dan berwarna ungu. Pada uji katalase adanya L. monocytogenes akan membentuk gas, sedangkan dengan uji KOH 3% , adanya mikroba tersebut ditandai dengan tidak terbentuknya lendir. Uji CAMP menunjukkan adanya zona hemolisis pada goresan L. monocytogenes yang membentuk ujung panah setengah lingkaran di sekitar goresan S. aureus, seperti yang ditampakkan. Listeria spp. ditandai dengan adanya pertumbuhan bakteri yang pergerakannya membentuk pola seperti payung di permukaan media (Wehr dan Frank 2004). Pada media SIM, L. monocytogenes menampakkan pertumbuhan hingga 0,5 cm di bawah permukaan agar membentuk payung. L. monocytogenes menghasilkan asam dan memfermentasi gula manitol, rhamnosa dan xylosa.

  • PEMERIKSAAN LEPTOSPIRA SP

Prinsip isolasi Leptospirosis mempunyai prinsip-prinsip yang terdiri dari isolasi dan identifikasi, pewarnaan, dan uji biokimia

    • Media dan pereaksi yang digunakan
  • Media EMJH yang dibuat dari:
    • NH4Cl 25,0 gr
    • ZnSo4 7H2O 0,4 gr
    • MgCl2 6H2O 1,5 gr
    • CaCl2 2H2O 1,5 gr
    • FeSO4 7H2O 0,5 gr
    • Sod Pyruvate 10,0 gr
    • Glycerol 10,0 gr
    • Tween 80 10,0 gr
    • Thiamine HCl 0,5 gr
    • Cyanocabalamin 0,2 gr
    • Aquadest 1000,0 ml
  • Kemudian ditambahkan 10 gr Bovine serum albumin, 50 ml aquadest. Komposisi media tersebut dicampur kemudian ditambahkan ke tabung, dan disterilkan dengan autoclave 121o C selama 15 menit.
    • Peralatan

Cawan petri, pipet, autoclave, kaca preparat, penangas, centrifuge, kaca penutup, kaca datar, tabung reaksi, timbangan, inkubator, labu Erlenmeyer, mikroskop medan gelap, tabung centrifuge, kaca pengaduk dan mikrotiter plate.

    • Pengujian Bakteri Leptospira sp.

Sampel sarang burung walet dan sriti yang telah dipreparasi, dimasukan ke dalam media EMJH, diinkubasi pada temperatur 30o C diperiksa dengan mikroskop medan gelap setiap 7 hari. Hasil yang positif terlihat bentuk dan gerakan khas dari Leptospira, bergerak maju mundur searah dengan proses memanjang tubuhnya.

  • PEMERIKSAAN ESCHERICHIA COLI
    • Preparasi sampel

Sarang burung walet yang telah dicuci ditimbang sebanyak 25 gram digerus dengan krus porcelain, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer BPW 0,1% sebanyak 225 ml (1 : 10)/dianggap sudah 10-1, dihomogenkan dengan bantuan stomacher 15.000 – 20.000 rpm. Selanjutnya dibuat pengenceran dari 10-1 menjadi 10-2 dengan cara : 1 ml larutan sampel pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam 9 ml BPW 0,1%, kemudian dihomogenkan. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 .

    • Media dan Reagen yang digunakan

Indol, Methyl Red (MR), Voges-Proskauer (VP), Citrate (IMViC), medium LSTB, EC Broth, Violet Red Bile Agar (VRBA), Nutrient Agar, Tryptone Broth, larutan alfa naftol, dSimmons citrate

    • Peralatan

Cawan petri, tabung, reaksi, tabung Durham, tabung serologi, pipet, botol media, gunting, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacer, pembakar bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer.

    • Pengujian Bakteri E. coli

Pengujian dilakukan dengan uji dugaan, uji peneguhan dan identifikasi melalui uji biokimiawi Indol, Methyl Red (MR), Voges-Proskauer (VP) dan Citrate (IMViC). Pengujian dugaan E. coli dilakukan sama dengan uji penduga pada Coliform dengan medium LSTB. Selanjutnya uji peneguhan dilakukan dengan memindahkan biakan positif dari tabung LSTB dengan menggunakan ose dari setiap tabung ke dalam EC Broth yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian diinkubasikan pada penangas air suhu 44 – 45 oC selama 24 – 48 jam. Gas yang terbentuk didalamnya dicatat dan dianggap positif. Hasil uji dinyatakan dengan terbentuk tidaknya gas dalam tabung Durham. Jika terbentuk gas dengan menunjuk pada tabel APM/MPN, dapat dinyatakan APM/MPN E. coli. Kemudian dari tabung yang membentuk gas digoreskan pada perbenihan Violet Red Bile Agar (VRBA) dalam cawan Petri dan diinkubasi pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dari perbenihan VRBA dipilih koloni berwarna merah gelap yang berdiameter 0.5 mm atau lebih dan diinokulasikan pada Nutrient Agar miring dalam tabung, diinkubasi pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dari biakan ini dilakukan pengujian IMViC. Sifat-sifat bakteri Coliform dengan uji IMViC.

  • Uji Indol dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan murni Nutrient Agar miring ke dalam Tryptone Broth, dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Ke dalam tabung ditambahkan 0,2 – 0,3 ml pereaksi indol (reagen Kovac). Warna merah tua pada permukaan menunjukkan reaksi indol positif, warna jingga menunjukkan reaksi indol negatif.
  • Uji Methyl Red dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan Nutrient Agar ke dalam media MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dengan menggunakan pipet, 5 ml dari larutan ini dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes merah metil dan dikocok. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif dan warna merah menunjukkan reaksi positif.
  • Uji Voges Proskauer (Uji VP) dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan Nutrient Agar ke dalam MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 jam. Dengan menggunakan pipet, 1 ml dari larutan ini dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,6 ml larutan alfa naftol dan 0,2 ml larutan kalium hidroksida dan dikocok. Didiamkan selama 2 – 4 jam. Warna merah muda hingga merah tua menunjukkan reaksi positif, warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif.
  • Uji Sitrat dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan Nutrient Agar ke dalam perbenihan Simmons citrate dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 – 96 jam. Warna biru menunjukkan reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi negatif. Untuk uji penegasan dengan reaksi biokimiawi dengan menunjukkan uji Indol dan MR positif dan uji VP serta sitrat negatif, dapat dinyatakan penegasan adanya E. coli.

BAB V. PENUTUP
  1. Realisasi kegiatan tindakan karantina hewan terhadap lalulintas pemasukan/ pengeluaran sarang burung walet dan sriti segera dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian;
  2. Petunjuk Pelaksanaan Kepala Badan Karantina Pertanian ini supaya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 853 Tahun 2011

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Protein hewani sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan manusia. Ternak sebagai sumber pangan (daging, telur, dan susu) bagi manusia memberikan kontribusi yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan akan protein hewani ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, peningkatan pendidikan dan peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi daging, telur dan susu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia yang terus meningkat diperkirakan belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut maka dilakukan melalui kegiatan pemasukan dan pengeluaran sapi dari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia, disamping upaya peningkatan produktifitas dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut Kementerian Pertanian mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak potong. Untuk menunjang Program Swasembada Daging tersebut, maka Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknisnya di seluruh Indonesia berperan aktif dalam program tersebut dengan melaksanakan tindakan karantina sesuai prosedur dan peraturan yang ada, untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan mempertahankan wilayah Republik Indonesia dari status bebas HPHK. Dalam rangka pelaksanaan tindakan karantina untuk pemasukan dan pengeluaran sapi dari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia harus dilakukan penanganan dan pemeriksaan yang ketat terhadap sapi tersebut. Hal ini untuk menjamin tersedianya sapi yang memenuhi syarat kesehatan, syarat keamanan hayati dan menjamin terselenggaranya usaha budidaya peternakan. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan pedoman dalam penanganan dan pemeriksaan sapi dalam rangka pelaksanaan tindakan karantina sebagai acuan bagi petugas di lapangan maupun pengguna jasa karantina/instansi terkait dalam rangka pelaksanaan tindakan karantina yang profesional berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sapi di dalam negeri maka dilakukan kegiatan pemasukan dan pengeluaran sapi dari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia. Pemasukan sapi dapat dilakukan oleh perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah. Untuk mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya HPHK dan/ atau penyakit hewan eksotik yang dapat ditularkan melalui sapi tersebut serta untuk perlindungan sumberdaya genetik ternak, dan menjaga kelangsungan pengembangan populasi sapi dalam negeri maka dalam pemasukan dan pengeluaran sapi harus memenuhi persyaratan pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Untuk persyaratan pemasukan dan pengeluaran sapi mengacu pada peraturan perundangan yang ada, tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong.

Maksud dan Tujuan
  1. Maksud. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam:
    1. Pelaksanaan tindakan karantina terhadap sapi dalam rangka untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK yang ditularkan oleh sapi.
    2. Persamaan presepsi dalam melaksanakan tindakan karantina terhadap sapi.
  2. Tujuan. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah:
    1. Mengefektifkan pelaksanaan tindakan karantina terhadap sapi dalam mencegah masuk dan tersebarnya HPHK melalui sapi.
    2. Mengefektifkan pengawasan dan pemeriksaan sapi yang dilalulintaskan
    3. Melindungi konsumen dari benih, bibit ternak dan ternak potong yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan.
Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi :

    1. Penanganan dan pemeriksaan sapi
    2. Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium
    3. HPHK yang dapat disebarkan melalui Sapi
    4. Jenis sapi dan Restrain/Handling sapi.
    5. Persyaratan pemasukan dan pengeluaran sapi
Batasan (Pengertian)

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:

    1. Area adalah daerah dalam suatu pulau, pulau, atau kelompok pulau di dalam negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama dan penyakit hewan karantina.
    2. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian adalah UPT di lingkungan Badan Karantina Pertanian, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Badan Karantina Pertanian.
    3. Pengambilan sampel atau spesimen adalah tindakan perlakuan pada media pembawa dengan cara mengambil sejumlah sampel dan atau spesimen untuk kepentingan pengujian, identifikasi dan peneguhan diagnosis hama dan penyakit hewan karantina sesuai ketentuan dan tata cara pengambilan sampel dan atau spesimen yang benar.
    4. Petugas teknis karantina hewan adalah petugas Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner yang diberi tugas melakukan tindakan karantina.
    5. Spesimen adalah contoh bahan pemeriksaan penyakit yang berasal dari hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang dicurigai.
    6. Laboratorium veteriner adalah laboratorium kesehatan hewan, laboratorium kesehatan veteriner, laboratorium karantina hewan, dan laboratorium lainnya yang ditunjuk untuk melakukan tugas pengujian, penyidikan dan upaya penanggulangan terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina dengan menggunakan metode uji yang standar
    7. Pemasukan sapi adalah serangkaian kegiatan untuk memasukan sapi dari luar negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia baik untuk pemenuhan kebutuhan benih, bibit ternak dan ternak potong dalam negeri.
    8. Pengeluaran sapi adalah serangkaian kegiatan untuk mengeluarkan sapi dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar negeri.
    9. Sapi adalah semua hasil pemuliaan sapi yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembang biakan.
    10. Negara asal pemasukan yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu negara yang mengeluarkan benih, bibit ternak dan ternak potong ke suatu tempat pemasukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
    11. Negara tujuan adalah suatu negara yang menerima benih, bibit ternak dan ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia.
    12. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
    13. Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disingkat SPP adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya, kepada perorangan atau badan hukum atau instansi pemerintah untuk dapat melakukan pemasukan benih, bibit ternak atau ternak potong dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
    14. Surat Persetujuan Pengeluaran yang selanjutnya disingkat SPP-l adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya, kepada perorangan atau badan hukum atau instansi pemerintah untuk dapat melakukan pengeluaran benih, bibit ternak atau ternak potong ke luar wilayah negara Republik Indonesia.
    15. Persyaratan Kesehatan Hewan (Health Requirements) adalah persyaratan dibidang kesehatan hewan yang ditetapkan negara tujuan yang memuat status kesehatan hewan di negara asal, status kesehatan hewan di peternakan asal, dan perlakuan kesehatan hewan serta tindakan karantina yang harus dipenuhi oleh negara asal.
    16. Dokumen Persyaratan Karantina Hewan adalah sertifikat kesehatan dari negara/area asal (health certificate), surat keterangan asal (certificate of origin), Pasport hewan dan surat keterangan mutasi/transit;Surat Persetujuan Pemasukan/ Surat Rekomendasi Pemasukan
    17. Dokumen Kesehatan Hewan adalah surat keterangan yang menyatakan pemenuhan persyaratan kesehatan hewan sebagaimana ditentukan dalam Health Requirements yang ditetapkan oleh negara tujuan dan dikeluarkan secara sah oleh pejabat kesehatan hewan yang berwenang di negara asal atau surat keterangan asal yang menyatakan pemenuhan persyaratan kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang berwenang di Kabupaten/Kota setempat.
    18. Surat Rekomendasi Pemasukan adalah surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan Hewan/ Kesehatan Masyarakat Veteriner di daerah tujuan
    19. Silsilah (pedigree) adalah catatan mengenai asal-usul keturunan ternak yang meliputi nama, nomor dan performa dari ternak dan tetua penurunnya.
    20. Bibit Dasar/foundation stock (FS) adalah bibit hasil dari suatu proses pemuliaan dengan spesifikasi bibit yang memiliki silsilah dan telah melalui uji performans dan atau uji zuriat.
    21. Bibit Induk/breeding stock (BS) adalah bibit dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar.
    22. Bibit Sebar/Commercial stock (CS) adalah bibit dengan spesifikasi tertentu untuk digunakan dalam proses produksi.
    23. Penyakit Hewan Eksotik adalah penyakit yang belum pernah terjadi atau muncul di suatu negara atau wilayah baik secara klinis, epidemiologis maupun laboratoris. (catatan termasuk HPHK).
    24. Dinas adalah instansi pemerintah daerah yang menangani fungsi Peternakan dan/atau Kesehatan Hewan.
BAB II. DOKUMEN PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS SAPI
  1. Impor. Dokumen persyaratan untuk lalulintas sapi impor adalah sebagai berikut:
    1. Sertifikat Kesehatan Hewan (Certicate of animal health) yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit;
    2. Surat Persetujuan Pemasukan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian;
    3. Surat Keterangan Transit apabila alat angkut melakukan transit
    4. Surat Keterangan Asal (Certicate of health)
    5. Untuk sapi bibit dilengkapi dengan Sertifikat asal usul/silsilah (pedigree) yang dikeluarkan oleh Assosiasi Breeder sejenis atau badan-badan pemerintah/semi pemerintah/swasta yang berwenang
  2. Antar Area. Dokumen persyaratan untuk lalulintas sapi antar area adalah sebagai berikut:
    1. Sertifikat Kesehatan Hewan (Certicate of animal health) yang diterbitkan oleh pejabat berwenang (karantina pertanian)
    2. Sertifikat Keterangan Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang dari daerah asal.
    3. Surat Rekomendasi dari pejabat yang berwenang dari daerah tujuan
  3. Ekspor. Dokumen persyaratan untuk lalulintas sapi ekspor adalah sebagai berikut:
    1. Surat Persetujuan Pengeluaran dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian;
    2. Surat Keterangan Kesehatan Hewan dari pejabat yang berwenang dari daerah asal;
    3. Surat Rekomendasi dari pejabat yang berwenang dari daerah asal;
    4. Surat Keterangan Asal (Certicate of origin)
BAB III. TINDAKAN KARANTINA HEWAN
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS SAPI IMPOR

Tindakan karantina bertujuan untuk mencegah masuk, keluar dan tersebarnya HPHK, untuk menjamin terhindarnya pencemaran lingkungan oleh limbah dan menghindari kemungkinan penyebaran hama penyakit hewan karantina. Tindakan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan
    1. Pemeriksaan Dokumen Persyaratan Karantina. Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen
    2. Pemeriksaan Mutu/Kualitas Sapi Bibit. Untuk memperoleh sapi yang sehat, memenuhi standar keamanan hayati, kesehatan hewan maka dilakukan pemeriksaan fisik dan pembuktian (control inspection and approval – CIA) oleh petugas karantina hewan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
      1. Pemeriksaan jenis dan kelamin sapi
      2. Pemeriksaan bangsa sapi
      3. Pemeriksaan warna sapi
    3. Pemeriksaan klinis hewan, meliputi pemeriksaan:
      1. Mukosa/selaput lendir
      2. Parasit kulit
      3. Permukaan kulit
      4. Luka
      5. Faeces
      6. Nafsu makan/minum
      7. Pergerakan rumen
      8. Alat pergerakan
      9. Alat pernafasan
      10. Alat kardiavasculer
    4. Waktu:
    5. Pemeriksaan dilakukan pada siang hari, kecuali atas pertimbangan dokter hewan karantina.
    6. Pemeriksaan dilakukan sejak hewan diserahkan sampai dengan tindakan karantina dinyatakan selesai/berakhir.
  2. Pengasingan dan Pengamatan
    1. Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan selama minimal 14 hari.
    2. Pengamatan kondisi hewan dilakukan setiap hari selama masa karantina dengan mengamati gejala klinis yang timbul selama masa pengasingan
  3. Perlakuan
    1. Memisahkan/mengisolasi hewan yang sakit dan dilakukan pengobatan
    2. Dilakukan pengobatan terhadap hewan yang sakit selama masa karantina. sepanjang dinilai tidak mengganggu proses pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya.
  4. Jenis Sampel dan Pemeriksaan Laboratorium
    1. Spesimen/sampel untuk pemeriksaan/pengujian laboratorium pada sapi betina adalah sebagai berikut:
      1. Darah, untuk pengujian:
        1. Anthrax (dari pembuluh darah perifer), pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        2. Theileriosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        3. Babesiosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        4. Anaplasmosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah
        5. Hemmorhagic Septichemia (dari pembuluh darah perifer), pengujian dengan metode ulas darah
      2. Serum, untuk pengujian:
        1. Brucellosis, pengujian dilakukan dengan metode Rose Bengal Test (RBT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan metode Complement Fixation Test (CFT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
        2. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), pengujian dengan metode ELISA, Serum Netralisasi Test (SNT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR
        3. Enzootic Bovine Leucosis (EBL), pengujian dengan metode ELISA, AGID. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR.
        4. Bovine Viral Diarrhea(BVD), pengujian dengan metode ELISA, Viral Netralisasi Test (VNT).
        5. Paratuberculosis, pengujian dengan metode ELISA atau CFT. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR dan kultur dari feses.
        6. Q Fever, pengujian dengan metode indirect immunofluorescence (IFA), ELISA dan CFT
        7. Trichomonosis, pengujian dengan metode ELISA, PCR.
      3. Feses, untuk pengujian:
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian kultur. Dilakukan jika hasil ELISA dan PCR positif.
      4. Fetus/abortusan, untuk pengujian:
        1. Brucellosis (cairan uterus/plasenta/isi lambung fetus/paru-paru fetus/cotyledon/ limfoglandula), pengujian dengan metode kultur)
      5. Swab, untuk pengujian:
        1. Trichomonosis (swab cervix), dengan metode mucous agglutination test.
      6. Susu
        1. Brucellosis, dengan metode pengujian Milk Ring Test
      7. Kulit
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian tuberculinasi (intradermal test)/delayed type hipersensitivity (DTH).
        2. Trichomonosis, dengan metode intradermal tricin test
      8. Cairan udem
        1. Hemmorhagic Setichemia, dengan metode pengujian preparat ulas
    2. Spesimen/sampel untuk pemeriksaan/pengujian laboratorium pada sapi jantan:
      1. Serum, untuk pengujian:
        1. Brucellosis, pengujian dilakukan dengan metode Rose Bengal Test (RBT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan metode Complement Fixation Test (CFT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
        2. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), pengujian dengan metode ELISA, Serum Netralisasi Test (SNT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR
        3. Enzootic Bovine Leucosis (EBL), pengujian dengan metode ELISA, AGID. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR.
        4. Bovine Viral Diarrhea(BVD), pengujian dengan metode ELISA, Viral Netralisasi Test (VNT).
        5. Paratuberculosis, pengujian dengan metode ELISA atau CFT. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR dan kultur dari feses.
        6. Trichomonosis, pengujian dengan metode ELISA, PCR.
      2. Feses, untuk pengujian:
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian kultur. Dilakukan jika hasil ELISA dan PCR positif.
      3. Kulit
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian tuberculinasi (intradermal test)/delayed type hipersensitivity (DTH).
        2. Trichomonosis, dengan metode intradermal tricin test
    3. Prosedur Pemeriksaan Brucellosis
      1. Pengambilan sampel dan pengujian Brucellosis dilakukan baik terhadap sapi bibit maupun sapi potong.
      2. Pengambilan sampel dan pengujian terhadap sapi bibit adalah 100%.
      3. Pengambilan sampel dan pengujian dilakukan sebagai berikut:
        1. Uji brucellosis dilakukan dengan metode RBT sebanyak 2 (dua) kali;
        2. Sapi hanya dapat dikeluarkan dari negara asal/sumber ternak minimal 30 (tiga puluh) hari setelah uji RBT pertama dengan hasil negatif;
        3. Uji yang dilaksanakan di negara asal dianggap pengujian pertama, uji kedua dilakukan di karantina tempat pemasukan;
        4. Selang waktu antara uji pertama dan uji kedua sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari dan paling lambat 60 (enam puluh) hari;
        5. Apabila daerah pelepasan adalah daerah bebas brucellosis, pengujian kedua dilakukan di IKH dalam selang waktu 30 hari setelah pengujian pertama.
          1. Jika hasil negatif maka sapi dinyatakan bebas dari brucellosis.
          2. Jika hasil positif maka dilakukan pemotongan bersyarat (pemusnahan).
        6. Apabila daerah pelepasan adalah daerah endemis, maka pengujian kedua dilakukan berkoordinasi dengan Dinas yang membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat, setelah pelepasan dari karantina dalam selang waktu 30 hari dari pengujian di IKH.
  5. Penahanan:
    1. Penahanan dilakukan bila:
      1. Dokumen persyaratan tidak dapat dilengkapi.
      2. Hasil pengujian laboratorium didapatkan hasil positif terhadap penyakit brucellosis, paratuberculosis, anthrax, didapatkan hasil positif untuk dilakukan pemotongan bersyarat (pemusnahan).
  6. Penolakan
    1. Penolakan dilakukan apabila ternyata :
      1. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, tertular hama penyakit hewan karantina;
      2. persyaratan karantina tidak seluruhnya dipenuhi;
      3. setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi; atau
      4. setelah diberikan perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
  7. Pemusnahan
    1. Pemusnahan dilakukan bila:
      1. setelah sapi tersebut diturunkan dari alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;
      2. Sapi yang ditolak tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan;
      3. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri; atau
      4. setelah sapi tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan, tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
  8. Pembebasan
    1. Pembebasan dilakukan bila:
      1. setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;
      2. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;
      3. setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari hama penyakit hewan karantina; atau
      4. setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat dipenuhi
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS SAPI ANTAR AREA

Pada prinsipnya tindakan karantina terhadap lalulintas sapi antar area sama dengan tindakan karantina sapi impor.

  1. Pemeriksaan
    1. Pemeriksaan Dokumen Persyaratan Karantina. Diperlukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen
    2. Pemeriksaan Mutu/Kualitas Sapi Bibit. Untuk memperoleh sapi yang sehat, memenuhi standar keamanan hayati, kesehatan hewan maka dilakukan pemeriksaan fisik dan pembuktian (control inspection and approval – CIA) oleh petugas karantina hewan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
      1. Pemeriksaan jenis dan kelamin sapi
      2. Pemeriksaan bangsa sapi
      3. Pemeriksaan warna sapi
    3. Pemeriksaan klinis hewan, meliputi pemeriksaan:
      1. Mukosa/selaput lendir
      2. Parasit kulit
      3. Permukaan kulit
      4. Luka
      5. Faeces
      6. Nafsu makan/minum
      7. Pergerakan rumen
      8. Alat pergerakan
      9. Alat pernafasan
      10. Alat kardiavasculer
    4. Waktu:
      1. Pemeriksaan dilakukan pada siang hari, kecuali atas pertimbangan dokter hewan karantina.
      2. Pemeriksaan dilakukan sejak hewan diserahkan sampai dengan tindakan karantina dinyatakan selesai/berakhir.
  2. Pengasingan dan Pengamatan
    1. Dilakukan pengasingan di Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan
    2. Pengamatan kondisi hewan dilakukan setiap hari selama masa karantina dengan mengamati gejala klinis yang timbul selama masa pengasingan
  3. Perlakuan
    1. Memisahkan/mengisolasi hewan yang sakit dan dilakukan pengobatan
    2. Dilakukan pengobatan terhadap hewan yang sakit selama masa karantina. sepanjang dinilai tidak mengganggu proses pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya.
  4. Jenis Sampel dan Pemeriksaan Laboratorium
    1. Spesimen/sampel untuk pemeriksaan/pengujian laboratorium pada sapi betina adalah sebagai berikut:
      1. Darah, untuk pengujian:
        1. Anthrax (dari pembuluh darah perifer), pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        2. Theileriosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        3. Babesiosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah.
        4. Anaplasmosis, pengujian dilakukan dengan metode ulas darah
        5. Hemmorhagic Septichemia (dari pembuluh darah perifer), pengujian dengan metode ulas darah
      2. Serum, untuk pengujian:
        1. Brucellosis, pengujian dilakukan dengan metode Rose Bengal Test (RBT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan metode Complement Fixation Test (CFT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
        2. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), pengujian dengan metode ELISA, Serum Netralisasi Test (SNT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR
        3. Enzootic Bovine Leucosis (EBL), pengujian dengan metode ELISA, AGID. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR.
        4. Bovine Viral Diarrhea(BVD), pengujian dengan metode ELISA, Viral Netralisasi Test (VNT).
        5. Paratuberculosis, pengujian dengan metode ELISA atau CFT. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR dan kultur dari feses.
        6. Q Fever, pengujian dengan metode indirect immunofluorescence (IFA), ELISA dan CFT
        7. Trichomonosis, pengujian dengan metode ELISA, PCR.
      3. Feses, untuk pengujian:
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian kultur. Dilakukan jika hasil ELISA dan PCR positif.
      4. Fetus/abortusan, untuk pengujian:
        1. Brucellosis (cairan uterus/plasenta/isi lambung fetus/paru-paru fetus/cotyledon/ limfoglandula), pengujian dengan metode kultur)
      5. Swab, untuk pengujian:
        1. Trichomonosis (swab cervix), dengan metode mucous agglutination test.
      6. Susu
        1. Brucellosis, dengan metode pengujian Milk Ring Test
      7. Kulit
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian tuberculinasi (intradermal test)/delayed type hipersensitivity (DTH).
        2. Trichomonosis, dengan metode intradermal tricin test
      8. Cairan udem
        1. Hemmorhagic Setichemia, dengan metode pengujian preparat ulas
    2. Spesimen/sampel untuk pemeriksaan/pengujian laboratorium pada sapi jantan:
      1. Serum, untuk pengujian:
        1. Brucellosis, pengujian dilakukan dengan metode Rose Bengal Test (RBT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan metode Complement Fixation Test (CFT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
        2. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), pengujian dengan metode ELISA, Serum Netralisasi Test (SNT). Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR
        3. Enzootic Bovine Leucosis (EBL), pengujian dengan metode ELISA, AGID. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR.
        4. ELISA, AGID. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR.
        5. Bovine Viral Diarrhea(BVD), pengujian dengan metode ELISA, Viral Netralisasi Test (VNT).
        6. Paratuberculosis, pengujian dengan metode ELISA atau CFT. Jika hasil positif dilanjutkan dengan PCR dan kultur dari feses.
        7. Trichomonosis, pengujian dengan metode ELISA, PCR.
      2. Feses, untuk pengujian:
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian kultur. Dilakukan jika hasil ELISA dan PCR positif.
      3. Kulit
        1. Paratuberculosis, dengan metode pengujian tuberculinasi (intradermal test)/delayed type hipersensitivity (DTH).
        2. Trichomonosis, dengan metode intradermal tricin test
    3. Prosedur Pemeriksaan Brucellosis
      1. Pengambilan sampel dan pengujian Brucellosis dilakukan baik terhadap sapi bibit maupun sapi potong.
      2. Untuk sapi jantan yang sudah dikastrasi dan akan langsung disembelih tidak dilakukan pengambilan sampel dan pengujian terhadap Brucellosis.
      3. Pengambilan sampel dan pengujian terhadap sapi bibit adalah 100%.
      4. Pengambilan sampel dan pengujian dilakukan sebagai berikut:
        1. Uji brucellosis dilakukan dengan metode RBT sebanyak 2 (dua) kali;
        2. Selang waktu antara uji pertama dan uji kedua sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari dan paling lambat 60 (enam puluh) hari;
        3. Sapi hanya dapat dikeluarkan dari daerah asal/sumber ternak minimal 30 (tiga puluh) hari setelah uji pertama dengan hasil negatif (dibuktikan dengan menyertakan hasil pengujian laboratorium). Uji pertama dilaksanakan di lapangan oleh Dinas Peternakan setempat (daerah asal);
        4. Di daerah pengeluaran:
          1. Apabila di daerah asal baru dilakukan 1 (satu) kali uji serologik, maka uji kedua dilakukan di karantina daerah asal;
          2. Apabila dari hasil uji RBT kedua ditemukan hasil yang positif, maka dilakukan konfirmasi dengan Uji CFT.
          3. Apabila hasil Uji CFT positif, terhadap sapi tersebut ditolak pengeluarannya dan apabila hasil uji CFT negatif, sapi dinyatakan bebas dari brucellosis dan dapat diberangkatkan.
        5. Di daerah pemasukan:
          1. Jika di daerah pengeluaran sudah dilakukan test serologis sebanyak 2 kali dan hasilnya negatif brucellosis (dengan menyertakan hasil pengujian laboratorium), maka di daerah pemasukan tidak perlu dilakukan pengujian terhadap brucellosis.
          2. Jika pada daerah pengeluaran baru dilakukan test serologis pertama, maka saat tindakan karantina dilakukan pengujian kedua dengan ketentuan sebagai berikut:
        6. Apabila daerah pelepasan adalah daerah bebas brucellosis, pengujian kedua dilakukan di IKH dalam selang waktu 30 hari setelah pengujian pertama.
        7. Jika hasil negatif maka sapi dinyatakan bebas dari brucellosis.
        8. Jika hasil positif maka dilakukan pemotongan bersyarat (pemusnahan).
        9. Apabila daerah pelepasan adalah daerah endemis, maka pengujian kedua dilakukan berkoordinasi dengan Dinas yang membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat, setelah pelepasan dari karantina dalam selang waktu 30 hari dari pengujian di IKH.
  5. Penahanan:
    1. Penahanan dilakukan bila:
      1. Dokumen persyaratan tidak dapat dilengkapi.
      2. Hasil pengujian laboratorium didapatkan hasil positif terhadap penyakit brucellosis, paratuberculosis, anthrax, didapatkan hasil positif untuk dilakukan pemotongan bersyarat (pemusnahan).
  6. Penolakan
    1. Penolakan dilakukan apabila ternyata :
      1. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, tertular hama penyakit hewan karantina;
      2. persyaratan karantina tidak seluruhnya dipenuhi;
      3. setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi; atau
      4. setelah diberikan perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
  7. Pemusnahan
    1. Pemusnahan dilakukan bila:
      1. setelah sapi tersebut diturunkan dari alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;
      2. sapi yang ditolak tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan;
      3. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri; atau
      4. setelah sapi tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan, tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
  8. Pembebasan
    1. Pembebasan dilakukan bila:
      1. setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;
      2. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;
      3. setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari hama penyakit hewan karantina; atau
      4. setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat dipenuhi
BAB IV. PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL
Pengambilan Sampel
  1. Pengambilan Sampel Darah
    1. Darah tepi
      1. Sampel darah tepi diambil dari pembuluh darah perifer daerah telinga.
      2. Pada daerah telinga dioleskan alkohol 70% lalu dengan menggunakan jarum, pembuluh darah ditusuk dan tetesan darah diusapkan pada gelas objek, dibuat preparat ulas darah.
    2. Whole blood
      1. Sampel diambil dari vena leher (vena jugularis) atau vena ekor (vena coxae).
      2. Rambut di sekitar vena leher dicukur bila perlu.
      3. Pembuluh darah dibendung, setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang dibasahi alkohol untuk desinfeksi.
      4. Jarum suntik steril ditusukkan, saat darah keluar ditampung beberapa tetes dan diusapkan pada gelas objek untuk membuat preparat ulas darah guna pemeriksaan parasit darah.
      5. Setelah pembuatan preparat ulas darah selesai, darah ditampung ke dalam tabung reaksi (± 5 ml) untuk membuat serum atau tabung antikoagulan untuk mendapatkan sampel whole blood.
    3. Serum
      1. Darah dalam tabung reaksi (± 5 ml) dibiarkan pada suhu kamar sampai terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan serum yang sudah terpisahkan dari bekuan darah ini kemudian dipindahkan ke dalam tabung gelas/plastik (tabung venoject/ampul) yang steril.
  2. Pengambilan Sampel Feses
    1. Sampel feses yang terbaik adalah yang diambil langsung dari rektum.
    2. Sampel feses diambil minimal 10 gram langsung dari rektum dan dimasukkan ke botol tertutup /plastik steril. Swab rektum yang penuh dengan tinja harus dimasukkan ke dalam transpor media yang sesuai.
  3. Pengambilan Sampel Fetus yang keguguran dan selaput fetus
    1. Jika fetus hewan berukuran besar dan tidak mungkin dibawa ke laboratorium, maka diambil sampel secara aseptik dari berbagai organ dalam botol steril. Preparat ulas dari membran fetus harus dibuat.
  4. Pengambilan Sampel Air Susu.
    1. Cuci ambing sampai bersih dan keringkan dengan kertas (tissue).
    2. Apabila ambing diduga masih mengandung kontaminasi, bersihkan dengan alkohol 70%.
    3. Keluarkan air susu dengan memerah puting susu. Hasil perahan pertama dibuang. Perahan berikutnya sebanyak 10-20 ml ditampung dalam botol McCartney steril ukuran 30 ml atau botol plastik yang steril.
    4. Pada waktu memerah susu peganglah botol hampir mendatar (horisontal) dan hindarkan agar puting susu tidak menempel pada botol. Sampel harus dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin.
  5. Pengambilan Sampel Sampel Lendir Vagina.
    1. Lendir vagina dapat dikumpulkan dari ventral vornix vagina dan os externa cervix menggunakan pipet IB (inseminasi buatan) yang dituntun oleh tangan per rectal, kemudian disedot secara perlahan-lahan ke bagian ujungnya dan spesimen dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin menggunakan dry ice.
  6. Intradermal Test (Tuberkulinasi)
    1. Ukur ketebalan kulit daerah yang akan disuntik (kulit bagian leher atau caudal fold) dengan kutimeter.
    2. Bersihkan dengan alkohol dan suntik secara intradermal pada bagian tersebut dengan 0,1 ml PPD Johnin / PPD avium.
    3. Setelah 72 jam ukur kembali bagian kulit yang disuntik dan apabila ada peningkatan ketebalan 2 mm atau lebih (oedema sesaat) menunjukkan ada reaksi DTH.
Pengemasan/Pengepakan

Sampel/spesimen yang akan dikirimkan ke suatu laboratorium penguji melalui transportasi (darat/laut/udara) menggunakan jasa transportasi komersial harus dikemas dengan kualitas baik, cukup kuat terhadap goncangan dan tidak mengakibatkan kehilangan isinya. Pengepakan Sampel/spesimen dimaksudkan agar spesimen dikemas sedemikan rupa sehingga Sampel/spesimen terlidung dari pengaruh luar yang dapat merusak Sampel/spesimen, tidak merubah Sampel/spesimen, agen penyakit tidak mati, terlindung dan tidak mengkontaminasi lingkungan. Untuk itu maka pengepakan Sampel/spesimen dilakukan dengan hati-hati, mengikuti petunjuk standar untuk keamanan dan mencegah kerusakan Sampel/spesimen dan menjaga agar agen penyakit tetap hidup selama pengiriman. Sampel/spesimen diletakkan pada tempat yang kokoh (tidak mudah lepas), lalu disimpan dalam boks/kotak kedap dan dingin (berisi batu es atau es kering/dry ice) dengan ukuran yang cukup dan diperkirakan jumlah batu es/es kering dapat membuat Sampel/spesimen tetap dingin sampai di tempat tujuan. Bila dikhawatirkan terjadi goncangan yang dapat membuat pecahnya kemasan sampel/spesimen, maka dapat terlebih dahulu dibungkus dengan kapas/bahan lainnya (sebagai pelindung goncangan).

Pengiriman

Setelah dilakukan pengepakan, maka spesimen siap dikirim ke tempat tujuan. Dalam pengiriman spesimen perlu diperhatikan jalur pengiriman serta perlkiraan pengiriman. Jalur pengiriman spesimen lewat darat sangat terkait dengan lama waktu pengiriman. Dengan demikian perlu dipertimbangkan kekuatan bahan pendingin yang digunakan. Bahan pendingin untuk jarak dekat atau dalam waktu 24 jam dapat digunakan es batu atau pak es (ice pack), untuk jarak jauh (lebih dari 24 jam) digunakan es kering (dry ice). Jika pengiriman dilakukan melalui jasa transportasi maka pengepakan spesimen dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh jasa transportasi, termasuk jasa transportasi udara. Spesimen yang dikirim harus bersifat komunikatif agar dapat dimengerti oleh petugas penguji di laboratorium, maka spesimen perlu diberikan kelengkapan/informasi yang relevan. Kelengkapan yang diperlukan untuk menyertai spesimen sampai ke laboratorim penguji adalah surat pengiriman atau formulir penyerahan spesimen, yang berisi:

  1. Nama dan alamat pengirim, termasuk no. telepon dari personal kontak
  2. Original/asal usul spesimen
  3. Riwayat hewan dan tanggal pengambilan
  4. Bahan pengawet/pembawa spesimen
  5. Identifikasi hewan dan jenis spesimen
  6. Uji laboratorium yang diminta

Pengujian laboratorium lanjutan untuk sapi juga mengacu pada pedoman lain yang telah ditetapkan, yaitu:

  1. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 68/Kpts/Hk.060/L/1/2010 Tentang Pedoman Pengujian Laboratorium Untuk Penyakit Viral;
  2. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 152/Kpts/Hk.030/L/3/2010 Tentang Pedoman Pengujian Laboratorium Untuk Penyakit Parasitik.
  3. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 385/Kpts /KP.430/L/5/2010Tentang Pedoman Pengujian Laboratorium Untuk Penyakit Bakterial.
  4. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 2897.A/Pd.670.320/L/10/07 Tentang Pedoman Pengambilan Sampel dalam Rangka Monitoring Hama dan Penyakit Hewan Karantina Pada Hewan Dan Bahan Asal Hewan Serta Hasil Bahan Asal Hewan Di Daerah Pemasukan/Pengeluaran dan Daerah Penyebaran Eks Pemasukan
BAB V. PENUTUP

Petunjuk Teknis ini disusun agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya sebagai bahan pedoman/acuan pelaksanaan kegiatan. Petunjuk Teknis ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan dan perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat.


Kepala Badan Karantina Pertanian

Ir. Banun Harpini, MSc.

NIP. 19601019 198503 2 001


Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 484 Tahun 2012

TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA PRODUK HEWAN SARANG BURUNG WALET DAN/ATAU SRITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

a. bahwa dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan/OT.140/7/2006 telah ditetapkan Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan;
b. bahwa sarang burung walet dan/atau sriti merupakan Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) yang dikenakan tindakan karantina;
c. bahwa untuk melaksanakan tindakan karantina terhadap sarang burung walet dan/atau sriti diperlukan Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH);
d. bahwa untuk menindaklanjuti Pasal 12 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan/OT.140/7/2006, perlu menetapkan Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan berupa Sarang Burung Walet dan Sriti dengan Keputusan Kepala Badan;

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);
  2. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  3. Keputusan Presiden Nomor 157/M/ Tahun 2010 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian;
  4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan /OT.140/7/2006 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan;
  5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/ OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina;
  6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Kpts/OT. 140/1/2007 Tentang Dokumen dan Sertifikat Karantina Hewan;
  7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/ OT.140/4/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;
  8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan /OT.140/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
  9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts /PD.630/9/2009 Tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;
  10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan /OT.140/12/2011 Tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina;
  11. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 374/Kpts/KH.210/L/5/2010 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Pemeriksaan Sarang Burung Walet dan Sriti.


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : Pedoman Persyaratan Dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Burung Walet dan/atau Sriti.
KEDUA : Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan sarang burung walet dan/atau sriti sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU tercantum pada lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Keputusan ini.
KETIGA : Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan sarang burung walet dan/atau sriti sebagiamana dimaksud dalam diktum KEDUA sebagai dasar bagi:

a. petugas karantina hewan dalam melakukan penilaian kelayakan untuk penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Burung Walet dan/atau Sriti; dan
b. instansi pemerintah maupun pengguna jasa karantina dalam pemenuhan persyaratan untuk memperoleh penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Burung Walet dan Sriti sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina hewan.

KETIGA : Petugas karantina hewan sebagaimana dimaksud pada diktum KETIGA huruf a adalah Dokter Hewan Karantina dan Paramedik Karantina.
KEEMPAT : Tempat pengolahan sarang burung walet dan sriti yang ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Produk Hewan hanya dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan karantina terhadap sarang burung waletdan/atau sriti.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 04 April 2012

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


Ir. BANUN HARPINI, M.Sc.

NIP. 19601019 198503 2 001


LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA PRODUK HEWAN SARANG BURUNG WALET DAN SRITI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang

Badan Karantina Pertanian sesuai tugas pokok dan fungsinya mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya untuk mencegah masuknya ke dalam, tersebar dari satu area ke area lain, dan keluarnya HPHK dari wilayah negara Republik Indonesia dan memperhatikan aspek kesehatan masyarakat veteriner. Sarang burung walet dan sriti merupakan salah satu media pembawa HPHK yang banyak dilalulintaskan terutama diekspor ke luar negeri seperti Hongkong, China dan Republik Rakyat Tiongkok.

Sarang burung walet dan sriti menjadi andalan Indonesia karena dapat menghasilkan devisa non migas. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil sarang burung walet dan sriti terbesar dalam perdagangan dan menjadi pemasok terbesar kebutuhan pasar di dunia yakni sekitar 80%.

Sarang burung walet dan sriti termasuk produk hewan yang dikonsumsi manusia sehingga harus sesuai dengan ketentuan teknis mengenai kesehatan masyarakat veteriner serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu terhadap sarang burung walet dan sriti perlu dilaksanakan tindakan karantina sehingga dihasilkan produk hewan yang bebas dari HPHK, tidak mengandung cemaran dan residu yang melebihi batas ambang yang diperbolehkan sehingga aman dan layak dikonsumsi manusia.

Dalam rangka pelaksanaan tindakan karantina tersebut diperlukan suatu tempat untuk melakukan tindakan karantina sehingga perlu disusun Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penetapan IKPH Sarang Burung Walet dan Sriti.

Tujuan

Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penetapan IKPH Sarang Burung Walet dan Sriti bertujuan sebagai acuan bagi:

1. Petugas karantina dalam melaksanakan penilaian kelayakan IKPH sarang burung walet dan sriti sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina terhadap sarang burung walet dan sriti;
2. Masyarakat dalam pemenuhan persyaratan untuk memperoleh penetapan IKPH sarang burung walet dan sriti.

Ruang Lingkup

Pedoman ini meliputi :

  1. Persyaratan administrasi ;
  2. Persyaratan teknis;
  3. Tata cara penetapan IKPH sarang burung walet dan sriti.


Pengertian

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :

  1. Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH) sarang burung walet dan sriti adalah suatu bangunan berikut sarana dan prasarana yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina sarang burung walet dan sriti;
  2. Sarang burung walet dan sriti adalah hasil burung walet dan sriti yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung walet dan sriti;
  3. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan sarang burung walet dan sriti dari luar ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau, ke suatu area dari area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
  4. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan sarang burung walet dan sriti dari dalam ke luar wilayah Negara Republik Indonesia atau, dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia; 1.4.5. Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia;
BAB II PERSYARATAN ADMINISTRATIF

1. Pemohon dapat berupa : :<nowiki>a. Badan Usaha Berbadan Hukum;

b. Perorangan

2. Persyaratan Administrasi bagi Badan Usaha Berbadan Hukum

a. Rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan/kesmavet setempat;
b. Fotokopi Kartu Identitas (KTP/SIM) pemilik/ penanggungjawab utama perusahaan;
c. Fotokopi Akta Pendirian Perusahaan beserta perubahan yang terakhir dan pengesahannya;
d. Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
e. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) sesuai alamat calon IKPH;
g. Fotokopi Surat Izin Undang-undang Gangguan (HO) sesuai alamat calon IKPH, bagi lokasi yang berjarak kurang dari 100 m dengan perumahan penduduk; :<nowiki>h. Fotokopi Ijazah Dokter Hewan penanggungjawab IKPH;
i. Surat Pernyataan lokasi tidak dalam sengketa yang diketahui oleh Lurah/ Kepala Desa setempat; 2.10.Fotokopi SK IKPH sebelumnya (untuk penetapan perpanjangan);

j. Laporan penggunaan IKPH sebelumnya oleh pemilik atau penanggung jawab IKPH (untuk penetapan perpanjangan);

3. Persyaratan Administrasi bagi Perorangan

a. Rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan/kesmavet setempat;
b. Fotokopi Kartu Identitas (KTP/SIM);
c. Fotokopi Ijazah Dokter Hewan penanggungjawab IKPH;
d. Surat Pernyataan lokasi tidak dalam sengketa yang diketahui oleh Lurah/ Kepala Desa setempat;
e. Fotokopi Surat Keputusan IKPH sebelumnya (untuk penetapan perpanjangan);
f. Laporan penggunaan IKPH sebelumnya oleh pemilik atau penanggung jawab IKPH (untuk penetapan perpanjangan);
BAB III PERSYARATAN TEKNIS

1. Persyaratan Teknis Instalasi Karantina Produk Hewan untuk Sarang Burung Walet dan Sriti harus memperhatikan aspek:

a. Risiko kontaminasi dan penyebaran hama penyakit hewan karantina;
b. Sosial budaya;
c. Keamanan petugas dan lingkungan.

2. Persyaratan teknis IKPH untuk Sarang Burung Walet dan Sriti harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Lokasi
* Jarak lokasi IKPH untuk Sarang Burung Walet dan Sriti dari tempat pemasukan/pengeluaran dan dari lokasi peternakan unggas didasarkan pada analisa risiko penyebaran HPHK yang dilakukan oleh Dokter Hewan Karantina;
* Memiliki akses jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 (empat) atau lebih;

3. Bangunan dan Peralatan

a. Bangunan bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya, mudah dibersihkan;
b. Memiliki fasilitas pos jaga yang dapat memantau dan mengamankan seluruh wilayah IKPH;
c. Memiliki ruang kantor/administrasi;
d. Tata letak ruangan dirancang sesuai fungsi dan alur proses kerja, antara lain ruang penyimpanan sarang burung walet dan sriti yang masih kotor dengan ruang penyimpanan sarang burung walet dan sriti yang telah dibersihkan;
e. Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pengelolaan sarang walet dan sriti harus secara khusus peruntukannya, terpisah dengan peruntukan lain dengan luas yang memadai;
f. Dinding dan lantai dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi;
g. Memiliki permukaan lantai yang rata, tidak bergelombang, tidak bercelah ataupun berlubang;
h. Langit-langit terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, tidak berlubang atau celah terbuka, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi serta dirancang agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam ruangan;
i Sirkulasi udara harus mendukung tempat pengolahan terjamin baik, disarankan dilengkapi dengan pengatur suhu ruangan;
j. Memiliki sumber listrik yang cukup dan tersedia secara kontinyu;
k. Memiliki penerangan yang memadai untuk melakukan pemeriksaan, serta mudah dibersihkan dan berpelindung;
l. Memiliki sumber air bersih yang layak konsumsi dalam jumlah yang mencukupi;
m. Memiliki fasilitas pencucian peralatan;
n. Memiliki fasilitas pencucian kaki dan tangan personel;
o. Tersedia peralatan pengolahan sarang walet dan sriti yang tidak mudah patah/pecah, tidak bersifat toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
p. Memiliki sarana penyimpanan dengan suhu 1ºC sampai dengan maksimum 20ºC. Bagian dalam dari sarana pendingin dan peralatan didalamnya harus bersifat tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi;
q. Memiliki fasilitas sarana pembuangan air bekas pencucian dan pemusnahan sampah bulu/kotoran sarang burung walet dan sriti;
r. Memiliki kamar mandi dan toilet yang terjaga kebersihannya;
s. Memiliki tempat sampah yang berpenutup;
t. Memiliki tempat pembakaran sampah sarang burung walet;
u. Memiliki alat pelindung diri dan P3K;
v. Memiliki fasilitas pemadam kebakaran;
w. Memiliki sarana pengendalian hama tikus, kecoa dll. (pest control).

4. Sarana dan Prasarana

a. Sarana dan Prasarana Utama
* Ruang penerimaan:
• memiliki alat penunjuk suhu dan kelembaban;
• memiliki rancang bangun yang mudah dibersihkan dan didekontaminasi (dinding, lantai dan atap).
* Ruang pengolahan (produksi, pencucian)
• memiliki rancang bangun yang mudah dibersihkan dan didekontaminasi (dinding, lantai dan atap);
• memiliki alat penunjuk suhu dan kelembaban;
• memiliki tempat/wadah untuk pencucian yang mudah dibersihkan;
• memiliki alat pemanas minimal bersuhu 70ºC dan pengukur waktu;
• tata letak bangunan harus sedemikian rupa sehingga memudahkan drainase dan pembuangan air bekas pencucian.
* Ruang penyimpanan
• memiliki alat penunjuk suhu dan kelembaban;
• memiliki alat pengatur suhu (air conditioner);
• adanya sekat pemisah untuk masing-masing jenis sarang burung walet dan sriti;
• memiliki rancang bangun yang mudah dibersihkan dan didekontaminasi (dinding, lantai dan atap).
* Ruang pengemasan (packing)
• memiliki alat pengemasan;
• kemasan terbuat dari bahan yang aman dan layak untuk pangan (food grade);
• memiliki label untuk memberi tanda identitas sarang burung, nama produsen, kode produksi, tanggal produksi dll.
b. Prasarana
Tempat pemeriksaan karantina harus memiliki:
* Luas yang memadai dan penerangan yang cukup;
*Fasilitas dan peralatan untuk pemeriksaan organoleptik;
* Peralatan dan bahan untuk pengambilan, penanganan, penyimpanan dan pengiriman sampel;
* Ruangan dan tempat penyimpanan peralatan;
* Peralatan dekontaminasi/desinfeksi.
c. Prasarana Penunjang Papan Nama IKPH
* Mudah dilihat dari luar lokasi;
* Sekurang-kurangnya memuat informasi tentang : Nama IKPH, Alamat, Nomor dan Tanggal Keputusan Penetapan IKPH serta masa berlakunya dan peruntukkannya;
* Papan peringatan ”dilarang masuk lokasi IKPH tanpa seizin dokter hewan karantina” dan petunjukpetunjuk lainnya.


BAB IV PENETAPAN,PERPANJANGAN DAN PENCABUTAN

1. Prosedur Penetetapan Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH) sarang burung walet dan sriti:

a. Pemilik media pembawa (Badan usaha/perorangan) dapat mengajukan bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung miliknya (lokasi/tempat pengolahan dll) secara tertulis untuk ditetapkan menjadi IKPH untuk sarang burung walet dan sriti sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina;
b. Permohonan penetapan IKPH ditujukan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian c/q. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani (PKH dan Kehani) dengan tembusan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT KP) setempat (pelabuhan/bandara tempat dilakukan pemasukan/pengeluaran);
c. Waktu pengajuan yaitu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum Surat Keputusan Penetapan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti habis masa berlakunya (untuk perpanjangan) dan/atau sebelum pemasukan/pengeluaran sarang burung walet dan sriti (untuk pengajuan baru);
d. Permohonan penetapan IKPH dibuat di atas kop surat perusahaan sesuai format permohonan yang telah ditetapkan. Bagi badan usaha formulir permohonan tersebut ditandatangani oleh penanggung jawab utama atau kuasa direksi yang telah disahkan Kementerian Hukum HAM dan distempel basah. Bagi perorangan ditandatangani oleh pemilik;
e. Dokumen permohonan penetapan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahannya oleh Dokter Hewan Karantina dan Paramedik Karantina PKH dan Kehani. Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian c/q. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani;
f. Apabila dokumen permohonan tidak lengkap dan/atau tidak sah, maka dokumen permohonan tersebut tidak dapat diproses dan selanjutnya diterbitkan surat pemberitahuan kepada pemohon yang ditandatangani oleh Kepala Bidang Karantina Produk Hewan (a.n. Kepala Badan Karantina Pertanian) u.b. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah permohonan diterima;
g. Apabila dokumen permohonan lengkap dan sah, maka dokumen permohonan tersebut dapat diproses dan selanjutnya Kepala Badan Karantina Pertanian c/q. Kepala PKH dan Kehani menerbitkan surat penugasan kepada Kepala UPT KP untuk menugaskan Dokter Hewan Karantina dan Paramedik Karantina UPT KP setempat untuk melakukan penilaian kelayakan calon IKPH selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah permohonan diterima dan ditembuskan kepada pemohon;
h. Dokter Hewan Karantina melakukan penilaian kelayakan terhadap calon IKPH untuk ekspor sarang burung walet dan sriti dengan pemeriksaan kesesuaian persyaratan administrasi maupun teknis dengan cara melakukan pemeriksaan fisik langsung atas lokasi, bangunan, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh calon IKPH untuk sarang burung walet dan sriti;
i. Dokter Hewan Karantina melalui Kepala UPT Karantina Pertanian menyampaikan laporan hasil penilaian kelayakan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani yang menyatakan layak atau tidak layaknya calon IKPH untuk sarang burung walet dan sriti selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat penugasan dari Kepala Badan Karantina Pertanian dengan melampirkan hasil penilaian kelayakan berupa kapasitas, denah dan tata letak, data dan kajian analisa risiko, situasi penyakit dan epidemiologi lokasi calon IKPH untuk sarang burung walet dan sriti;
j. Hasil penilaian kelayakan yang dilakukan oleh Dokter Hewan Karantina di UPT Karantina Pertanian akan dikaji oleh Dokter Hewan Karantina di Pusat Karantina Hewan dan Kehani sesuai jenjang jabatannya yang ditunjuk oleh Kepala PKH dan Kehani. Laporan hasil kajian disampaikan kepada Kepala PKH dan Kehani selambat-lambatnya 3 (tiga) hari;
k. Surat Keputusan penetapan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti diterbitkan dengan mempertimbangkan laporan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada point i dan j Apabila hasil kajian tidak memenuhi persyaratan teknis maka penolakan penetapan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti akan diterbitkan oleh Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani;
l. Terhadap permohonan calon IKPH untuk sarang burung walet dan sriti yang disetujui, diterbitkan Surat Keputusan Penetapan IKPH yang didalamnya memuat nomor register IKPH, dapat berlaku selama 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 1 (satu) tahun dan permanen. Masa berlaku ditentukan berdasarkan epidemiologi (analisa risiko), status dan kondisi bangunan/fasilitas dan frekuensi lalulintas;
m. Pemohon yang ditolak permohonan dan/atau penetapannya dapat mengajukan kembali permohonan IKPH setelah dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan;

2. Permohonan perpanjangan, harus dilengkapi:

a. laporan penggunaan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti dari dokter hewan penanggung jawab IKPH; dan
b. laporan evaluasi kelayakan IKPH setiap 6 (enam) bulan sekali oleh Dokter Hewan Karantina yang ditunjuk oleh Kepala UPT Karantina Pertanian setempat yang melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai bahan pertimbangan penetapan selanjutnya (UPT Pembina/pengawas adalah UPT KP yang melakukan penilaian kelayakan dalam rangka penerbitan Surat Keputusan Penetapan IKPH tersebut).

3. Surat Keputusan Penetapan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti dapat dicabut sewaktu-waktu apabila :

a. Permintaan pemilik atau penanggung jawab IKPH;
b. Tidak mengindahkan peringatan Dokter Hewan Karantina untuk melakukan perbaikan berdasarkan evaluasi kelayakan IKPH untuk sarang burung walet dan sriti (tidak memenuhi persyaratan, kelayakan teknis dan tidak sesuai peruntukannya);
c. Habis masa berlakunya.


KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


Ir. BANUN HARPINI, M.Sc.

NIP. 19601019 198503 2 001

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 832 Tahun 2013

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sarang burung walet merupakan salah satu produk hasil hewan Indonesia yang dapat diekspor. Volume produksi sarang burung walet terbesar berasal dari burung walet spesies Collocalia fuciphaga. Indonesia merupakan salah satu produsen sarang burung walet dan ekspornya sudah berlangsung sejak lama ke berbagai negara di dunia. Dalam rangka ekspor sarang burung walet dari Indonesia secara langsung ke RRC, diawali dengan penandatanganan Protokol tentang Persyaratan Higienitas, Karantina dan Pemeriksaan untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke China, antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China di Beijing pada tanggal 24 April tahun 2012. Protokol tersebut memuat persyaratan yang diajukan oleh RRC, diantaranya adalah penjaminan kesehatan sarang burung walet yang bebas dari penyakit Avian Influenza maupun bahaya biologi, kimia dan fisik, melalui rantai ekspor yang dapat ditelusuri. Karantina hewan sebagai salah satu institusi yang menjadi bagian dari sistem kesehatan hewan nasional, mempunyai kewajiban dalam mendukung akselerasi ekspor sarang burung walet ke berbagai Negara mitra dagang, dengan menjamin kesehatan produk hewan sarang burung walet yang dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia bebas dari Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) , bebas dari kontaminasi lainnya sebagai bahan makanan yang aman dikonsumsi untuk manusia. Jika terjadi sesuatu hal yang tidak sesuai dengan jaminan keamanan pangan maka penelusuran sarang burung walet dapat dicapai dengan menggunakan sistem ketelusuran (traceability) berupa barcode EAN-128. Sistem ini diterapkan pada seluruh mata rantai pengeluaran sarang burung walet yang dimulai dengan penetapan dan pemberian Nomor Registrasi Rumah Walet, Tempat Pemrosesan sebagai Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH) , proses produksi dan pengemasan sarang walet hingga siap dikirim ke tempat tujuan ekspor.

Maksud dan Tujuan

Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Sarang Walet, serta Registrasi Karantina terhadap Tempat Pemrosesan dan Tempat Produksi Sarang Walet untuk Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Republik Rakyat China m1 dimaksudkan untuk memberikan pedoman teknis bagi petugas karantina hewan dalam melakukan tindakan karantina dan penilaian tempat pemrosesan maupun tempat produksi sarang walet dalam rangka sistem ketelusuran (traceability) karantina sebagaimana tertuang dalam Protokol, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan untuk memenuhi persyaratan Negara tujuan.

Ruang Lingkup

Pedoman ini mencakup persyaratan teknis, tindakan karantina, registrasi tempat pemrosesan dan tempat produksi serta sistem ketelusuran (traceability) terhadap pengeluaran sarang burung walet ke Negara RRC sebagaimana yang tertuang dalam Protokol.

Definisi
  1. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah HPHK masuk ke, tersebar di, dan/ atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
  2. Sarang burung walet selanjutnya disebut sarang walet adalah hasil burung walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung walet yang memerlukan proses lebih lanjut sebelum dikonsumsi atau produk pangan yang belum siap saji.
  3. Sarang Walet Bersih adalah sarang walet yang telah mengalami proses pembersihan dari bulu dan kotoran lainnya, sehingga sebagian besar bulu dan kotoran telah hilang dan dengan pengamatan secara visual (mata telanjang) dengan jarak 20-30 cm terlihat bersih dari bulu dan kotoran.
  4. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan media pembawa HPHK sarang walet ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia ke Republik Rakyat China.
  5. Media Pembawa HPHK yang selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau benda lain yang dapat membawa HPHK.
  6. Hama dan penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut hama penyakit hewan karantina (HPHK) adalah semua hama, agen penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
  7. Hama penyakit hewan karantina golongan I adalah hama penyakit hewan karantina yang mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui cara penanganannya, belum terdapat di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
  8. Hama penyakit hewan karantina golongan II adalah hama penyakit hewan karantina yang potensi penyebarannya berhu bungan erat dengan lalu lintas media pembawa, sudah diketahui cara penanganannya dan telah dinyatakan ada di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
  9. Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/ atau mengeluarkan media pembawa HPHK (MP HPHK) .
  10. Tempat pengeluaran tujuan RRC adalah pelabuhan laut, bandar udara dan pos perbatasan dengan negara lain tempat dilakukannya ekspor ke RRC.
  11. Tempat produksi yang selanjutnya disebut rumah walet adalah tempat menghasilkan sarang walet yang dibangun secara sengaja beru pa bangunan rumah walet.
  12. Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH) sarang walet adalah tempat pemrosesan yang ditetapkan dan diberi Nomor Registrasi oleh Kepala Badan Karantina Pertanian sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina untuk pengeluaran sarang walet ke RRC.
  13. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah Pegawai Negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.
  14. Pemilik Media Pembawa Sarang Walet yang selanjutnya disebut pemilik atau kuasanya adalah perorangan atau badan usaha baik berbentuk maupun tidak berbentuk badan hukum yang melakukan pengeluaran sarang walet dari wilayah negara Republik Indonesia ke RRC.
  15. Sertifikat Sanitasi adalah sertifikat yang ditandatangani oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluaran tujuan RRC yang menerangkan identitas sarang walet, proses pemanasan, menyatakan bahwa sarang walet bebas dari penyakit hewan karantina, status sanitasi, layak sebagai bahan konsumsi dan pemenuhan persyaratan lainnya.
  16. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/ atau membungkus media pembawa baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.
  17. Wadah adalah kemasan yang langsung berhu bungan dengan media pembawa dan memenuhi standar aman untuk pengemasan makanan (food grade).
  18. Label adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai sarang walet dalam bentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan sarang walet, ditempatkan pada bagian dalam dan luar kemasan.
  19. Nomor barcode adalah nomor dalam rangka ketelusuran ( traceability) , dengan mengacu pada sistem barcode internasional GS 1, yang terdiri dari 40 digit angka yang memuat (01) Kade GTIN ( Global Trade Item Numbe f) yang terdiri dari Kade Negara - Kade Perusahaan Kade Jenis Produk; (91) Nomor Registrasi Rumah Walet; (92) Nomor Registrasi IKPH; ( 11) Tahun Bulan Tanggal Produksi dan (21) Kade Kemasan.
  20. Dokumen karantina hewan yang selanjutnya disebut dokumen karantina adalah semua formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan tindakan karantina terhadap pengeluaran sarang walet ke RRC.


BAB II. PERSYARATAN TEKNIS KARANTINA HEWAN TERHADAP PENGELUARAN SARANG WALET KE RRC
PERSYARATAN TEKNIS KARANTINA HEWAN
  1. Pengeluaran sarang walet ke RRC wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Disertai sertifikat sanitasi sarang walet yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina (KH-10 khusus) .
    2. Sertifikat sanitasi sarang walet dicetak khusus dalam bahasa Indonesia, Inggris dan China (Mandarin) .
    3. Sertifikat sanitasi memuat keterangan sebagai berikut.
      1. Identitas sarang walet beru pa jenis, nomor barcode, jumlah dan jenis kemasan.
      2. Identitas pemilik beru pa nama dan alamat pengirim (sesuai Kartu Identitas) serta nama dan alamat penerima.
      3. Pelabuhan dan tanggal muat.
      4. Pelabuhan bongkar.
      5. Nama dan nomor alat angkut.
      6. Pernyataan bahwa sarang walet telah dibersihkan, dalam keadaan baik, utuh serta bebas dari penyakit, telah dipanaskan dengan suhu tidak kurang dari 70°C selama tidak kurang dari 3,5 detik serta layak dan aman sebagai bahan konsumsi.
    4. Melalui tempat pengeluaran yang telah ditetapkan, yang memiliki penerbangan langsung ke RRC dan berlokasi paling dekat dengan tempat pemrosesan yang telah ditetapkan dan diregistrasi.
    5. Sarang walet yang telah diterbitkan sertifikat sanitasi di tempat pemrosesan yang telah ditetapkan dan diregistrasi, ketika akan diberangkatkan wajib dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran.
    6. Sarang walet harus berasal dari rumah walet milik sendiri/ milik pihak lain yang menjadi mitra pemilik sarang walet yang telah memiliki Nomor Registrasi yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
    7. Khusus pengeluaran dan atau pemasukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia terhadap sarang walet yang berasal dari rumah walet yang berbeda lokasi dengan lokasi IKPH, pada sertifikat sanitasi (KH-10) di tempat pengeluaran dan sertifikat pelepasan (KH-12) di tempat pemasukan, harus dicantumkan Nomor Registrasi Rumah Walet asal sarang walet.
  2. Persyaratan Kemasan, Barcode dan Label
    1. Untuk menjamin sanitasi sarang walet yang akan dikeluarkan dari wilayah RI maka sarang walet harus dikemas/ dibungkus dalam suatu kemasan / wadah.
    2. Kemasan terbuat dari bahan yang kuat, aman untuk pangan (food grade) dan bersih selama penanganan dan transportasi.
    3. Kemasan harus diberikan label yang ditempatkan pada bagian luar dan bagian dalam kemasan. Keterangan pada label harus dibuat dengan benar dan mudah dibaca, ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan China (Mandarin) .
    4. Pada bagian luar setiap kemasan besar maupun kemasan kecil (wadah) yang terdapat di dalamnya ditempelkan label dan memuat keterangan:
      1. Nama dan berat produk;
      2. Nama perusahaan dan nomor registrasi rumah walet;
      3. Nama, alamat dan nomor registrasi tempat pemrosesan;
      4. Cara penyimpanan;
      5. Tanggal produksi;
    5. Pada bagian luar setiap kemasan besar maupun kemasan kecil (wadah) yang terdapat di dalamnya ditempelkan stiker barcode yang terdiri dari 40 digit angka, sebagai ketelusuran ( traceability) , yang secara berurutan memuat:
      1. Kode Identitas (01)
        1. Kode Negara Indonesia xxxx
        2. Nomor Registrasi Perusahaan xxxxxx
        3. Kode Jenis Produk xxxx
      2. Nomor Registrasi Rumah Walet (91) :xxx
      3. Nomor Registrasi IKPH (92) xxx
      4. TahunBulanTanggal Produksi ( 11) :yymmdd
      5. Kode Kemasan (21) xxxx
    6. Contoh Barcode produk sarang walet dengan identitas sebagai berikut:
      1. Kode Negara Indonesia 0899
      2. Nomor Registrasi Perusahaan di GS l 702320
      3. Kode Jenis Produk 0017
      4. Nomor Registrasi Rumah walet 005
      5. Nomor Registrasi IKPH 001
      6. Tahun Bulan Tanggal Produksi ( 11) 13 Juli 2012
      7. Kode Kemasan (21) 0008
      8. Akan ditulis di bawah Barcode : (01)08997023200017(91)005(92)001(11) 120713(21)0008.
      9. Angka dalam kurung merupakan kode GS 1.
      10. Contoh Barcode perusahaan tersebut di atas akan tercetak seperti gambar di bawah ini:


PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN DAN PEMBERIAN NOMOR REGISTRASI TEMPAT PEMROSESAN
  1. Persyaratan dan tata cara penetapan tempat pemrosesan mengacu pada Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 484 / KPTS/ OT.160 / L/ 4 / 2012 tentang Pedoman Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Walet dan Sriti.
  2. Tempat pemrosesan sebagaimana dimaksud dalam angka
  3. selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian tentang Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan untuk Sarang Walet.
  4. Nomor registrasi Instalasi Karantina Produk Hewan ditetapkan dan dicantumkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian.
  5. Nomor registrasi terdiri dari 3 digit angka, dan dimulai dengan angka 001 untuk rumah walet 1, 002 untuk rumah walet 2 dan seterusnya.
  6. Instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet harus memiliki data asal sarang walet yang diolah di dalam IKPH tersebut .
  7. Data akan dilakukan verifikasi oleh petugas karantina Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian terdekat dengan lokasi instalasi karantina produk hewan setiap 6 (enam) bulan sekali.
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN NOMOR REGISTRASI RUMAH WALET
  1. Persyaratan Penetapan Nomor Registrasi Rumah Walet
    1. Bangunan rumah walet sebagai sumber sarang walet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
      1. Berlokasi di daerah yang dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan tidak terjangkit wabah penyakit Avian Influenza atau penyakit unggas lainnya yang dapat ditularkan melalui burung walet ataupun air liur walet.
      2. Didirikan dengan telah mempertimbangkan aspek risiko dan epidemiologi suatu penyakit hewan.
      3. Telah menerapkan prinsip kesehatan hewan dan sanitasi antara lain ditinjau dari sarana dan prasarana rumah walet pemeliharaan, proses pemanenan sarang walet, ketersediaan sumber air dan sarana pengangku tan sarang walet.
    2. Menyiapkan dan melaporkan catatan pemenuhan aspek sanitasi dan pemanenan masing-masing rumah walet setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati.
    3. Melampirkan Surat Keterangan Pengiriman sebagaimana contoh surat berikut, untuk setiap kali pengiriman sarang walet dari rumah walet ke IKPH
    4. Surat Keterangan Pengiriman sebagaimana tersebut di atas sebagai dokumen dalam pengiriman sarang walet dari rumah walet menuju IKPH.
    5. Memiliki penanggungjawab yang mengurus rumah walet.
  2. Tata Cara Penetapan Nomor Registrasi Rumah Walet
    1. Pemilik instalasi karantina produk hewan mengajukan permohonan registrasi rumah walet sebagai milik sendiri/ milik pihak lain sebagai sumber sarang walet, secara tertulis kepada Kepala Badan Karantina Pertanian c/ q Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.
    2. Permohonan harus memuat antara lain, identitas pemilik instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet; nama pengurus; nama dan alamat rumah walet; kapasitas produksi rumah walet per tahun, sebagaimana formulir berikut:
    3. Setelah menerima permohonan, Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani membuat surat penugasan kepada Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian terdekat dengan lokasi rumah walet untuk melakukan tindakan karantina pemeriksaan terhadap higiene dan sanitasi rumah walet serta pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana tersebut dalam Protokol.
    4. Petugas karantina hewan melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian setempat kemudian melaporkan hasil penilaian kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari.
    5. Kepala Badan Karantina Pertanian akan menerbitkan Nomor Registrasi rumah walet berdasarkan laporan yang disampaikan paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari.
    6. Nomor registrasi terdiri dari 3 digit, dan dimulai dengan angka 001 untuk rumah walet 1, 002 untuk rumah walet 2 dan seterusnya.


ALUR PENETAPAN DAN PEMBERIAN NOMOR REGISTRASI RUMAH WALET

BAB III. TATA CARA TINDAKAN KARANTINA PENGELUARAN SARANG WALET KE REPUBLIK RAKYAT CHINA
  1. Setiap pengeluaran sarang walet dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran untuk dilakukan tindakan karantina.
  2. Penyerahan sarang walet sebagaimana dimaksud pada angka
  3. paling lambat l (satu) hari sebelum tindakan karantina dilakukan, dimuat dalam alat angkut disertai kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.
  4. Tindakan karantina di instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet dilakukan oleh petugas karantina hewan dari unit pelaksana teknis karantina pertanian terdekat dengan lokasi tempat pengeluaran.
  5. Tindakan karantina di rumah walet dilakukan oleh petugas karantina hewan yang bertugas di unit pelaksana teknis karantina pertanian terdekat dengan lokasi rumah walet.
  6. PEMERIKSAAN. Tindakan karantina pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas karantina terdiri dari pemeriksaan dokumen, fisik dan laboratorium.
    1. Pemeriksaan Dokumen
      1. Pemeriksaan dokumen adalah pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen.
      2. Pemeriksaan dokumen dilakukan di :
        1. Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet dan Rumah Walet.
        2. Tempat pemasukan dan atau pengeluaran.
        3. Tempat pengeluaran untuk ekspor ke RRC.
      3. Pemeriksaan dokumen dilakukan pada saat proses penetapan dan pemberian Nomor Registrasi instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet dan rumah walet terhadap kelengkapan, kebenaran dan keabsahan identitas suatu pemilik usaha sarang walet dan pemilik rumah walet serta identitas bangunan instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet dan rumah walet.
      4. Pemeriksaan dokumen dilakukan terhadap dokumen karantina pemasukan dan pengeluaran sarang walet dalam wilayah Republik Indonesia.
      5. Pemeriksaan dokumen dilakukan verifikasi terhadap dokumen karantina antara lain Surat Keterangan Pengiriman dari rumah walet
      6. Pemeriksaan dokumen dilakukan verifikasi terhadap dokumen karantina ketika sarang walet akan diberangkatkan ke RRC.
      7. Pemeriksaan kelengkapan dokumen dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dokumen sesuai dengan persyaratan karantina.
      8. Pemeriksaan kebenaran dokumen karantina dilakukan untuk memeriksa kebenaran dokumen data suatu pemilik usaha sarang walet maupun pemilik rumah walet sebagai sumber sarang walet; pemeriksaan kesesuaian antara dokumen karantina dengan isi dan keterangan yang tercantum pada kemasan; pemeriksaan kesesuaian antara dokumen satu dengan dokumen yang lainnya.
      9. Pemeriksaan keabsahan dokumen karantina dilakukan untuk membuktikan keabsahan dokumen karantina, terhadap pejabat berwenang penandatangan sertifikat sanitasi, penggunaan kop surat resmi, yang dibubuhi tanda tangan, dibubuhi nama serta jabatan, dibubuhi cap atau stempel, bernomor sertifikat, serta mencantumkan tempat tanggal terbit .
    2. Pemeriksaan Fisik
      1. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kesehatan dan sanitasi sarang walet.
      2. Pemeriksaan fisik dilakukan di :
        1. Instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet.
        2. Rumah walet.
        3. Tempat pemasukan dan atau pengeluaran.
      3. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sebagai berikut.
        1. Pemeriksaan kelayakan sarana dan prasarana instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet saat proses penetapan dan pemberian nomor registrasi instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet.
        2. Pemeriksaan sanitasi dan higiene proses pengolahan sarang walet yang meliputi pemeriksaan.
          1. Kebersihan sarang walet secara organoleptik dari adanya serangga, cemaran fisik (seperti logam, besi, dll).
          2. Pemenuhan persyaratan pemanasan 70°C selama 3,5 detik.
          3. Kesesuaian jenis/ spesifikasi, keutuhan dan jumlah sarang walet (ukuran, volume, kualitas/ grade).
          4. Pelaksanaan pengemasan, pelabelan, pemberian barcode.
      4. Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap kelayakan rumah walet ditinjau dari aspek higiene, sanitasi dan aspek epidemiologi suatu penyakit hewan yang ditularkan oleh burung walet dan sarang walet serta proses pemanenan;
    3. Pemeriksaan Laboratorium
      1. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya hama penyakit hewan karantina Avian Influenza;
      2. Pemeriksaan terhadap hama penyakit hewan karantina dan mikroba lain dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali;
      3. Tata cara pemeriksaan laboratorium mengacu pada Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 374/ Kpts/ KH.210 / L/ 5/ 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Pemeriksaan Sarang Burung Walet dan Sriti.
  7. PERLAKUAN. Perlakuan sesuai dengan persyaratan teknis negara RRC sebagaimana tertuang dalam Protokol berupa pemanasan dengan menggunakan alat pemanas pada suhu internal minimal 70°C selama 3,5 detik untuk membunuh virus Avian Influenza (H5N1) .
  8. PENOLAKAN. Penolakan pengeluaran sarang walet ke negara RRC dilakukan apabila persyaratan teknis dan atau persyaratan negara RRC sebagaimana tertuang dalam Protokol tidak dapat dipenuhi.
  9. PEMUSNAHAN.
    1. Pemusnahan terhadap sarang walet dilakukan apabila:
      1. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sarang walet tertular hama penyakit hewan karantina yang ditularkan melalui sarang walet, ada peru bahan sifat, terkontaminasi.
      2. Setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;
    2. Pemusnahan harus disaksikan oleh petugas kepolisian dan petugas instansi lain yang terkait;
  10. PEMBEBASAN
    1. Pembebasan terhadap pengeluaran sarang walet ke RRC dilakukan dengan penerbitan sertifikat sanitasi sarang walet apabila telah dipenuhinya persyaratan teknis, persyaratan negara RRC sebagaimana tertuang dalam Protokol dan telah dilakukan tindakan karantina.
    2. Jika pengeluaran sarang walet tidak dapat dilakukan melalui tempat pengeluaran yang berlokasi sama atau berdekatan dengan instalasi karantina produk hewan untuk sarang walet, maka pengeluaran dapat dilakukan di tempat pengeluaran lainnya yang memiliki penerbangan langsung ke RRC dan sertifikat sanitasi diterbitkan oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluaran tujuan RRC.
    3. Pembebasan dilakukan setelah pemilik atau kuasanya menyelesaikan kewajiban pembayaran pungutan jasa karantina yang merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan yang berlaku. ·
BAB IV. PENUTUP
  1. Realisasi kegiatan tindakan karantina terhadap pengeluaran sarang walet ke RRC segera dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
  2. Pedoman Kepala Badan Karantina Pertanian ini supaya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.



Ditetapkan di  : Jakarta

Tanggal  : 27 Maret 2013

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


Ir. Banun Harpini, MSc.

NIP. 196010191985032001


Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 395 Tahun 2014

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sarang walet yang diekspor ke negara Republik Rakyat Tiongkok harus dipastikan memenuhi persyaratan ekspor yang ditetapkan oleh negara Republik Rakyat Tiongkok dan bebas dari HPHK serta mengandung bahaya fisik, biologi dan residu yang tidak melebihi dari batas maksimal yang telah ditetapkan dan disepakati sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan Indonesia maupun negara Republik Rakyat Tiongkok. Persyaratan ini disepakati oleh kedua negara dalam Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan Untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke China Antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu , Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China.

Tujuan

Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas karantina dalam melakukan pemantauan karantina pada sarang walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia ke negara Republik Rakyat Tiongkok.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman ini meliputi pemantauan karantina, tata cara pemantauan karantina, pelaporan dan tata cara pengambilan sampel.

Definisi
  1. Sarang Walet Kotor adalah adalah sarang walet mentah yang dipanen dari rumah walet yang masih kotor dan belum melalui proses pembersihan.
  2. Sarang Walet Bersih adalah sarang walet yang telah mengalami proses pembersihan dari bulu dan kotoran lainnya, sehingga sebagian besar bulu dan kotoran telah hilang dan dengan pengamatan secara visual (mata telanjang) dengan jarak 20-30 cm terlihat bersih dari bulu dan kotoran.
  3. Tempat Produksi yang selanjutnya disebut rumah walet adalah tempat menghasilkan sarang walet yang dibangun secara sengaja berupa bangunan rumah walet.
  4. Tempat Pemrosesan adalah tempat untuk melakukan proses sarang walet mulai dari penerimaan sarang walet yang baru dipanen sampai siap untuk diekspor, meliputi : pencatatan, pemilihan, pencucian, pencabutan bulu , pengeringan, pengelompokan, pemanasan (sterilisasi) , pengemasan, pelabelan, dan pengiriman.
  5. Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH) sarang walet adalah tempat pemrosesan yang ditetapkan dan diberi Nomor Registrasi oleh Kepala Badan Karantina Pertanian sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina untuk pengeluaran sarang walet ke negara Republik Rakyat Tiongkok.
  6. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut hama penyakit hewan karantina (HPHK) adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat resikonnya.
  7. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
  8. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah Pegawai Negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.
  9. Higiene adalah kondisi lingkungan yang bersih yang dilakukan dengan cara mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jasad renik lainnya untuk menjaga kesehatan manusia.
  10. Sanitasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan untuk mendukung upaya kesehatan manusia dan hewan.
  11. Kesehatan Masyarakat Veteriner yang selanjutnya disebut Kesmavet adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan­ bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia.


BAB II. PEMANTAUAN KARANTINA

Pemantauan karantina merupakan pemeriksaan terhadap upaya pencegahan HPHK, penerapan higiene dan sanitasi sesuai ketentuan teknis kesehatan masyarakat veteriner dalam rangka penjaminan keamanan sarang walet serta pemenuhan persyaratan pengeluaran sarang walet ke negara Republik Rakyat Tiongkok sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan dalam Rangka Penilaian Kelayakan Tempat Pemrosesan Sebagai IKPH untuk Pengeluaran Sarang Walet ke negara Republik Rakyat Tiongkok dan Pemberian Nomor Registrasi
    1. Dilakukan sesuai dengan:
      1. Lampiran I dan III Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
      2. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 484/ KPTS/ OT.160 / L/ 4/ 2012 tentang Pedoman Persyaratan dan tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Walet dan Sriti.
    2. Form penilaian IKPH tertuang dalam Lampiran II Pedoman ini;
    3. Alur penetapan IKPH dan pemberian nomor registrasi tempat pemrosesan tertuang dalam Lampiran III Pedoman ini.
  2. Pemeriksaan Evaluasi Kelayakan IKPH untuk Pengeluaran Sarang Walet ke negara Republik Rakyat Tiongkok
    1. Dilakukan sesuai dengan:
      1. Lampiran III Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
      2. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 484/ KPTS/ OT.160 / L/ 4/ 2012 tentang Pedoman Persyaratan dan tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Walet dan Sriti.
    2. Form evaluasi kelayakan IKPH tertuang dalam Lampiran IV Pedoman ini.
  3. Pemeriksaan Penggunaan IKPH untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok
    1. Dilakukan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 484/ KPTS/ OT.160 / L/ 4/ 2012 tentang Pedoman Persyaratan dan tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Produk Hewan Sarang Walet dan Sriti;
    2. Form penggunaan IKPH tertuang dalam Lampiran V Pedoman ini.
  4. Pemeriksaan dalam Rangka Penilaian Kelayakan Rumah Walet dan Pemberian Nomor Registrasi
    1. Dilakukan sesuai dengan Lampiran II Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Form penilaian rumah walet tertuang dalam Lampiran VI Pedoman ini;
    3. Alur penetapan dan pemberian nomor registrasi rumah walet tertuang dalam Lampiran VII Pedoman ini.
  5. Pemeriksaan Evaluasi Rumah Walet untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok
    1. Dilakukan sesuai dengan Lampiran II Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Form evaluasi rumah walet tertuang dalam Lampiran VIII Pedoman ini.
  6. Pemeriksaan HPHK Avian Influenza serta Bahaya Fisik, Biologi clan Residu
    1. Dilakukan melalui serangkaian tindakan karantina terhadap pengeluaran sarang walet dari wilayah negara Republik Indonesia ke RRT sesuai Lampiran I dan III Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Pemeriksaan bahaya fisik berupa pemeriksaan terhadap adanya bulu, kotoran, logam ataupun serpihan kayu ;
    3. Pemeriksaan bahaya biologi berupa pemeriksaan total bakteri (angka lempeng total/ ALT), Coliform, E. Coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus;
    4. Pemeriksaan bahaya residu berupa sodium nitrit;
    5. Batas maksimal bahaya fisik, biologi dan residu dalam sarang walet sesuai dengan Tabel 1 dalam Lampiran 3 Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    6. Tindakan karantina tertuang dalam Lampiran IX Pedoman ini.
  7. Pemeriksaan Kandungan Nitrit Sarang Walet untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok Diatur tersendiri dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian
  8. Pemanasan Sarang Walet untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok Diatur tersendiri dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian
  9. Pemeriksaan Ketelusuran Sarang Walet
    1. Dilakukan melalui tindakan karantina hewan dari mulai rumah walet hingga siap ekspor sesuai dengan Lampiran I Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832/ Kpts/ OT.140 / L/ 3/ 2013 Tanggal 27 Maret 2013 tentang Pedoman Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Pemeriksaan konsistensi informasi nomor registrasi rumah walet, tanggal panen, jumlah pengiriman pada catatan harian dimulai dari penerimaan dan pemilahan sarang walet kotor, proses pencucian, pencabutan bulu, pembentukan, pengeringan, pengelompokan, pemanasan, pengemasan, pelabelan dan pengiriman;
    3. Pemeriksaan kesesuaian informasi dengan barcode dan pelabelan untuk pengiriman ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    4. Pemeriksaan informasi pada label telah disajikan dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Mandarin;
    5. Alur tindakan karantina dalam rangka ketelusuran sarang walet untuk pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok tertuang dalam Lampiran XI Pedoman
    6. Surat keterangan pengiriman sebagaimana dalam Lampiran XI Pedoman ini.
  10. Pemeriksaan Kualitas Kandungan Air untuk Pemrosesan Sarang Walet
    1. Pemeriksaan dokumen bahwa telah dilakukannya pengujian kualitas air setiap 2 (dua) kali setahun;
    2. Pemeriksaan terhadap kesesuaian jenis dan hasil pengujian kualitas air yang dilakukan oleh laboratorium kesehatan / terdaftar KAN dengan standar air mmum menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 492 / Menkes/ PER/ IV/ 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum;
    3. Apabila ditemukan ketidaksesuaian Jenis dan hasil pengujian dengan Permenkes, maka petugas karantina:
      1. Memberikan rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk menetapkan pembekuan sementara terhadap nomor registrasi IKPH dan penghentian sementara terhadap pemrosesan sarang walet hingga telah dilakukan perbaikan sesuai dengan standar air minum;dan
      2. Melakukan pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian di laboratorium kesehatan / terdaftar KAN selama masa perbaikan kualitas air.
  11. Pemeriksaan Kualitas Kesehatan Tenaga Kerja.
    1. Pemeriksaan terhadap dokumen hasil pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan 1 (satu) kali setahun;
    2. Jenis pemeriksaan kesehatan karyawan meliputi pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan, penyakit menular (antara lain influenza, tuberculosis, kulit;
    3. Apabila tidak ditemukan dokumen hasil pemeriksaan kesehatan karyawan, maka Tim dapat merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan;
    4. Apabila ditemukan dokumen hasil pemeriksaan kesehatan karyawan dengan jenis pemeriksaan yang tidak sesuai , maka Tim dapat merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang .
  12. Pemeriksaan Kapasitas Produksi Rumah Walet Per Tahun dan IKPH Dalam Satu Masa Karantina
    1. Pemeriksaan kapasitas produksi sarang walet di rumah walet dilakukan dengan survei langsung di lapangan dan mengkaji tren hasil panen 1 (satu) tahun sebelumnya dan tahun berjalan;
    2. Pemeriksaan kapasitas produksi sarang walet di IKPH dengan survei langsung di lapangan dan mengkaji estimasi rata-rata jumlah produksi.


BAB III. TATA CARA PEMANTAUAN
Pelaksana

Pemantauan karantina pada sarang walet untuk pengeluaran ke RRT dilaksanakan oleh :

  1. Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani (Pusat KH Kehani) sebagai unit penyusun kebijakan kegiatan pemantauan;
  2. Petugas karantina di Unit pelaksana teknis karantina pertanian (UPT KP) sebagai unit penanggung jawab;
  3. Petugas karantina laboratorium di UPT KP dan Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) sebagai laboratorium yang melakukan pengujian dan atau konfirmasi;
Waktu dan Tempat Pemantauan
  1. Tiga (3) bulan sekali di tempat pemrosesan untuk pemeriksaan:
    1. Kandungan Nitrit Sarang Walet untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. HPHK Avian Influenza serta bahaya fisik, biologi dan residu.
  2. Enam (6) bulan sekali di tempat pemrosesan untuk pemeriksaan:
    1. Evaluasi Kelayakan dan Penggunaan IKPH untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Pelaksanaan Harian Pemanasan Sarang Walet Untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    3. Pemeriksaan Kualitas Kandungan Air untuk Pemrosesan Sarang Walet.
  3. Satu (1) tahun sekali di tempat pemrosesan untuk pemeriksaan:
    1. Kelayakan Tempat Pemrosesan sebagai IKPH untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok dan Pemberian Nomor Registrasi;
    2. Kapasitas Produksi Sarang Walet Per Satu Masa Karantina;
    3. Verifikasi Alat Pemanas Sarang Walet;
    4. Pemeriksaan Kualitas Tenaga Kerja.
  4. Enam (6) bulan sekali di rumah walet untuk pemeriksaan:
    1. Evaluasi Rumah Walet untuk Pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
    2. Pemeriksaan Ketelusuran Sarang Walet;
    3. Pelaksanaan Penjaminan Kandungan Nitrit agar Tetap di Bawah 30 ppm.
  5. Satu (1) tahun sekali di rumah walet untuk pemeriksaan:
    1. Penilaian Kelayakan Rumah Walet dan Pemberian Nomor Registrasi;
    2. Kapasitas Produksi Sarang Walet Per Tahun.
Tahapan Pelaksanaan
  1. Pusat KH Kehani menetapkan pedoman pemantauan karantina sebagai acuan bagi petugas karantina UPT KP dalam melakukan pemantauan karantina;
  2. UPT KP membentuk Tim dan menunjuk satu orang dokter hewan karantina sebagai penanggung jawab/ ketua dengan anggota yang terdiri dari dokter hewan karantina dan paramedik veteriner;
  3. Pusat KH Kehani melakukan apresiasi pedoman pemantauan karantina kepada Tim;
  4. Tim selanjutnya melakukan rapat persiapan menyusun:
    1. Jadwal pelaksanaan;
    2. Bahan dan sarana prasarana.
  5. Tim UPT KP wilayah rumah walet selanjutnya berkoordinasi dengan Tim UPT KP wilayah tempat pemprosesan.
    1. Untuk pemantauan Pemeriksaan HPHK Avian Influenza, Tim UPT KP juga melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk  :
    2. Merencanakan pelaksanaan pemantauan;
    3. Menentukan penyakit hewan atau HPHK dan bahaya biologi sesuai dengan status penyakit hewan;
    4. Memperoleh data sekunder status dan situasi penyakit hewan dan HPHK di lokasi rumah walet maupun tempat pemrosesan;
    5. Memperoleh informasi tempat pemasukan yang belum ditetapkan oleh Menteri;
    6. Memperoleh informasi asal daerah, status dan frekuensi serta volume lalu lintas unggas melalui tempat-tempat pemasukan yang belum ditetapkan;
BAB IV. PELAPORAN
  1. Laporan pemantauan dilaporkan oleh Tim dengan surat pengantar Kepala UPT KP kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala Pusat KH Kehani dan tembusan kepada perusahaan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai dilakukan pemantauan;
  2. Laporan pemantauan disampaikan 6 bulan sekali dan 1 tahun sekali sesuai jadwal pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada 3.2.;
  3. Analisis data disajikan secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan jenis data. Data diekspresikan dalam bentuk tabel dan grafik, keberadaan dan tingkat kejadian HPHK/ bahaya fisik, biologi dan residu yang ada dirumah walet dan ditempat prosesing;
  4. Laporan hasil pemantauan sekaligus berisi rekomendasi dan atau rencana tindakan perbaikan dan target penyelesaian perbaikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja;
  5. Laporan ditulis sebagaimana sistematika pelaporan dalam Lampiran XII dalam Pedoman ini.
BAB V. TATACARA PENGAMBILAN SAMPEL SARANG WALET
Sarang Walet di Rumah Walet

Pada unit usaha seperti ini dapat diketahui kapasitas produksinya atau setidak tidaknya rerata produksinya pada satu "periode produksi". Pendekatan penghitungan besaran sampel seperti ini dapat dilakukan dengan pendekatan AQL 6,5.

  • Metode Pengambilan Sampel
  1. Pengambilan sampel berdasarkan AQL 6,5 dari Codex (FAO/ WHO Codex Alimentarius Sampling Plans for prepackaged Food s).
  2. Data yang diperlukan adalah: ukuran wadah terkecil; inspection level, lot size (jumlah lot) atau N; jumlah sampel yang diperlukan; kriteria jumlah unit sampel cacat atau yang tidak sesuai standar dan parameter atau persyaratan lainnya.
  • Langkah-langkah pengambilan sampel
  1. Mengambil sampel dilaksanakan seaseptik mungkin untuk menghindari kontaminasi pada saat pengambilan sampel. Pada umumnya produk sarang burung walet dan sriti merupakan produk yang telah terkemas,
  2. Menentukan level inspeksi yang cocok, dalam hal ini Inspection Level I (Tabel 1) untuk pengambilan sampel normal dan Inspection Level II (Tabel 2) untuk adanya perselisihan ( disputes) , keadaan memaksa atau keperluan untuk mengestimasi lot dengan lebih baik;
  3. Menentukan ukuran lot (N) yang merupakan jumlah wadah primer atau unit sampel;
  4. Menentukan jumlah unit sampel (n) dari lot yang diinspeksi. Gunakan tabel sampling plan 1 atau sampling plan 2 (tergantung inspection level yang digunakan). Menggunakan data inspection lot (I atau 11) , ukuran wadah dari unit sampel dan jumlah lot (N) untuk menentukan n ;
  5. Mengambil sejumlah unit sampel yang diperlukan dari lot secara acak (menggunakan tabel bilangan acak dan penandaan yang diperlukan).
  6. Memeriksa unit-unit tersebut sesuai dengan yang distandarkan (misalnya Standar codex atau SNI).
  7. Berdasarkan tabel 3 dan 4 sampling plan 1 atau 2 , menentukan apakah lot diterima atau tidak diterima.
  8. Contoh pengambilan sampel produk terkemas. Suatu lot terdiri dari 1200 kemasan karton, masing-masing terdiri dari 12 buah wadah berisi makanan tertentu dengan berat perwadah 2,5 lb. Diputuskan untuk melakukan sampling dengan inspection level I karena produk tersebut tidak dalam perselisihan (tidak ada klaim) dan dari sejarah produk belum pernah ada penyimpangan mutu (gunakan tabel 1 ).
    1. ukuran lot (N) =1200x12=14.400 unit sampel
    2. berat wadah unit sampel = 2.5 lb
    3. Inspection Level = I
    4. ukuran sampel (n) = 13(dari table sampling plan I)
    5. acceptance number (c) = 2
    6. keputusan : Jika tidak terdapat cacat atau sesuai standar kurang atau sama dengan 2 unit sampel dari 13 unit sampel yang terpilih, maka lot dipertimbangkan untuk diterima. Sedangkan jika ada 3 atau lebih wadah atau unit sampel yang cacat atau tidak sesuai standar maka lot tersebut dipertimbangkan untuk ditolak atau gagal untuk memenuhi persyaratan mutu.
  9. Contoh pengambilan sampel produk terkemas. Suatu lot terdiri dari 1200 kemasan karton, masing-masing terdiri dari 12 buah wadah berisi makanan tertentu dengan berat perwadah 2,5 lb. Diputuskan untuk melakukan sampling dengan inspection level I karena produk tersebut tidak dalam perselisihan (tidak ada klaim) dan dari sejarah produk belum pernah ada penyimpangan mutu (gunakan tabel 1 ).
    1. ukuran lot (N) =1200x12=14.400 unit sampel
    2. berat wadah unit sampel = 2.5 lb
    3. Inspection Level = I
    4. ukuran sampel (n) = 13(dari table sampling plan I)
    5. acceptance number (c) = 2
    6. keputusan : Jika tidak terdapat cacat atau sesuai standar kurang atau sama dengan 2 unit sampel dari 13 unit sampel yang terpilih, maka lot dipertimbangkan untuk diterima. Sedangkan jika ada 3 atau lebih wadah atau unit sampel yang cacat atau tidak sesuai standar maka lot tersebut dipertimbangkan untuk ditolak atau gagal untuk memenuhi persyaratan mutu.
  • Aspek yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan untuk penjaminan keamanan sarang walet dari aspek mikrobiologi

Dalam pengambilan sampel untuk tujuan analisis mikrobiologi perlu dipertimbangkan hal - hal sebagai berikut :

  1. Bahaya terhadap kesehatan. Semakin bahaya jenis mikroorganisme yang diduga terdapat di dalam sarang walet atau semakin kecil jumlah mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, maka unit sampel/ spesimen yang diambil harus semakin besar dan banyak. Hal ini untuk meningkatkan peluang untuk mendapatkan sampel/ spesimen yang positif, sehingga dapat dihindari kemungkinan menyatakan suatu sampel/ spesimen aman padahal sebenarnya berbahaya (negatif palsu).
  2. Keseragaman. Semakin seragam sampel/ spesimen, maka sampel yang diambil dapat lebih kecil. Namun jika suatu sampel tidak atau kurang seragam, maka unit sampel yang diambil harus lebih banyak atau lebih besar.
  3. Pengelompokan. Jika di dalam suatu lot terdapat pengelompokan yang lebih kecil ( sublot) , misalnya beberapa unit kemasan dimasukkan ke dalam kotak karton, maka unit sampel dapat diambil dari masing­ masing sublot untuk mewakili setiap atau sebagian besar sublot.
  4. Konsistensi dalam produksi. Jika suatu produk sarang walet selalu memiliki mutu yang baik setelah diuji, maka pengambilan sampel dapat dikurangi jumlahnya atau diperpanjang periodenya karena sudah mempunyai tingkat kepercayaan tinggi. Klasifikasi kriteria jumlah sampel, penetapan dan penerimaan hasil uji berdasarkan tingkat bahayanya serta kondisi setelah pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Penetapan penerimaan produk untuk pengujian mikrobiologi, perlu ditetapkan prosedur dan kriteria penetapan suatu sampel/spesimen diterima atau tidak diterima/tolak. Dalam penetapan penerimaan produk yang perlu diperhatikan adalah ’n” yaitu jumlah unit sampel yang diuji dan ”c” yaitu jumlah maksimum unit sampel yang diperbolehkan menghasilkan uji lebih tinggi atau melebihi dari ”m”. Dalam penetapan ini dikenal dua sistem yaitu :
    1. Sistem Dua Kelas (Two-class plan). Pemeriksaan dengan sistem dua kelas diklasifikasikan diterima atau ditolak (jika jumlah mikroorganismenya melebihi yang disyaratkan). Sistem dua kelas digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme yang sangat berbahaya atau cukup berbahaya secara langsung terhadap kesehatan dan berpotensi untuk menyebar secara luas di dalam produk. Misalnya bakteri patogen Escherichia coli, Salmonella spp,Shigella spp, Clostridium botulinum, Listeria monocytogenes. Dalam sistem dua kelas ditentukan suatu batas “m” sebagai berikut: ← (diterima) < m < ← (ditolak), dimana m dapat merupakan hasil uji kualitatif (positif/negatif) atau batas jumlah uji kuantitatif (misalnya jumlah mikroorganisme). Untuk mikroorganisme yang sangat berbahaya, nilai m mungkin sama dengan 0 sel per gram atau per ml. Sebagai contoh kasus penerimaan atau penolakan suatu sampel dapat dilakukan sebagai berikut: Dilakukan pengujian terhadap kandungan Salmonella di dalam daging beku. Jumlah maksimum Salmonella yang diperkenankan adalah negatif dalam 25 gram sampel. Dari Tabel 3, Salmonella dalam daging termasuk kasus 10 (berbahaya untuk kesehatan dan berpotensi untuk menyebar dalam makanan tetapi dapat dikurangi/dihilangkan dengan pemasakan yang sempurna), jadi n=5 dan c=0. Jika dari hasil pengujian diperoleh 1 (satu) sampel terdeteksi Salmonella sedangkan pada 4 sampel lainnya negatif maka lot tersebut akan ditolak.
    2. Sistem Tiga Kelas (Three-class plan). Sistem tiga kelas digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme yang tidak atau rendah risiko bahayanya secara langsung terhadap kesehatan atau cukup berbahaya secara langsung tetapi penyebarannya di dalam produk terbatas. Misalnya mikroorganisme aerobic, mikrorganisme psychrothrop, bakteri asam laktat, kapang (kecuali mikotoksin), koliform dan thermotolerant coliform. Hasil pemeriksaan pada sistem tiga kelas diklasifikasikan diterima dan ditolak (jika jumlah mikroorganisme > M, kualitas baik jika >m dan kualitas marjinal jika antara m dan M). Sistem tiga kelas dipengaruhi juga oleh besarnya n dan c. Unit sampel yang diambil harus mewakili tiga kelas yang menghasilkan jumlah mikroorganisme 0 sampai m, m sampai M, dan lebih besar dari M. Dalam sistem tiga kelas ditentukan suatu batas m dan M sebagai berikut: ← (diterima) ≤ m < ←→ (marginally accceptable) ≤ M < → (ditolak). Sampel pada kondisi marginally acceptable berarti tidak diinginkan, tetapi masih dapat diterima jika jumlahnya tidak terlalu banyak (pada batas tertentu) sebagai contoh : Dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan Koliform didalam daging beku. Standar maksimum terbaik (m) adalah 0 CFU/g, tetapi masih diperkenankan (M) sampai 5.0 x 101 CFU/g. Dari Tabel 3 Koliform dalam daging beku termasuk kasus 4 (risiko bahaya rendah dan dapat dikurangi melalui proses pemasakan), jadi n=5 dan c=3. Jika hasil pengujian diperoleh dari kelima sampel hasilnya diantara m dan M, maka lot tersebut ditolak karena batas yang diperbolehkan melebihi standar adalah 3 sampel.


Untuk mempermudah penentuan jumlah sampel dalam rangka mendeteksi keberadaan penyakit, yang kurang dari prevalensi tertentu, dapat menggunakan tabel sebagai berikut:

Sarang Walet dari Goa
  • Penentuan jumlah sampel sarang walet yang diperoleh dari hasil pencarian di goa menggunakan pendekatan deteksi penyakit
  • Rumus detect disease
    • n = [1-(1-a)1/D] [N-{(D-1)/2}]
  • Keterangan:
    • a = tingkat konfidensi (biasanya 95% atau 99%), Catatan: untuk keseragaman dalam pemantauan HPHK digunakan tingkat konfidensi 95%.
    • N = populasi
    • n = sampel
    • D = jumlah hewan yang sakit produk/komoditi yang tercemar (melebihi standar) dari populasi.
BAB VI. PENUTUP
  1. Realisasi kegiatan Pemantauan Karantina Pada Sarang Walet untuk Pengeluaran ke Republik Rakyat Tiongkok segera dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian;
  2. Pedoman Kepala Badan Karantina Pertanian ini supaya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.


Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 7 April 2014

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

Ir. BANUN HARPINI, M.Sc.

Nip. 196010191985032001


Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 406 Tahun 2014

BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sarang walet yang diekspor ke negara Republik Rakyat Tiongkok harus diproses dengan perlakuan pemanasan dimana suhu inti produk tersebut tidak boleh di bawah 70 derajat Celcius dan dipertahankan setidaknya selama 3,5 detik. Perlakuan pemanasan tersebut merupakan persyaratan yang diajukan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara tujuan dalam upaya membunuh virus Avian Influenza yang dimungkinkan terdapat dalam sarang walet. Persyaratan ini disepakati oleh kedua negara di dalam Pasal 6 Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan Untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke China Antara Kernenterian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China.

Tujuan

Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas karantina dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlakuan pemanasan sarang walet sesuai yang dipersyaratkan dalam Protokol dan Pedoman yang berlaku. Selain itu, Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan perusahaan ekspor sarang walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok dalam menyusun standar operasional prosedur (SOP) maupun instruksi kerja dalam proses pemanasan sarang walet.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman ini meliputi persyaratan alat pemanas dan tata cara pemeriksaan pelaksanaan pemanasan.

Definisi
  1. Sarang Walet Bersih adalah sarang walet yang telah mengalami proses pembersihan dari bulu dan kotoran lainnya, sehingga sebagian besar bulu dan kotoran telah hilang dan dengan pengamatan secara visual (mata telanjang) dengan jarak 20-30 cm terlihat bersih dari bulu dan kotoran.
  2. Tempat Pemrosesan adalah tempat untuk melakukan proses sarang walet mulai dari penerimaan sarang walet yang baru dipanen sampai siap untuk diekspor, meliputi: pencatatan, pemilihan, pencucian, pencabutan bulu,pengeringan, pengelompokan, pemanasan (sterilisasi), pengemasan, pelabelan, dan pengiriman.
  3. Pemanasan Sarang Walet adalah proses pemanasan sarang walet bersih sampai titik inti sarang walet mencapai 70°C, yang dipertahankan selama 3,5 detik.
  4. Verifikasi Alat Pemanas Sarang Walet adalah pengujian terhadap alat pemanas tersebut untuk mengetahui penyebaran, distribusi dan penetrasi panas pada inti sarang walet, waktu pencapaian penetrasi suhu serta letak titik terdingin inti sarang walet pada sebaran sarang walet di atas rak pemanas, yang disesuaikan dengan kondisi alat pemanas tersebut, sehingga didapatkan suhu pemanasan 70' C pada inti sarang walet.
  5. Titik Terdingin Inti Sarang Walet adalah titik pada inti sarang walet yang pada saat dipanaskan membutuhkan waktu yang paling lama/ lambat untuk mendapatkan penetrasi panas pada suhu 70'C. Titik ini selanjutnya digunakan sebagai acuan posisi sarang walet diantara sebaran sarang walet di atas rak pemanas, yang diletakkan sensor untuk setiap pelaksanaan pemanasan.
  6. Indikator Suhu adalah alat ukur suhu dengan satuan derajat C, K, R atau F pada range suhu 0 - l00°C yang berupa display, baik digital, analog atau skala sebagai indikator suhu suatu alat pemanas.
  7. Indikator Waktu adalah alat ukur waktu dengan satuan waktu detik, menit dan jam sebagai indikator lamanya waktu pencapaian suhu pemanasan yang diharapkan. Indikator waktu dapat berupa stopwatch atau timer.
  8. Termodata Logger adalah sebuah alat untuk membaca suhu pada benda, alat atau lingkungan yang terhubung dengan suatu penghantar panas (sensor), dan metode pembacaan suhu bersamaan dihitung dengan satuan waktu.
BAB II. PERSYARATAN ALAT PEMANAS
Alat Pemanas
  1. Alat pemanas yang dipergunakan yaitu alat pemanas tipe uap (basah) .
  2. Memiliki rak alat pemanas yang memuat minimal kemasan terkecil atau 500 gram sarang walet.
  3. Harus terbuat dari bahan yang kuat, tahan panas dan mudah dibersihkan / didesinfeksi serta dilengkapi dengan Indikator suhu dan waktu yang telah dikalibrasi terlebih dulu.
  4. Harus dalam kondisi tertutup selama pemanasan untuk memastikan suhu produk dan ruang udara dalam alat pemanas memenuhi suhu yang telah ditetapkan sesuai persyaratan.
  5. Memiliki sumber panas yang memberikan panas yang besar dan merata untuk semua area alat pemanas.
  6. Menggunakan air yang sesuai dengan standar air minum. Jumlah air pengukusan maksimum setengah dari volume alat di bawah rak terbawah atau disesuaikan dengan hasil verifikasi bersama sistem pemanasnya;
Verifikasi Alat Pemanas
  1. Pelaksana. Verifikasi dilakukan oleh Tim terdiri dari pakar yang kompeten di bidang verifikasi alat pemanas dan kesehatan masyarakat veteriner serta petugas karantina hewan yang ditetapkan oleh Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani (Kepala Pusat KH Kehani).
  2. Waktu dan Tempat Verifikasi. Verifikasi alat pemanas harus dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali dan dilakukan di tempat pemrosesan sarang walet yang telah ditetapkan sebagai instalasi karantina produk hewan untuk pengeluaran sarang walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok dan telah mendapat nomor registrasi dari Kepala Badan Karantina Pertanian.
  3. Persiapan
    1. Peralatan
      1. Peralatan yang digunakan untuk proses pemanasan seperti termodata logger, indikator suhu dan waktu telah dikalibrasi secara berkala.
      2. Sensor atau penghantar harus dalam keadaan bersih dan terbuat dari bahan yang tidak berkarat serta aman untuk kontak langsung dengan makanan.
      3. Rak sarang walet disiapkan untuk sarang walet bersih berjumlah kemasan terkecil atau minimum 500 gram.
      4. Rak sarang walet disiapkan untuk satu lapis dalam alat pemanas untuk mendapatkan suhu pemanasan yang akurat, atau sesuai dengan hasil verifikasi.
    2. Sarang Walet
      1. Sarang walet yang dipanaskan adalah sarang walet bersih yang siap untuk diekspor.
      2. Komposisi sarang walet yang diletakkan dalam rak sesuai dengan grade nya.
      3. Sarang walet diletakkan dalam satu lapis secara merata untuk satu rak, atau sesuai dengan hasil verifikasi. Peletakan sarang walet di atas rak harus disiapkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan dalam alat pemanas.
  4. Penentuan titik terdingin inti sarang walet
    1. Meletakkan sarang walet secara merata di atas rak;
    2. Meletakkan 3 sensor pada bagian yang mewakili semua area dalam satu buah sarang walet, yaitu bagian kepala, mangkuk dan kaki sebagaimana
    3. Memanaskan alat pemanas hingga mencapai suhu lebih dari 70'C dan tidak lebih dari lOO'C. Besarnya suhu dipengaruhi oleh besar dan meratanya sumber panas. Panas yang besar dan merata akan mempercepat waktu kenaikan suhu alat pemanas setelah sarang walet dimasukkan, dengan demikian tidak akan merusak mutu sarang walet.
    4. Setelah suhu alat pemanas tercapai, maka loyang pemanas berisi sarang walet yang telah diberikan sensor dimasukkan dalam alat pemanas;
    5. Selanjutnya alat pemanas tersebut ditutup dan dibaca dengan termodata logger terhadap sensor paling lambat / paling lama dari tiga sensor tersebut yang mencapai suhu 70'C. Waktu pencapaian suhu tersebut kemudian dicatat;
    6. Sensor paling lambat / paling lama mencapai suhu 70'C merupakan titik terdingin dari area satu buah sarang walet yang selanjutnya digunakan sebagai acuan peletakkan sensor untuk menentukan titik terdingin pada sebaran sarang walet di atas rak.
  5. Penentuan titik terdingin inti sarang walet pada sebaran sarang walet di atas rak
    1. Meletakkan sarang walet secara merata di atas rak;
    2. Meletakkan 10 sensor pada titik terdingin area sarang walet pada 10 sarang walet. 10 sarang walet tersebut diletakkan pada posisi yang mewakili semua bagian area pemanasan pada rak sebagaimana Gambar 2;
    3. Memanaskan alat pemanas hingga termometer mencapai suhu lebih dari 70'C dan tidak lebih dari lOO'C. Panas yang besar dan merata akan mempercepat waktu kenaikan suhu alat pemanas setelah sarang walet dimasukkan, dengan demikian tidak akan merusak mutu sarang walet.
    4. Setelah suhu alat pemanas tercapai, maka rak berisi sarang walet yang telah diberikan sensor dimasukkan dalam alat pemanas;
    5. Selanjutnya alat pemanas tersebut ditutup dan dibaca dengan termodata logger terhadap sepuluh sensor tersebut hingga mencapai suhu 70'C. Waktu pencapaian suhu 70'C dengan waktu terlama kemudian dicatat;
    6. Dicatat urutan tiga sensor paling akhir/ paling lama mencapai suhu 70'C merupakan tiga titik terdingin pada tiga posisi sarang walet dalam satu rak;
    7. Selanjutnya dilakukan pengulangan tiga kali pemanasan terhadap tiga posisi sensor untuk mendapatkan data yang konsisten terhadap satu sensor paling akhir/ paling lama dari tiga sensor tersebut yang mencapai suhu 70'C.
    8. Satu sensor paling akhir selanjutnya digunakan sebagai acuan posisi sarang walet diantara sebaran sarang walet di atas rak, yang diletakkan termometer referensi untuk setiap pelaksanaan pemanasan harian.


BAB III. TATA CARA PEMERIKSAAN PELAKSANAAN PEMANASAN
Pelaksana

Pemeriksaan pelaksanaan pemanasan dilakukan oleh Tim terdiri dari petugas karantina hewan yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT KP) yang bertanggungjawab pada wilayah kerja satu lokasi dengan tempat pemrosesan sarang walet untuk pengeluaran ke Negara Republik Rakyat Tiongkok.

Waktu dan Tempat Pemeriksaan

Pemeriksaan pelaksanaan pemanasan harian dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali dan dilakukan di tempat pemrosesan sarang walet yang telah ditetapkan sebagai instalasi karantina produk hewan untuk pengeluaran sarang walet ke Republik Rakyat Tiongkok dan telah mendapat nomor registrasi dari Kepala Badan Karantina Pertanian.

Tata Cara Pemeriksaan
  1. Melakukan pemeriksaan terhadap adanya:
    1. Sertifikat verifikasi alat pemanas;
    2. Dokumen SOP pemanasan setiap perusahaan;
    3. Instruksi kerja pemanasan setiap perusahaan;
    4. Catatan harian pelaksanaan pemanasan yang meliputi sekurangnya informasi:
      1. Tanggal pemanasan;
      2. Waktu pemanasan;
      3. Jenis/ grade dipanaskan; sarang walet yang dipanaskan;
      4. Nama dan paraf operator pemanasan;
      5. Jumlah sarang walet yang dipanaskan;
      6. Catatan suhu alat pemanas dan waktu lamanya pemanasan;
    5. Catatan kebersihan alat pemanas;
    6. Sertifikat kalibrasi termodata logger, indikator suhu, indikator waktu;
  2. Melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian dokumen SOP pemanasan milik perusahaan dengan Pedoman Pemanasan yang diterbitkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian;
  3. Melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian pelaksanaan proses pemanasan dengan SOP atau instruksi kerja pemanasan setiap perusahaan;
BAB IV. PELAPORAN
Pelaksana
  1. Laporan Verifikasi Alat Pemanas
    1. Laporan verifikasi alat pemanas dituangkan dalam sertifikat verifikasi alat pemanas yang ditandatangani oleh Kepala Pusat KH Kehani.
    2. Sertifikat verifikasi alat pemanas memuat sekurangnya informasi sebagai berikut:
      1. Spesifikasi alat pemanas;
      2. Waktu pelaksanaan verifikasi;
      3. Standar operasional prosedur proses pemanasan setiap perusahaan hasil verifikasi;
      4. Data proses penentuan titik terdingin inti sarang walet;
      5. Data proses penentuan titik terdingin inti sarang walet pada sebaran sarang walet di atas rak;
      6. Foto kegiatan verifikasi;
      7. Surat Keputusan Kepala Pusat KH Kehani tentang Penetapan Tim Verifikasi;
    3. Hasil verifikasi selanjutnya digunakan sebagai acuan perusahaan dalam menyusun SOP pemanasan.
    4. Sertifikat verifikasi alat pemanas dilampirkan dalam Laporan Pemantauan Karantina sebagaimana Lampiran XII Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 395/ Kpts/ OT.160 / L/ 4 / 2014 tentang Pedoman Pemantauan Karantina untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Republik Rakyat Tiongkok.
  2. Laporan Pemeriksaan Pelaksanaan Pemanasan
    1. Laporan pemeriksaan pelaksanaan pemanasan disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II pada Pedoman ini.
    2. Laporan pemeriksaan pelaksanaan pemanasan selanjutnya menjadi lampiran untuk Laporan Pemantauan Karantina sebagaimana Lampiran XII Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 395/ Kpts/ OT.160 / L/ 4 / 2014 tentang Pedoman Pemantauan Karantina untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Republik Rakyat Tiongkok.
    3. Apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam 2 (dua) kali pemeriksaan pelaksanaan pemanasan sarang walet dan tidak ada tindakan perbaikan sesuai dengan SOP Pemanasan Perusahaan maupun Pedoman ini, maka Tim dapat mengajukan rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan pencabutan terhadap penetapan tempat prosesing sebagai IKPH untuk sarang walet ekspor ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;


Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 11 April 2014

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

ttd

Ir. BANUN HARPINI, M.Sc.

NIP. 196010191985032001


Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 416 Tahun 2014

TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Sarang walet yang diekspor ke negara Republik Rakyat Tiongkok harus dipastikan bahwa memiliki kandungan substansi berbahaya termasuk nitrit yang dipersyaratkan oleh pemerintah negara Republik Rakyat Tiongkok tidak lebih dari 30 ppm maupun mikroorganisme yang tidak melebihi ambang batas yang dipersyaratkan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara Republik Rakyat Tiongkok.

Persyaratan ini merupakan hasil kesepkatan kedua negara di dalam Pasal 10 Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan Untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke China Antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China.

TUJUAN

Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas karantina hewan dalam melakukan pemeriksaan terhadap kandungan nitrit sarang walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia ke negara Republik Rakyat Tiongkok serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan penjaminan kadar nitrit sarang walet yang diproduksi oleh suatu perusahaan tetap di bawah 30 ppm.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman ini meliputi penjaminan kandungan  nitrit agar tetap di bawah 30 ppm, tata cara pemeriksaan terhadap pelaksanaan penjaminan kandungan  nitrit  agar tetap di  bawah 30  ppm, tata cara pemeriksaan kandungan nitrit sarang walet dan pelaporan.

DEFINISI
  1. Nitrit adalah  sodium nitrit yang secara alami terkandung dalam sarang walet karena terbentuk dari air liur burung walet.
  2. Sarang Walet kotor adalah adalah sarang walet mentah yang dipanen dari  rumah walet  yang masih kotor dan belum melalui proses pembersihan.
  3. Sarang Walet bersih adalah sarang walet yang telah mengalami proses pembersihan dari bulu dan kotoran lainnya, sehingga sebagian besar bulu dan kotoran telah hilang dan dengan pengamatan secara visual (mata telanjang) dengan jarak 20-30 cm terlihat bersih dari bulu dan kotoran.
  4. Tempat Produksi yang selanjutnya disebut rumah walet adalah tempat menghasilkan sarang walet yang dibangun secara sengaja berupa bangunan rumah walet.
  5. Tempat Prosesing adalah tempat untuk melakukan proses sarang walet mulai dari penerimaan sarang walet yang baru dipanen sampai siap untuk diekspor, meliputi : pencatatan, pemilihan, pencucian, pencabutan bulu, pengeringan, pengelompokan, pemanasan, pengemasan, pelabelan, dan pengiriman.
  6. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah Pegawai Negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.
  7. Higiene adalah kondisi lingkungan yang bersih yang dilakukan dengan cara mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jasad renik lainnya untuk menjaga kesehatan manusia.
  8. Sanitasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan untuk mendukung upaya kesehatan manusia dan hewan.
BAB II PENJAMINAN KANDUNGAN NITRIT

Penjaminan kandungan nitrit sarang walet bersih agar tetap di bawah 30 ppm dapat dilakukan dengan pemeliharaan yang baik di rumah walet dan pengangkutan dari rumah walet hingga ke tempat pemrosesan serta di tempat pemrosesan dan pengawasan selama pemrosesan sampai siap diekspor ke negara Republik Rakyat Tiongkok.

Penjaminan  kandungan  nitrit di  rumah walet  dengan  cara sebagai berikut:

  1. Pembersihan kotoran burung dan penggantian air kolam secara berkala;
  2. Penggunaan air sumur/air bersih untuk proses perawatan, penggantian air kolam dan pembersihan rumah walet;
  3. Pemeliharaan kondisi di dalam rumah walet pada suhu 25 - 32°C dan RH minimum 60% untuk memperlambat proses nitrifikasi;
  4. Pencegahan rumah walet dari gangguan hewan pengganggu;
  5. Penyimpanan sementara dalam ruangan dengan suhu yang tidak melebihi 32°C terhadap sarang walet yang tidak dikirimkan secara langsung ke tempat pemrosesan;
  6. Penggunaan alat transportasi yang bersih, tertutup dan aman. Pengiriman sarang walet ke tempat pemrosesan dalam kemasan tertutup untuk pencegahan terhadap kontaminasi silang;
  7. Pencatatan terhadap pemeliharaan rumah walet untuk penjaminan rendahnya kandungan nitrit di rumah walet sebagaimana angka 1 s/d .6.

Penjaminan  kandungan nitrit  di tempat  pemrosesan dengan  cara sebagai berikut:

A. Di Ruang Penerimaan Sarang Walet Kotor

  1. Pemilahan sarang walet kotor berdasarkan warna, semakin berwarna putih sarang walet maka semakin rendah kadar nitritnya;
  2. Penyimpanan sarang walet kotor di dalam wadah yang bersih dan tertutup;
  3. Pencatatan terhadap pelaksanaan dari pemilahan dan penyimpanan sarang walet kotor sebagaimana angka 1 s/d 2 

B. Di Ruang Pembersihan

  1. Penggunaan air sesuai standar air minum menurut Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum untuk proses pencucian karena memenuhi standar pemenuhan kadar nitrit yang sangat kecil untuk keamanan konsumsi manusia sehingga tidak berpotensi menambah kadar nitrit dalam sarang walet;
  2. Proses pembersihan dilakukan pada kondisi hygienis sehingga tidak terjadi kontaminasi silang;
  3. Pencucian sarang walet dilakukan dengan cara disikat di bawah kucuran air mengalir dan pencelupan untuk memudahkan pencabutan bulu. Durasi dan frekuensi pencucian dan perendaman ditentukan oleh perusahaan disesuaikan dengan hasil percobaan aktual kandungan Nitrit pada sarang walet di masing-masing perusahaan;
  4. Penggantian air perendaman dilakukan secara berkala;
  5. Pembersihan secara berkala terhadap peralatan dan wadah yang digunakan untuk proses pencucian sarang walet;
  6. Pembersihan secara berkala terhadap lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembersihan;
  7. Pencatatan terhadap pelaksanaan harian dari Pembersihan peralatan dan wadah untuk proses pencucian sarang walet; Pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembersihan; Pencucian dan Penggantian air pencelupan sebagaimana angka 1 s/d 6

C. Di Ruang Pembentukan dan Pengeringan

  1. Proses pembentukan dilakukan pada kondisi hygienis sehingga tidak terjadi kontaminasi silang;
  2. Proses pembentukan dilakukan di atas wadah yang mudah dibersihkan dan tidak mudah berkarat;
  3. Proses pembentukan dilakukan dengan menggunakan alat yang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah berkarat;
  4. Proses pengeringan dilakukan di atas wadah dan di dalam ruangan dengan kondisi hygienis sehingga tidak terjadi kontaminasi silang;
  5. Pembersihan secara berkala terhadap peralatan dan wadah untuk proses pembentukan dan pengeringan sarang walet;
  6. Pembersihan secara berkala terhadap lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembentukan dan pengeringan;
  7. Pencatatan terhadap pelaksanaan harian dari Pembersihan peralatan dan wadah untuk proses pembentukan dan pengeringan sarang walet; Pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembentukan dan pengeringan; Pengeringan sarang walet; Suhu dan kelembaban ruang pengeringan sebagaimana angka 1 s/d 6

D. Di Ruang Penyimpanan

  1. Proses penyimpanan sarang walet bersih dilakukan dalam wadah yang bersih, tertutup, terlindung dari kontaminasi;
  2. Penyimpanan sarang walet bersih yang telah kering pada wadah higienis dan tertutup ≤25°C;
  3. Pembersihan secara berkala terhadap peralatan dan wadah untuk proses penyimpanan sarang walet;
  4. Pembersihan secara berkala terhadap lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan;
  5. Pencatatan terhadap pelaksanaan harian dari Pembersihan meja, peralatan dan wadah untuk proses penyimpanan sarang walet; Pembersihan antara lain lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan; Penyimpanan sarang walet; Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sebagaimana angka 1 s/d 4

E. Di Ruang Pemanasan

  1. Proses pemanasan dilakukan pada kondisi hygienis sehingga tidak terjadi kontaminasi silang;
  2. Pemanasan sarang walet bersih pada suhu inti produk secara merata minimal 70°C, dan dipertahankan selama 3.5 detik untuk mematikan virus, jamur dan bakteri termasuk bakteri nitrifikasi;
  3. Proses pemanasan dilakukan menggunakan alat dan wadah terbuat dari bahan stainless steel, mudah dibersihkan dan tidak berkarat;
  4. Penggunaan air sesuai standar air minum menurut Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum untuk proses pengukusan (pemanasan);
  5. Pembersihan secara berkala terhadap peralatan dan wadah untuk proses pemanasan sarang walet;
  6. Pembersihan secara berkala terhadap lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pemanasan;dan
  7. Pencatatan terhadap pelaksanaan harian dari Pembersihan peralatan dan wadah untuk proses pemanasan sarang walet; Pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pemanasan; Pelaksanaan pemanasan; Penggantian air pengukus, sebagaimana angka 1 s/d 6

F. Di Ruang Pengemasan

  1. Proses pengemasan dilakukan pada kondisi hygienis sehingga tidak terjadi kontaminasi silang;
  2. Pengemasan menggunakan kemasan food grade yang tertutup rapat dapat mencegah terjadinya kontaminasi secara fisik serta biologis;
  3. Penyimpanan jangka pendek untuk produk yang telah dikemas dengan waktu kurang dari 4 hari dilakukan dalam ruang penyimpanan dengan suhu ruangan;
  4. Penyimpanan jangka panjang untuk produk yang telah dikemas dengan kemasan yang harus terjaga dalam keadaan utuh, tidak rusak dan disimpan dalam refrigerator dengan suhu dibawah 5°C;
  5. Penggunaan alat transportasi yang bersih, tertutup dan aman; dan
  6. Pembersihan secara berkala terhadap lantai dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan
  7. Pencatatan terhadap pelaksanaan harian dari Pembersihan lantai dan lingkungan sekitar ruang pengemasan; Pelaksanaan                                       pengemasan; Pelaksanaan pengiriman, sebagaimana angka 1 s/d 6
BAB III TATA CARA PEMERIKSAAN PELAKSANAAN PENJAMINAN KANDUNGAN NITRIT
Pelaksana

Pemeriksaan pelaksanaan penjaminan kandungan nitrit  dalam sarang walet agar tetap di bawah 30 ppm, dilakukan oleh Tim yang terdiri dari dari petugas karantina hewan yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT-KP) yang bertanggungjawab pada wilayah kerja satu lokasi dengan rumah walet dan/atau tempat pemrosesan sarang walet untuk pengeluaran ke negara Republik Rakyat Tiongkok.

Waktu dan Tempat Pemeriksaan

Pemeriksaan pelaksanaan penjaminan kandungan nitrit  dalam sarang walet, dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pemeliharaan di rumah walet teregistrasi dan/atau tempat pemrosesan sarang walet yang telah ditetapkan sebagai instalasi karantina produk hewan dan mendapat nomor registrasi dari Kepala Badan Karantina Pertanian.

Tata Cara Pemeriksaan

A. Di Rumah Walet

Pemeriksaan terhadap upaya pencegahan akumulasi kadar ammonia dan nitrit di lingkungan rumah walet dilakukan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan catatan harian terhadap :

a. Pelaksanaan pembersihan  kotoran burung;
b. Penggantian air kolam;
c. Monitoring suhu dan kelembaban rumah walet;
d. Penyimpanan sarang walet di suhu ruangan yang tidak melebihi 32°C untuk yang dilakukan penyimpanan sementara.

2. Pemeriksaan terhadap lokasi dan kebersihan sumber air yang digunakan untuk pembersihan kotoran dan penggantian air kolam serta untuk perawatan dan pembersihan sarang walet;
3. Pemeriksaan adanya rumah walet yang dilengkapi oleh alat indikator suhu dan kelembaban;
4. Pemeriksaan suhu rumah walet yang menunjukkan suhu 25 - 32°C dan kelembaban minimum 60%;
5. Pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya gangguan hewan pengganggu;
6. Pemeriksaan terhadap jenis, kebersihan dan keutuhan kemasan sarang walet untuk penyimpanan sarang walet hasil pemanenan dan  pengiriman sarang walet menuju tempat pemrosesan;
7. Pemeriksaan terhadap kondisi kebersihan alat pengangkut sarang walet menuju ke tempat pemrosesan.

B. Di Tempat Pemrosesan

1. Di Ruang Penerimaan Sarang Walet Kotor

a. Pemeriksaan catatan harian terhadap:
* Pemilahan   sarang   walet kotor berdasarkan warna;
* Penyimpanan  sarang  walet kotor hasil pemilahan.
b. Verifikasi secara langsung terhadap pemilahan sarang walet kotor berdasarkan warna

2. Di Ruang Pembersihan

Pemeriksaan terhadap kesesuaian:
a. Hasil pemeriksaan kualitas air dengan Permenkes  No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum;
b. SOP, Instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pencucian dari mulai pembersihan dan pencabutan bulu;
c. SOP, Instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan penggantian air pencelupan;
d. SOP, Instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan peralatan dan wadah yang digunakan untuk proses pencucian sarang walet;
e. SOP, Instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembersihan.

3. Di Ruang Pembentukan dan Pengeringan

Pemeriksaan terhadap kesesuaian:
a. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan proses pembentukan dan pengeringan;
b. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan peralatan dan wadah untuk proses pembentukan dan pengeringan sarang walet;
c. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang pembentukan dan pengeringan.

4. Di Ruang Penyimpanan

Pemeriksaan terhadap kesesuaian:
a.SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan  penyimpanan sarang walet bersih;
b.Suhu dan kelembaban suhu ruang penyimpanan;
c.SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan peralatan dan wadah untuk proses penyimpanan sarang walet;
d.SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan.

5. Di Ruang Pemanasan

Pemeriksaan terhadap kesesuaian :
a. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan proses pemanasan;
b. Sertifikat verifikasi alat dan sistem pemanas beserta hasil nya;
c. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan alat dan wadah untuk proses pemanasan;
d. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan penggunaan sesuai standar air minum menurut Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 dan penggantian air untuk proses pengukusan (pemanasan);
e. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan lantai, sampah, tempat sampah dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan.

6. Di Ruang Pengemasan

Pemeriksaan kesesuaian terhadap:
a. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan proses pengemasan;
b. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan  penyimpanan jangka pendek dengan waktu kurang dari 4 hari dalam suhu ruangan;
c. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan  penyimpanan jangka panjang dalam refrigerator dengan suhu dibawah 5°C;
d. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan pembersihan lantai dan lingkungan sekitar ruang penyimpanan;
e. SOP, instruksi kerja dan catatan harian dengan pelaksanaan penggunaan alat transportasi.
BAB IV TATA CARA PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET
Pelaksana
  1. Pengambilan sampel sarang walet bersih dilakukan oleh Tim yang terdiri dari petugas karantina hewan di UPT-KP yang bertanggungjawab pada wilayah kerja yang membawahi lokasi atau tempat pemrosesan sarang walet untuk pengeluaran ke negara Republik Rakyat Tiongkok.
  2. Pemeriksaan kandungan nitrit dalam sarang walet dilakukan oleh petugas laboratorium karantina hewan pada Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP).
Waktu dan Tempat Pemeriksaan

Pemeriksaan kandungan nitrit dalam sarang walet dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali di BBUSKP.

Tata Cara Pemeriksaan
  1. Pengambilan Sampel
a. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel sesuai Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.160/L/4/2014 tentang Pedoman Pemantauan Karantina untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok;
b. Sampel disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup;
c. Sampel kemudian dikirimkan kepada Kepala BBUSKP dengan surat pengantar dari Kepala UPT KP dan ditembuskan kepada Kepala Pusat KH Kehani.
  1. Metode Pemeriksaan
a. Pemeriksaan kandungan nitrit dalam sarang walet dilaksanakan dengan metode yang  ditetapkan dan disepakati oleh kedua negara
BAB V PELAPORAN

1. Laporan Pemeriksaan Pelaksanaan Penjaminan Kandungan Nitrit

a. Laporan Pemeriksaan Pelaksanaan Penjaminan Kandungan Nitrit disusun sebagaimana Lampiran II pada Pedoman ini;
b. Laporan pemeriksaan pelaksanaan penjaminan kandungan nitrit selanjutnya menjadi lampiran untuk Laporan Pemantauan Karantina sebagaimana Lampiran XII Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.160/L/4/2014 tentang Pedoman Pemantauan Karantina untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok.

2. Laporan Pemeriksaan Kandungan Nitrit Sarang Walet

a. Laporan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan nitrit dari BBUSKP disusun berdasarkan tata cara pelaporan yang berlaku di BBUSKP;
b. Laporan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan nitrit disampaikan kepada Kepala UPT KP bersangkutan dengan surat pengantar dari Kepala BBUSKP.
c. Laporan pemeriksaan kandungan nitrit sarang walet dari BBUSKP selanjutnya menjadi lampiran untuk Laporan Pemantauan Karantina sebagaimana Lampiran XII Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.160/L/4/2014 tentang Pedoman Pemantauan Karantina untuk Pengeluaran Sarang Walet ke Negara Republik Rakyat Tiongkok.
d. Terhadap hasil pemeriksaan yang menunjukkan kandungan nitrit melebihi 30 ppm, Kepala Badan Karantina Pertanian berdasarkan rekomendasi dokter hewan karantina dari UPT KP menerbitkan surat pemberitahuan kepada pemilik atau eksportir sarang walet yang menyatakan bahwa pemilik atau eksportir sarang walet untuk sementara tidak dapat melakukan pengeluaran sarang walet dimaksud ke negara Republik Rakyat Tiongkok.
e. Apabila ditemukan berturut-turut sebanyak 2 (dua) kali atau lebih, hasil pemeriksaan menunjukkan kandungan nitrit melebihi 30 ppm dan tindakan perbaikan yang direkomendasikan tidak segera ditindaklanjuti, Kepala Badan Karantina Pertanian berdasarkan rekomendasi dokter hewan karantina menerbitkan pencabutan surat penetapan dan nomor registrasi IKPH untuk Sarang Walet Ekspor ke negara Republik Rakyat Tiongkok.