PERATURAN MENTERI PERTANIAN
Dari Infokawan
Peraturan Menteri Pertanian No. 3238/Kpts/PD.630/9/2009
TENTANG : PENGGOLONGAN JENIS-JENIS HAMA PENYAKIT HEWAN KARANTINA, PENGGOLONGAN DAN KLASIFIKASI MEDIA PEMBAWA
KESATU
Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa seperti tercantum pada Lampiran I dan Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Keputusan ini.
KEDUA
Jenis hama penyakit hewan yang belum terdapat di wilayah negara Republik Indonesia dan belum ditetapkan pada Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, dan memenuhi kriteria, antara lain:
- a. Mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat;
- b. Belum diketahui cara penanganannya;
- c. dapat membahayakan kesehatan manusia;
- d. dapat menimbulkan dampak sosial yang meresahkan masyarakat; dan/atau;
- e. dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi;
ditetapkan sebagai Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan I.
KETIGA
Jenis hama penyakit hewan atau hama penyakit hewan karantina yang sudah terdapat di suatu area di wilayah negara Republik Indonesia dan berubah sifat sehingga:
- a. Mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat;
- b. Belum diketahui cara penanganannya;
- c. Dapat membahayakan kesehatan manusia;
- d. Dapat menimbulkan dampak sosial yang meresahkan masyarakat; dan/atau
- e. Dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi;
ditetapkan sebagai Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan I.
KEEMPAT
Jenis hama penyakit hewan karantina yang sudah ditetapkan sebagai Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan I sebagaimana dimaksud diktum KESATU dan berubah sifat, sehingga:
- a. tidak mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat;
- b. diketahui cara penanganannya;
- c. tidak membahayakan kesehatan manusia;
- d. tidak menimbulkan dampak sosial yang meresahkan masyarakat;
- e. tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi; dan/atau
- f. sudah terdapat di suatu area dalam wilayah Indonesia.
ditetapkan sebagai Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan II.
KELIMA
Penggolongan jenis hama penyakit hewan karantina sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, diktum KETIGA dan diktum KEEMPAT lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri Pertanian dalam bentuk Keputusan Menteri.
KEENAM
Pemasukan media pembawa yang berasal dari negara yang tertular hama penyakit hewan karantina golongan I dan/atau dari negara yang dinyatakan sedang terjadi wabah hama penyakit hewan karantina golongan II dilarang.
KETUJUH
Pemasukan atau pengeluaran media pembawa ke atau dari area dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan sedang terjadi wabah hama penyakit hewan karantina golongan II dilarang.
KEDELAPAN
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
LAMPIRAN I: GOLONGAN I
No | Nama/Jenis Penyakit | Penyebab | Hewan Yang Peka | Masa Tunas /
Inkubasi |
Cara Penularan | Standar Pengujian | Masa
pengamatan |
Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 |
1. | Acarapisosis of Honey Bees/
Acarine Disease |
Mites Acarin | Lebah | 10 hari | kontak langsung dengan hewan sakit | Uji mikroskopis, ELISA | 10 hari | Penyakit
eksotik |
2. | Actinomycosis / Lumpy jaw | Actinomyces sp | Semua hewan | 2-3 minggu | Kontak langsung | Isolasi, Mikroskopik, Kultur
agar |
3 minggu | Penyakit
eksotik |
3. | African Horse Sickness (AHS) | Orbivirus | Kuda, Keledai, Zebra, Gajah,
Onta dan Anjing (subklinis) |
7 – 14 hari | Vektor (Culicoides, Culex, Anopheles,
Aedes, Hyaloma, Rhipicephalus) |
PCR, Immunofluorescen,
ELISA, |
14 hari | Penyakit
eksotik |
4. | African Swine Fever (ASF) | Asfar viridae | Babi | 5 – 15 hari | o Kontak langsung dengan hewan
tertular o Vektor (Ornithodoros moubata porcinus, O.erraticus) o Mekanis (kontaminasi kandang tertular, peralatan, jarum, sampah dari babi tertular) |
PCR, ELISA, IFAT | 15 hari | Penyakit
eksotik |
5. | American Foulbrood of Honey Bees | Paenibacillis larvae | Lebah | 2-15 hari | Kontak langsung dengan hewan sakit | Isolasi, High Polar Microscope | 15 hari | Penyakit
eksotik |
6. | Atrophic Rhinitis of Swine | Bordetella bronchiseptica dan
Pasteurella multoicida |
Babi | 1-4 bulan | Kontak langsung dengan hewan sakit | Isolasi, pewarnaan gram | 4 bulan | Penyakit
eksotik |
7. | Aujeszky’s Disease/Pseudorabies/Mad
itch/ Infectious Bulbar Paralysis |
Herpes virus | o Babi (primer host)
o Sapi, Domba, Kambing, Anjing, Kucing (secondary host) |
3 - 10 hari | o Kontak langsung melalui inhalasi
o Kontak tidak lang |
PCR, ELISA, FAT | 10 hari | Penyakit
eksotik |
8. | Avian Encephalomyelitis (AE)/Epidemic
Tremor |
Hepato virus | Unggas | 5 – 20 hari | o Vertikal : Induk ke anak
o Kontak langsung |
ELISA, FAT, AGID, Embryo
Susceptibility Test |
20 hari | Penyakit
eksotik |
9. | Bovine Spongiform Encephalothy
(BSE)/ Mad Cow/ Sapi Gila |
Protein prion | Ruminansia | 2 - 8 tahun | Pemberian pakan dari SRM hewan sakit | ELISA, Histopatologik,
Immunohistokimia |
8 tahun | Penyakit
eksotik |
10. | Brucellosis | Brucella melitensis | Domba, Kambing | 2-8 minggu | o Kontak langsung melalui perkawinan,
inhalasi o Kontak tidak langsing melalui semen, susu, sekresi |
RBT, Isolasi, CFT, ELISA, AGID | 8 minggu | Penyakit
eksotik |
11. | Camel Pox | Pox virus | Unta | 4 – 13 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung (aerosol, inhalasi) |
PCR, ELISA, Histopatologik,
IFAT, Electron Microscope |
13 hari | Penyakit
eksotik |
12 | Caprine Arthritis/Encephalitis | Lenti virus | Kambing, Domba | 2 – 3 tahun | Vertikal (kolostrom) | AGID, ELISA | 3 tahun | Penyakit
eksotik |
13. | Contagious Agalactia | Mycoplasma
agalactia |
Kambing, Domba | 7 – 56 hari | o Inhalasi
o Lewat susu |
Isolasi, Identifikasi, IFAT, CFT,
ELISA, PCR |
56 hari | Penyakit
eksotik |
14. | Contagious Caprine
Pleuropneumonia |
Mycoplasma capricolum sub sp
capri pneumoniae |
Kambing, Domba | 6 – 45 har | o Kontak langsung
o Inhalasi |
IFAT, PCR, CFT, PH, ELISA | 45 hari | Penyakit
eksotik |
15. | Contagious Equine Metritis | Toylorrella
equigenitalis |
kuda | 10-14 hari | Kontak langsung melalui
perkawinan |
PCR, CFT, ELISA, Isolasi, Passive
HaemAgglutination (PHA) |
14 hari | |
16. | . Contagius Bovine PleuroPneumonia (CBPP)/
Pleuro Pneumonia Contagiosa Bovum |
Mycoplasma
mycoides |
- Sapi, Kerbau
- Domba dan Kambing (carrier) |
5 - 207 hari | Kontak langsung | PCR, ELISA | 207 hari | Penyakit
eksotik |
17. | Crimean Congo Haemorhagic Fever | Neoviral | Burung unta | 4 – 14 hari | Vektor tick Hyaloma | ELISA, PCR | 14 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
18. | Dourine/ Mala Du'coit/ Sipilis Kuda | Trypanosoma
equiperdum |
Kuda , keledai | 1 minggu –
2 bulan |
Kontak langsung melalui
perkawinan |
CFT, ELISA, Pewarnaan ulas sekresi | 2 bulan | Penyakit
eksotik |
19. | Duck Virus Enteritis (DVE) | Herpesviridae | Itik, bebek, angsa | 7 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung melalui feses |
PCR , SNT ,
isolasi virus |
7 hari | Penyakit
eksotik |
20. | Duck Virus Hepatitis (DVH) | Hepadnaviridae | Bebek, itik, angsa | 1 - 4 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung melalui feses, pakan, peralatan tertular |
SNT, isolasi virus,
FAT |
4 hari | Penyakit
eksotik |
21. | Ebola/Green monkey fever | Filoviridae | Primata | 2 - 21 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung melalui mukosa dan cairan tubuh hewan terkontaminasi |
PCR, ELISA | 21 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
22. | Enterovirus encephalomyelitis/
Teschen Disease/ Enzootic Porcine Encephalomyelitis/ Bening enzootic paresis/ Poliomyelitis suum/ Talfan disease |
Enteroviral | Babi | 10 - 40 hari | o Kontak langsung antara hewan sakit
o melalui hewan sub klinis o Kontak tidak langsung (nasal, oral, feses, cairan, sisa makanan dari hewan sakit) |
IFAT, VNT | 40 hari | Penyakit
eksotik |
23. | Equine Infectious Anaemi | Lentivirus | Kuda | 7 - 21 hari ,
bisa sampai 90 hari |
o Kontak langsung
o Vektor (lalat) |
AGID, ELISA | 90 hari | Penyakit
eksotik |
24. | Equine Influenza | Orthomyxoviridae
equine-1 (H7N7) and equine-2 (H3N8) |
Kuda | 1-5 hari | Kontak langsung melalui inhalasi | HI, Immunodiffusion test, PCR | 5 hari | |
25. | Equine Rhinopneumonitis | Herpesviral | Kuda, Keledai | 2-10 hari | o Kontak langsung melalui perkawinan
o Kontak tidak langsung melalui kontaminasi saliva, air, darah, feses, fetus yang abortus, pakan |
SNT, ELISA, Isolasi Virus | 10 hari | Penyakit
eksotik |
26. | Equine Viral Arteritis | Artheriviridae | Kuda dan equidae
lainnya |
2-13 hari | o Kontak langsung melalui inhalasi
o Kontak tidak langsung melalui Inseminasi Buatan |
CFT, PCR, IFAT,
ELISA, AGID |
13 hari | Penyakit
eksotik |
27. | European Foulbrood of Honey Bees | Melissococcus
pluton |
Lebah | 2-15 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung |
Isolasi, High Polar Microscope | 15 hari | Penyakit
eksotik |
28. | Foot and Mouth Disease/ Aphtae Epizooticae/
Penyakit Mulut dan Kuku |
Rhinoviral | Hewan berkuku genap | 2 – 14 harI | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung (bahan-bahan terkontaminasi spt air, udara, tanah, rumput, dll) o Petugas/Orang yang kontak dengan hewan sakit dapat menularkan virus |
PCR, ELISA, VNT | 14 hari | Penyakit
eksotik |
29. | Genital Horse Pox/ Variola equine/
Equine Venereal Balanitis |
Herpesviral | Kuda dan equidae
lainnya |
4-8 hari | o Kontak langsung melalui perkawinan
o Kontak tidak langsung melalui kontaminan peralatan, sarung tangan |
Electron Microscope, CFT | 8 hari | Penyakit
eksotik |
30. | Glanders/ Malleus/ Boosaardige Droes/
Equinia, Farcy, Ingus Jahat |
Burkholderia
mallei |
Kuda (hewan berkuku satu) | 6 bulan | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung o Karnivora dapat terinfeksi setelah memakan daging hewan sakit |
Pewarnaan Gram preparat ulas,
CFT, Mallein test |
6 bulan | Penyakit
eksotik Zoonosis |
31. | Heartwater | Ehrlichia ruminantum | Ruminansia | 10 – 30 hari | Vektor : Amblyoma | PCR, Isolasi | 30 hari | Penyakit
eksotik |
32. | Hendra Virus | Paramyxoviridae | Kuda | 6 – 12 hari | o Kelelawar sebagai reservoir
o Kontak langsung dengan hewan sakit o Kontak tidak langsung melalui urine dan cairan hewan tertular o Kuda, Anjing, Kucing dapat tertular dengan gejala ringan |
PCR, ELISA, Isolasi Virus, SNT,
Electron Microscope |
12 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
33. | Highly Pathogenic Avian Influenza
(HPAI) |
Orthomyxoviridae | Unggas | 3 - 21 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung (sekresi, feses, air, peralatan dan baju kandang terkontaminasi) o Unggas air (carrier) |
PCR, AGID, HI, Isolasi Virus | 21 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
34. | Leishmaniosis/ Kallaazar/ Dundum Fever/
Oriental Sore/ Aleppo Button/ Delhi Boil/ Chiclero Ulcer/ Bay Sor |
Leishmania
infantum |
Anjing,Kucing | 3 bulan -
beberapa tahun |
Vektor : Lalat Phlebotomine | Preparat Ulas, Anti Leishmania
Ab Assay, ELISA, PCR |
3 bulan -
beberapa tahun |
Penyakit
eksotik Zoonosis |
35. | Lumpy Skin Disease (LSD)/Pseudo-Urticaria/
Neethling Virus Disease/ Exanthema Nodularis Bovis, Knopvelsiekte |
Capri pox viral | Sapi, Kerbau, | 2 - 5 minggu | Vektor (serangga : Stomoxys calcitrans,
Culicoides nubeculosus, Mallophaga sp, Damalinia spp, Culex mirificus, Aedes natronius) |
PCR, HISTOPATOLOG IK, FAT,
AGP, VNT |
5 minggu | Penyakit
eksotik |
36. | Maedi-Visna | Lentiviral | Domba, Kambing | 2 – 3 tahun | o Kontak langsung melaluiinhalasi
o Kontak tidak langsung melalui kolostrum |
PCR, ELISA, AGID | 3 tahun | Penyakit
eksotik |
37. | Marburg Disease | Filoviral | Primata | 5 - 10 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung melalui darah terkontaminasi |
ELISA, PCR | 10 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
38. | Murray Valley Encephalitis (MVE)/Kunjin/
West Nile Encephalitis |
Flaviviral | Kuda | 3 - 14 hari | o Kontak tidak langsung
o Vektor melalui burung, nyamuk |
PCR, ELISA, HI, Isolasi,
immunohistokimia |
14 hari | Penyakit
eksotik zoonosis |
39. | Myxomatosis | Myxomaviral | kelinci | 2-5 hari | Kontak langsung | ELISA, AGID, | 5 hari | Penyakit
Eksotik |
40. | Nairobi Sheep Disease | Bunyaviridae | Domba, Kambing | 2 - 7 hari | Vektor Rhiphicephalus appendiculatus dan
Amblyoma |
ELISA, Isolasi, VNT | 7 hari | Penyakit
eksotik |
41. | New World Screwworm | Cochliomya
nominivorax |
Sapi, Domba | 12 - 24 jam | Vektor Rhiphicephalus appendiculatus dan
Amblyoma |
Uji makroskopik | 24 jam | Penyakit
eksotik |
42. | Nipah virus/Porcine respiratory and
neurological Syndrome/Porcine Respiratory and Encephalitis Syndrome (PRES)/Barking Pig Syndrome (BPS) |
Paramyxoviridae | Babi | 4 – 18 har | o Kelelawar sebagai reservoir
o Kontak langsung dengan hewan sakit o Kontak tidak langsung melalui urine dan cairan hewan tertular o Kuda, Anjing, Kucing dapat tertular dengan gejala ringan |
PCR, ELISA, SN, Electron
Microscope |
18 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
43. | Ovine Epididymitis (Brucellosis) | Brucella ovis | Domba, Kambing | 2-8 minggu | o Kontak langsung melalui perkawinan,
inhalasi o Kontak tidak langsung melalui semen, air susu, sekresi |
RBT, Isolasi, CFT, ELISA, AGID | 8 minggu | Penyakit
eksotik |
44. | Ovine Pulmonary Adenomatosis | Retro viral | Domba | 3 minggu –
beberapa tahun |
o Kontak langsung
o Inhalasi |
Histopatologikologi, ELISA, PCR,
RIA |
3 minggu –
beberapa tahun |
Penyakit
eksotik |
45. | Peste des Petits Ruminants (PPR) | G. Morbilli viral
F. Paramyxoviridae |
- Ruminansia terutamaKambing,
Domba - Sapi (subklinis) |
3 – 21 har | Kontak langsung (aerosol) | PCR, ELISA,Isolasi Virus, VNT | 21 hari | Penyakit
eksotik |
46. | Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome
(PRRS)/Porcine Epidemic Abortion and Respiratory Syndrome/ Swine Infertility and Respiratory Syndrom/Penyakit Misteri |
Arteriviridae | Babi | 7 hari | o Pernapasan, udara tercemar
o Semen |
PCR, ELISA,IFAT, | 7 hari | Pulau Bulan |
47. | Rabbit Haemorrhagic Disease/
Rabbit Calici Virus Disease |
Caliciviral | Kelinci | 1-2 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung melalui dahak |
RT-PCR, Immunoblotting,
Immunoelectrone microscope, ELISA |
2 hari | Penyakit
eksotik |
48. | Rift Valley Fever/ Enzootic Hepatitis/
Slenkdalkoors |
Phleboviral | Ruminansia (terutama Domba,
Kambing, Sapi) - Unta (sub klinis) |
12 – 36 hari | o Vektor (nyamuk)
o Kontak langsung denganhewan sakit dan cairan hewan tertular (susu, urin, air liur, leleran, darah, fetus yangabortus, dll) o Petugas/Orang yang kontak dengan hewan sakit /produk hewan sakitsangat mudah tertular(zoonosis) |
PCR, HI, ELISA,PRN, | 36 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
49. | Rinderpest/ Cattle Plague/ Vee Pest/ Sampar Sapi | Paramyxoviridae | Ruminansia, Babi | 3 – 15 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung (bahan-bahan terkontaminasi spt air,udara, tanah, rumput, dll) |
PCR, ELISA, VNT | 15 hari | Penyakit
eksotik |
50. | Scrapie/ Traberkrankheit | Prion | Kambing, Domba | 1 – 5 tahun | o Kontak tidak langsung melalui burung unta
o Per Os melalui pakan terkontaminasi dari hewan sakit |
ELISA, Histopatologik | 5 tahun | Penyakit
eksotik |
51. | Sheep and Goat Pox / Cacar Kambing dan Domba | Caprypoxviral | Domba dan Kambing | 4 – 13 har | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung (aerosol, inhalasi) |
PCR, ELISA, Histopatologik,
IFAT, Electron Microscope |
13 hari | Penyakit
eksotik |
52. | Small Hive Beetle Infestation | Aetheninatumida | Kumbang dan Lebah | 1-7 hari | o Vertikal
o Horizontal |
Electron microscope, | 7 hari | Penyakit
eksotik |
53. | Strangles/Mink Horse/Equine Distemper/
Ingus tenang |
Streptococcus
equi |
Kuda (equidae) | 3-14 har | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsungmelalui peralatan, pakan, pakaian, minuman terkontaminasi |
Isolasi | 14 hari | Penyakit
eksotik |
54. | Swine Influenza / Influenza Babi | Orthomyxoviridae | Babi | 1-7 hari | o Kontak langsung
o perinhalasi |
Isolasi, virus, imonohistokimia,
PCR, HI, ELISA |
7 hari | - |
55. | Swine Vesicular Disease | Enterovirus | Babi | 2 – 28 hari | o Kontak langsung dengan hewan sakit
o Kontak tidak langsung (kontaminasi feses, makanan sisa dari hewan sakit) |
PCR, ELISA, CFT, Cell Culture,
VNT |
28 hari | Penyakit
eksotik |
56. | Transmissible Gastroenteritis of
Swine (TGE) |
Coronaviridae | - Babi
- Anjing, Rubah (carrier) |
Beberapa
jam – 4 hari |
o Per Os melalui feses, pakan terkontaminasi | PCR, ELISA, FAT, Electron
Microscope |
4 hari | Penyakit
eksotik |
57. | Trichomonosis/Bovine
trichomoniasis/Bovine Genital Trichomoniasis/ Bovine Trichomonad Abort |
Trichomonas
foetus |
Sapi, kerbau, babi,
kuda |
4 – 9 har | o Kontak langsung melalui perkawinan
o Kontak tidak langsung melalui semen |
PCR, Mikroskopis, Kultur jaringan | 9 hari | Penyakit
eksotik |
58. | Tropilaelops Infestation of Honey
Bees |
A. dorsata
A. mellifera |
lebah | 7 hari | o Kontak langsung melalui lebah terinfeksi
o Kontak tidak langsung melalui pakan terkontaminasi o Vektor : Mites Apis mellifera, A. dorsata, A. laboriosa |
Mikroskopis | 7 hari | Penyakit
eksotik |
59. | Tularemia | Francisella
tularensis |
Semua hewan | 3-14 hari | o Kontak langsung
o Inhalasi o Vektor Caplak/Tick, Lalat deer fly |
Isolasi, IFAT, ELISA, PCR | 14 hari | Penyakit
eksotik zoonosis |
60. | Turkey Rhinotracheitis | Pnemoviral | Kalkun | 7-10 hari | Inhalasi | Microagglutinasi, ELISA, Isolasi | 10 hari | Penyakit
eksotik |
61. | Varroosis of Honey Bees Pndah ke gol II | Varroa mites | lebah | 9 bulan | o Vertikal
o Vektor tungau |
RT-PCR | 9 bulan | Penyakit
eksotik |
62. | Venezuellan Equine Encephalitis ,
Equine Encephalomyelitis/ Eastern, Western |
Flaviviral | Kuda | 5-14 hari | o Vektor (burung, serangga: nyamuk) | Isolasi, CFT, HI | 14 hari | Penyakit
eksotik Zoonosis |
63. | Vesicular Stomatitis/ Stomatitis
Vesicularis/ Sore Mouth/ Sore Nose/ Radang Mulut Berlepuh (RML) |
Rhabdoviridae | Kuda, Sapi, babi,
Kambing, Domba, kuda |
2- 21 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung (insekta berpotensi sbg Vektor : lalat Phlebotomine, nyamuk dan Culicoides sp) |
CFT, ELISA, VNT, PCR | 21 hari | Penyakit
eksotik |
64. | Vibriosis/Epizootic Aborti
Camphylobacteriosis/ Bovine Genital Camphylobacter |
Camphylobacter
sp |
Ruminansia | 2 minggu –
10 bulan |
o Kontak langsung melalui perkawinan
o Kontak tidak langsung melalui semen, kontaminan peralatan |
Isolasi, PCR, MAT (Mucous
Agglutination Test) |
10 bulan | Penyakit
eksotik |
65. | Yersinia Pseudotuberculosis
Septicaemia |
Yersinia sp | Babi | 3-10 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
Isolasi, Biopsi lymphonodes,
Pemeriksaan sub-kultur, |
10 hari | Penyakit
eksotik |
LAMPIRAN II: GOLONGAN II
No | Nama/Jenis Penyakit | Penyebab | Hewan Yang Peka | Masa Tunas /
Inkubasi |
Cara Penularan | Standar Pengujian | Masa
pengamatan |
Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 |
1. | Anaplasmosis / Gall sickness/
Malaria Sap |
Anaplasma sp | Lebah | 6 – 38 hari | Vektor | CFT, FAT, Uji mikroskopik, Uji
Biologik |
38 hari | Zoonosis |
2. | Anthrax /Splenic Fever/Charbon/Miltzbrand/
Wool Sorters Disease/Radang limpa |
B. anthracis | Hewan pemamah biak terutama
Sapi, Kerbau, Rusa; Burung Onta |
max. 20 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
Uji ASCOLI, Uji biologik, Uji
bakteriologi, Uji mikroskopik, ICT |
20 hari | Zoonosis |
3. | Avian Chlamydiosis | Chlamydia psittaci | Unggas | 3 hari – 2
bulan |
o Kontak tidak langsung melalui feses,
nasal discharge, debu terkontaminasi o Petugas/Orang tertular melalui handling hewan tertular |
CFT, Elementary Body Agglutination
(EBA), PCR, Immunohistokimia , ELISA |
2 bulan | |
4. | Avian Infectious Bronchitis | Coronaviridae | Unggas | 18-36 jam | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
Isolasi, FAT, Electron Microscope,
ELISA, |
36 jam | |
5. | Avian Mycoplasmosis | Mycoplasma sp | Unggas | 6-21hari | o Inhalasi
o Vertikal |
ELISA, Isolasi, PCR, SRA | 21hari | |
6. | Avian Tuberculosis | Mycobacterium
avium var. avium |
Unggas | 1-2 bulan | Kontak tidak langsung melalui pakan
terkontaminas |
Isolasi, ELISA, PCR | 2 bulan | |
7. | Babesiosis/Reas`Feaver/Tick Fever/
Piroplasmosis/Deman ginjal |
Babesia spp | Sapi, Kerbau, Keledai, Kambing,
Anjing, Domba, Kucing, Babi, Hewan liar lain. |
1 - 2
minggu |
Vektor, mekanik | HA,HI,CFT,FAT,Uji Mikroskopik | 2 minggu | |
8. | Blackleg/Boutvuur/Raushbrand/Gangraen
a emphysematosa/Quarter ill/ Black quarter, Radang paha |
Clostridium
chauvoei |
Sapi, Domba | max 48 jam | o Kontak langsung
o Kontak tidaklangsung |
Uji mikroskopik, Gambaran patologi
anatomi, Pemeriksaan kultur, Uji biologis, FAT, |
48 jam | |
9. | Blue Tongue (BT)/Sore Mouth/Sore
Muzzle/Ovine Catarrhal Fever |
Arbovirus | Domba, Kambing | max. 21 hari | Vektor (Colicoides) | CFT, SNT, FAT, AGPT | 21 hari | |
10. | Bovine Anaplasmosis | Anaplasma sp | Sapi | 6-38 hari | Vektor caplak | ELISA, Uji Mikroskopik | 38 hari | |
11. | Bovine Babesiosis | Babesia sp | Sapi | 1-3 minggu | Vektor caplak | ELISA, Uji Mikroskopik | 3 minggu | Zoonosis |
12 | Bovine Tuberculosis | Mycobacterium
bovum |
Sapi | s/d berbulan-
bulan |
o Inhalasi
o Kontak tidak langsung melalui sekresi, eksresi, air susu, semen, urine |
Isolasi, Tuberculin test, Pemeriksaan
Biologik, Histopatologik, Pewarnaan ZiehlNielsen, PCR, ELISA |
s/d berbulan-
bulan |
Zoonosis |
13. | Bovine Virus Diarrhoae
(BVD)/Mucosal Disease |
Pestivirus | Sapi | 1 – 3
minggu |
o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
ELISA, SNT | 3 minggu | |
14. | Brucellosis / Bang's Disease/
Contagious Abortion/ Malta fever/ Keluron menular |
Brucella spp | Sapi, Kambing, Domba, Babi,
Anjing |
2 minggu –
8 bulan |
o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
CFT, FAT, SAT, Uji Aglutinasi,
RBT, MRT, Comb's Test |
8 bulan | |
15. | Canine Parvovirus Infection | Parvovirus | Anjing | 3-10 hari | o Feses terkontaminasi
o Inhalasi |
ELISA, HI, PCR | 10 hari | |
16. | Contagious Ecthyma/ ORF/ Contagious
Pustular Dermatitis/Scabby Mouth /Sore Mouth/Bengoran |
Virus cacar | Kambing, Domba, | 2-6 hari | Kontak langsung | AGPT, SNT, Pemeriksaan
Histopatologik |
6 hari | |
17. | Cysticercosis/
Baberasan/Barrasan/Manisan |
Cysticercus sp | Babi, Sapi | s/d berbulan-
bulan |
Kontak tidak langsung | Uji Mikroskopik, Gambaran
patologi anatomi |
berbulan-
bulan |
|
18. | Dermatophilosis Dermatophilus Infection,
Cutaneous Streptothrichosis, Lumpy Wool, Strawberry Foot Root |
Dermatophilus
congolensis |
Kucing, Domba,
Kuda, Kelinci, Kambing, Sapi, |
2 - 4 minggu | Kontak dengan arthrospora dan konidia
Vektor serangga, tick dermatophylus, amblyoma |
Uji Mikroskopik, Fluorescence
pada Dermatopyta, Kultur |
4 minggu | Zoonosis |
19. | Echinococcosis/ Kista Hydatidosa | Echinococcus sp | Ruminansia, Babi, Anjing
(Multiple spesies) |
berbulan-
bulan |
Kontak tidak langsung | Ditemukan parasit, Gambaran
Patologi Anatomi, Uji Mikroskopik |
berbulan-
bulan |
|
20. | Egg Drop Syndrome (EDS) | Adenoviridae | Unggas | 10-24 hari | o Vertikal
o Horizontal melalui pernafasan |
ELISA, PCR, HI | 24 hari | |
21. | Enzootic bovine Leucosis, Cattle
Leucaemia/ Leukosis Sapi |
C-type virus-like
particles. |
Sapi, Kerbau,
Domba |
3 tahun | Kontak tidak langsung | ELISA, AGID, PCR | 3 tahun | |
22. | Equine Babesiosis/ Equine
Piroplasmosis |
Babesia sp | Kuda | 10-30 hari | o Vektor Caplak demacentor sp,
Boophilus, Amblyoma, Anocentor o Mekanis : peralatan terkontaminasi |
ELISA, CFT, IFA | 30 hari | |
23. | Erysipelas/Diamond Skin Disease | Erysipelothrix
rhuseupati |
Babi, Kambing,
Domba, Unggas |
max. 6
bulan |
o Oral, perkutan, intra uterin
o Kontak tidak langsung via Vektor ektoparasit kutu, caplak, lalat penggigit |
Uji Mikroskopik, Uji Biologik, Uji
Bakteriologik, AGD, Uji serologis, ELISA |
6 bulan | |
24. | Fowl Cholera | Pasteurella
multocida |
Unggas
(kalkun lebih peka |
2-10 hari | Flock : sekresi mulut,
conjunctiva |
ELISA, Isolasi, Biokimia,
Pewarnaan Gram |
10 hari | |
25. | Fowl Pox | Avipoxvirus | Unggas | 1-2 minggu | o Kontak langsung
o Vektor biologis : nyamuk o Vektor mekanis : serangga penggigit |
Histopatologi, PCR, ELISA,
Electron Microscope |
2 minggu | |
26. | Fowl Typhoid | Salmonella
gallinarum |
Unggas | 2-7 hari | o Transovarial
o Horizontal (melalui air terkontaminasi, makanan) o Vektor mekanik (burung liar, manusia, lalat, truk) |
Isolasi, Identifikasi, PCR, NPIP
Testing (serotyping S.gallinarum) |
7 hari | |
27. | Hog Cholera /Classical Swine Fever
(CSF)/Swine fever/Peste du porc/ Sampar Babi |
Pestivirus | Babi | 2-7 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
SNT, CFT, FAT, HA, AGPT, Uji
Mikroskopik, Pemeriksaan Histopatologik, PCR |
7 hari | |
28. | Infectious BovineRhinotracheitis(IBR)/
Infectious Pustular Vulvoginitis (IPV)/ Infectious Bovine Necrotic Rhinotracheitis/ Necrotic Rhinitis/Red Nose Disease/ Bovine Coital Exantherna |
Herpetoviridae | Sapi, Kambing | max. 21 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
ELISA, SNT | 21 hari | |
29. | Infectious Bursal Disease/gumboro | Gumboro virus | Unggas | 2-3 hari | o Oral
o Kontak langsung o Kontak tidak langsung melalui conjunctiva, inhalasi |
ELISA | 3 hari | |
30. | Infectious Chicken Anemia, Blue Wing
Disease, Anemia Dermatitis Syndrome |
Gyrovirus | Unggas | 5 hari | o Kontak langsung : Vertikal melalui telur
o Kontak tidak langsung via oral, inhalasi |
ELISA, PCR | 5 hari | |
31. | Infectious Laryngo Tracheitis (ILT) | Herpetovirideae | Unggas | 6 - 12 har | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
IFAT, Isolasi Virus | 12 hari | |
32. | Japanese Encephalitis/ Russian
Autumn Encephalitis/ Japanese B encephalitis |
Flavivirus | Babi, Kuda, Sapi, Domba | 7 hari | o Vektor (nyamuk) | HI, CFT, SNT, IFAT, ELISA,
Isolasi Agerit, Uji Histopatologi |
7 hari | zoonosis |
33. | Jembrana/Penyakit Rama Dewa | Jembrana Virus | Sapi Bali | max. 45 har | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
ELISA, Uji Biologik | 45 hari | zoonosis |
34. | Johne's Disease/Paratuberkulosis | Mycobacterium
paratuberculosis |
Sapi, Domba, Kambing, rusa,
kuda |
Min 15
bulan |
o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung melalui sekresi, feses, air susu, produk hewan terkontaminasi |
CFT, PCR, Isolasi, | Min 15 bulan | Penyakit
eksotik zoonosis |
35. | Leptospirosis/ Infectious Hemoglubinuria/
Flabby Udder/Yellow Disease/Weil's Disease/ Red Water Disease |
Leptospira spp | Ruminansia, Babi, Anjing | 1-2 minggu | Kontak tidak langsung | CFT, Uji Aglutinasi, Uji
Mikroskopik, Uji Biologi, Uji Serologis |
2 minggu | |
36. | Listeriosis/Listerellosis/ Citeling
Disease/Silage sickness |
Listeria sp Ruminansia, Babi, | Ruminansia, Babi, Kuda,
Kucing, Kelinci, Unggas |
bervariasi
bisa beberapa hari |
Kontak tidak langsung | CFT, Uji Mikroskopik, Uji
Biologik |
bervariasi bisa
beberapa hari |
|
37. | Low Pathogenic Avian Influenza
(LPAI) |
Orthomyxoviridae | Unggas, Babi | 2 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
ELISA, SNT | 2 hari | |
38. | Lymphoid Leukosis Kompleks | Retrovirus | Unggas | s/d 4 bulan | o Vertikal
o Horizontal |
Pemeriksaan Histopatologik, PCR | 4 bulan | |
39. | Malignant Catarrhal Fever /MCF/Gangrenoza
Bovum/Snot Ziekte/Penyakit Ingusan Sapi/ Penyakit makan tanah/Coryza Sapi |
Herpesvirus | Sapi, Kerbau | max. 60 hari | Kontak langsung | CFT, ELISA, Uji Aglutinasi dan
Presitipasi, Uji Mikroskopik, Pemeriksaan Histopatologik |
60 hari | |
40. | Marek’s Disease | Herpesvirus | Unggas | 3 minggu | Inhalasi | AGID, ELISA | 3 minggu | |
41. | New Castle Disease/Pseudo Fowl
Pest/Ranikhet Disease/Tetelo |
Paramyxoviridae | Unggas | max. 21 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
HA, HI, SNT, FAT | 21 hari | |
42. | Old World Screwworm | C. bezziana | Sapi, Domba | 12-24 jam | Vektor : lalat Chrisomya
bezziana |
Uji makroskopik | 24 jam | |
43. | Pebrine | Nosema bombycis | Telur ulat sutera | 14-21 hari | o Vertikal
o per oral |
ELISA, FAT,
Monoclonal Antibody, SAT |
21 hari | |
44. | Porcine Cysticercosis | Cysticercus sp | Babi | Sangat
bervariasi |
Fecal-oral | Western Blot Kit,
ELISA, |
Sangat
bervariasi |
|
45. | Rabies /Lyssa/Tollwut/ Rage
Hydrophobia/Penyakit Anjing gila |
Rhabdovirus | Anjing, Kucing, Kera, Rubah,
Kelelawar, Babi, Ruminansia, Skunk, Mongoose kuning |
Anjing, Kucing
10 hr- 8 minggu Sapi, Kambing, Kuda dan Babi 1 - 3 bulan |
Kontak langsung | IFAT,ELISA, Isolasi virus, Uji
biologik, Pemeriksaan Histopatologik, Uji Mikroskopik, Uji Serologik |
Anjing, Kucing
10 hr- 8 minggu Sapi, Kambing, Kuda dan Babi 1 - 3 bulan |
Zoonosis |
46. | Ring Worm/ Dermatophytosis/Favus
Unggas/ Kurap |
Dermatophyta | Sapi, Kelinci, Cavia, Mencit,
Tikus, Kalkun, Kera |
1 minggu | Kontak langsung | Pemeriksaan Histopatologi,
Pemupukan, Uji Mikroskopik |
1 minggu | |
47. | Runting and Stunting Syndrome (RSS) | Enterovirus, Astrovirus,
calicivirus, reovirus |
Unggas | > 14 hari | o Vertikal
o Horizontal (langsung dan tidak langsung) |
Isolasi, | > 14 hari | |
48. | Saccharomycosis/ Pseudomalleus/
Pseudoglanders/ Lymphangitis Epizootica/ African Farci/Selakarang |
Histoplasma farciminosa | Kuda dan famili
equidae |
2 minggu | Kontak langsung | FAT, Uji
mikroskopik, Uji bakterioligik |
2 minggu | |
49. | Scabies/Mange/ Demodecosis/ Kudis | Demodex spp | Ruminansia, Kuda, Babi, Anjing,
Kucing, Kelinci, |
10 – 42 hari | Kontak langsung | Uji Mikroskopik,
ELISA |
42 hari | |
50. | Septichaemia Epizootica(SE)/
Septicamia,haemorrhagica/Borbone/ Penyakit ngorok |
Pasteurella multocida | Sapi, Kerbau, Kambing, Domba,
Babi,Kuda, Kelinci, marmot, Mencit, burung Merpati, |
14 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
IFAT, AGPT, Uji mikroskopik, Uji
biologik, Uji bakteriologik, ELISA |
14 hari | |
51. | Stephanofilariasis/ Kaskado | Stephanofilaria sp | Sapi, Kambing | 2 - 3 minggu | Vektor | Uji mikroskopik | 14 hari | |
52. | Swine Dysentri/Black Disease | Brachyspira hyodysenteriae | Babi | 1 - 2 hari | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
Uji Mikroskopik, ELISA | 2 hari | |
53. | Theileriosis/ Tzaneen Disease/
Turning Sickness |
Theileria sp | Sapi, Kerbau, Domba | 10 - 25 hari | Vektor | Ulas darah | 25 hari | |
54. | Trichinellosis/Trichinosis | Trichinella sp | Anjing, Kucing, Babi, Sapi,
Kambing, Domba,Tikus, Beruang |
10-14 hari | Kontak tidak langsung | IFAT, ELISA,Uji mikroskopik,
Uji sensifitas |
14 hari | |
55. | Trypanosomosis/ Surra/Penyakit mubeng | Trypanosoma evansi | Kuda, Ruminansia, Anjing | 1-4 minggu
Kuda (5-60 hari) |
Vektor lalat Tabanus sp | Preparat ulas darah, Biologis,
IFAT, PCR |
60 hari | |
56. | Tuberculosis | Mycobacterium sp | Semua hewan | bervariasi | o Kontak langsung
o Kontak tidak langsung |
Tuberkulosis test, Uji mikroskopik,
Uji biologik, Uji bakteriologik |
bervariasi |
Peraturan Menteri Pertanian No. 41/Permentan/OT.140/3/2013
TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN ATAU PENGELUARAN SARANG WALET KE DAN DARI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
- Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan/atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina.
- Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disingkat HPHK adalah semua hama, agen penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
- Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan I yang selanjutnya disingkat HPHK Golongan I adalah hama penyakit hewan karantina yang mempunyai sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui cara penanganannya, belum terdapat di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
- Hama Penyakit Hewan Karantina Golongan II yang selanjutnya disingkat HPHK Golongan II adalah hama penyakit hewan karantina yang potensi penyebarannya berhubungan erat dengan lalu lintas media pembawa, sudah diketahui cara penanganannya dan telah dinyatakan ada di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
- Sarang Burung Walet yang selanjutnya disebut sarang walet adalah hasil burung walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung walet dan apabila dikonsumsi memerlukan proses lebih lanjut atau merupakan produk pangan belum siap saji.
- Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa.
- Pemasukan adalah kegiatan memasukkan media pembawa sarang walet dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
- Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan media pembawa sarang walet dari dalam wilayah negara Republik Indonesia ke luar negeri.
- Pemilik Media Pembawa Sarang Walet yang selanjutnya disebut pemilik atau kuasanya adalah perorangan atau badan usaha baik berbentuk maupun tidak berbentuk badan hukum yang melakukan pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dalam atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
- Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus media pembawa baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.
- Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.
- Dokter Hewan Petugas Karantina yang selanjutnya disebut dokter hewan karantina adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tindakan karantina.
- Dokumen Karantina Hewan yang selanjutnya disebut dokumen karantina adalah semua formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan tindakan karantina.
- Sertifikat Sanitasi adalah keterangan yang ditandatangan oleh pejabat berwenang dari negara asal atau dokter hewan karantina di tempat pengeluaran yang menyatakan bahwa sarang walet bebas dari hama penyakit hewan karantina.
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi:
- a. Petugas karantina dalam melakukan tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia; dan
- b. Pemilik atau kuasanya dalam pemenuhan persyaratan untuk pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya HPHK, memberikan perlindungan kesehatan, serta menjamin ketentraman batin masyarakat.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
- a. persyaratan karantina untuk pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia;
- b. tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
BAB II PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN ATAU PENGELUARAN SARANG WALET
Bagian Kesatu Persyaratan Pemasukan
Pasal 4
Pemasukan sarang walet ke wilayah negara Republik Indonesia wajib:
- a. dilengkapi Sertifikat Sanitasi;
- b. melalui tempat pemasukan yang ditetapkan Menteri; dan
- c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 5
Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 paling kurang memuat pernyataan:
- a. sarang walet bebas dari HPHK;
- b. sarang walet memenuhi aspek kesehatan masyarakat veteriner;
- c. jenis dan jumlah sarang walet;
- d. nama dan alamat pengirim dan penerima;
- e. tempat pengeluaran dan tanggal muat; dan
- f. tempat pemasukan.
Pasal 6
(1) Aspek kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, sarang walet tidak mengandung cemaran biologi, kimia, dan fisik yang melebihi ambang batas maksimal.
(2) Ambang batas maksimal cemaran biologi, kimia, dan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
NO. | JENIS PENGUJIAN | METODE | BATAS MAKSIMAL |
---|---|---|---|
1 | Bahaya Biologi | ||
Total Mikroba | Total Plate Count (TPC) | 1 X 106 cfu/g | |
Staphylococcus aureus | Kultur | 1 X 102 cfu/g | |
Koliform | Most Probable Number
(MPN) |
1 X 102 cfu/g | |
Escherichia coli | MPN dan Kultur | 1 X 101 cfu/g | |
Salmonella sp | Kultur | Negatif/25 g | |
Avian Influenza (AI) | RT-PCR | Negatif | |
Listeria sp | Kultur | Negatif/25 g | |
Total Yeast and mold | Kultur | 1 X 101 cfu/g | |
2 | Bahaya fisik (logam, kayu, dll) | Visual | Negatif |
3 | Bahaya Kimia | ||
Kadar Nitrit | Spektrofotometri / HPLC/LCMS-MS | 125 mg/kg |
Pasal 7
(1) Sarang walet yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, harus dikemas dalam suatu kemasan.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari negara asal dan terbuat dari bahan yang kuat dan aman.
(3) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan keterangan yang paling kurang memuat:
- a. jenis dan spesifikasi sarang walet (ukuran, kualitas/grade);
- b. berat bersih sarang walet; dan
- c. tanggal, bulan, dan tahun produksi.
Bagian Kedua: Persyaratan Pengeluaran
Pasal 8
Pengeluaran sarang walet dari wilayah negara Republik Indonesia wajib:
- a. dilengkapi Sertifikat Sanitasi;
- b. melalui tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh Menteri; dan
- c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 9
Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 paling kurang memuat pernyataan:
- a. sarang walet bebas dari HPHK;
- b. sarang walet memenuhi aspek kesehatan masyarakat veteriner;
- c. jenis dan jumlah sarang walet;
- d. nama dan alamat pengirim dan penerima;
- e. tempat pengeluaran dan tanggal muat; dan
- f. tempat pemasukan di negara tujuan.
Pasal 10
(1) Sarang walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia, harus dikemas dalam suatu kemasan.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuat dari bahan yang kuat dan aman.
(3) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi paling kurang dengan keterangan yang memuat:
- a. jenis dan spesifikasi sarang walet (ukuran, kualitas/grade);
- b. berat bersih sarang walet; dan
- c. tanggal, bulan, dan tahun produksi.
Pasal 11
(1) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10, pengeluaran sarang walet dari dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, berdasarkan protokol yang telah disepakati.
(2) Ketentuan mengenai pemenuhan persyaratan negara tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
BAB III TATA CARA TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN ATAU PENGELUARAN SARANG WALET
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 12
(1) Pemilik atau kuasanya menyampaikan laporan rencana pemasukan atau pengeluaran sarang walet paling lambat 1 (satu) hari sebelum pemasukan atau pengeluaran.
(2) Tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas karantina di tempat pemasukan atau pengeluaran.
(3) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan/atau pembebasan.
Bagian Kedua:Tata Cara Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Sarang Walet
Pasal 13
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), terdiri atas pemeriksaan:
- a. dokumen; dan
- b. sanitasi.
(2) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa Sertifikat Sanitasi.
Pasal 14
(1) Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), terbukti sarang walet tidak dilengkapi Sertifikat Sanitasi, dilakukan penolakan.
(2) Sarang walet yang dikenakan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penahanan apabila:
- a. setelah dilakukan pemeriksaan fisik terhadap sarang walet dan diduga tidak berpotensi membawa dan menyebarkan HPHK;
- b. bukan berasal dari negara yang dilarang pemasukannya; dan
- c. pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi Sertifikat Sanitasi paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja.
(3) Tenggat waktu 3 (tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, bukan memberikan kesempatan kepada pemilik atau kuasanya untuk membuat Sertifikat Sanitasi dari negara asal.
(4) Dalam hal tenggat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi Sertifikat Sanitasi, dilakukan penolakan.
Pasal 15
(1) Pemeriksaan keabsahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan untuk membuktikan keabsahan Sertifikat Sanitasi.
(2) Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila:
- a. diterbitkan oleh pejabat berwenang;
- b. menggunakan kop surat resmi;
- c. dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
- d. dibubuhi stempel;
- e. diberi nomor; dan
- f. mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Sanitasi.
(3) Dalam hal Sertifikat Sanitasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penolakan.
Pasal 16
(1) Pemeriksaan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam Sertifikat Sanitasi dengan fisik sarang walet.
(2) Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kesesuaian jenis dan jumlah sarang walet.
(3) Dalam hal pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak sesuai antara data yang tercantum dalam Sertifikat Sanitasi dengan fisik sarang walet, dilakukan penolakan.
Pasal 17
(1) Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, terbukti Sertifikat Sanitasi lengkap, sah dan benar dilakukan pemeriksaan sanitasi.
(2) Pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui sarang walet:
- a. bebas HPHK; serta
- b. aman dan layak sebagai bahan konsumsi.
Pasal 18
(1) Apabila hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terbukti sarang walet:
- a. tidak bebas HPHK Golongan I, dilakukan pemusnahan;
- b. tidak bebas HPHK Golongan II, diberikan perlakuan; atau
- c. tidak aman atau tidak layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pemusnahan.
(2) Dalam hal setelah diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
- a. tidak dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pemusnahan; atau
- b. dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pembebasan.
(3) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan apabila sarang walet terbukti aman dan layak sebagai bahan konsumsi.
Pasal 19
Dalam hal hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terbukti sarang walet:
- a. bebas HPHK; dan
- b. aman dan layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pembebasan.
Pasal 20
(1) Sarang walet yang dikenakan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (4), Pasal 15 ayat (3), atau Pasal 16 ayat (3) harus segera dibawa keluar dari dalam wilayah negara Republik Indonesia, dalam batas waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja dan dituangkan dalam Berita Acara Penolakan.
(2) Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang, apabila pemilik atau kuasanya:
- a. tidak dapat menyediakan alat angkut; dan/atau
- b. belum menyelesaikan kewajiban lainnya sesuai peraturan perundangan di bidang kepabeanan
(3) Pemberian perpanjangan waktu pelaksanaan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan tingkat risiko masuk dan menyebarnya HPHK.
(4) Dalam hal dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun.
(5) Segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan penolakan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
Pasal 21
(1) Sarang walet yang dikenakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), diterbitkan Berita Acara Penahanan, dan harus berada di bawah pengawasan petugas karantina.
(2) Segala hal yang diperlukan selama masa penahanan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
Pasal 22
(1) Dalam hal tenggat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), sarang walet belum dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia, dilakukan pemusnahan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan karantina, disaksikan petugas kepolisian negara Republik Indonesia serta petugas dari instansi terkait lainnya.
(3) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun.
(4) Segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan pemusnahan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
Pasal 23
(1) Sarang walet yang dikenakan tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) atau Pasal 19 diterbitkan Sertifikat Sanitasi.
(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau kuasanya menyelesaikan kewajiban pembayaran pungutan jasa karantina yang merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
Ketentuan mengenai pemeriksaan dokumen dan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
Bagian Ketiga: Tata Cara Tindakan Karantina Terhadap Pengeluaran Sarang Walet
Pasal 25
(1) Sarang walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia harus dilengkapi dengan Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan sanitasi.
Pasal 26
(1) Apabila hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti sarang walet:
- a. tidak bebas HPHK Golongan I, dilakukan pemusnahan;
- b. tidak bebas HPHK Golongan II, diberikan perlakuan; atau
- c. tidak aman atau tidak layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pemusnahan.
(2) Dalam hal setelah diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
- a. tidak dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pemusnahan; atau
- b. dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pembebasan.
(3) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan apabila sarang walet aman dan layak sebagai bahan konsumsi.
Pasal 27
Dalam hal hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti sarang walet:
- a. bebas HPHK; dan
- b. aman dan layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pembebasan.
Pasal 28
(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) atau Pasal 27, dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Sanitasi.
(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau kuasanya menyelesaikan kewajiban pembayaran pungutan jasa karantina yang merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan.
Bagian Keempat: Tata Cara Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Kembali Sarang Walet Yang Ditolak Oleh Negara Tujuan
Pasal 29
(1) Pemasukan kembali sarang walet dari luar negeri karena tidak memenuhi persyaratan karantina, persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, kontaminasi HPHK dan/atau alasan lain dilakukan tindakan karantina sesuai ketentuan tentang pemasukan.
(2) Pemasukan kembali sarang walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai surat keterangan penolakan dari negara tujuan yang menerangkan alasan penolakan.
(3) Sertifikat Sanitasi produk hewan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina pada waktu pengeluaran sarang walet dapat dipergunakan lagi sebagai persyaratan karantina.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/KR.100/12/2015
TENTANG INSTALASI KARANTINA HEWAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Media Pembawa Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah Hewan, Bahan Asal Hewan, Hasil Bahan Asal Hewan, dan/atau Benda Lain.
2. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar.
3. Bahan Asal Hewan yang selanjutnya disingkat BAH adalah bahan yang berasal dari Hewan yang dapat diolah lebih lanjut.
4. Hasil Bahan Asal Hewan yang selanjutnya disingkat HBAH adalah Bahan Asal Hewan yang telah diolah.
5. Benda Lain adalah Media Pembawa yang bukan tergolong Hewan, BAH, dan HBAH yang mempunyai potensi penyebaran penyakit hama dan penyakit hewan karantina.
6. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disingkat HPHK adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
7. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah HPHK masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia.
8. Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain dan tempat-tempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan Media Pembawa.
9. Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina.
10. Instalasi Karantina Sementara adalah Instalasi Karantina yang dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang sifat penggunaannya satu atau beberapa kali untuk pengiriman bertahap.
11. Instalasi Karantina Permanen adalah Instalasi Karantina yang dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang penggunaannya bersifat permanen.
12. Instalasi Karantina Pasca Masuk adalah Instalasi Karantina yang dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang dipergunakan untuk melaksanakan Tindakan Karantina yang memerlukan waktu lama terhadap jenis media pembawa yang cara pendeteksiannya belum dapat dilakukan, menunggu pertumbuhan dan/atau perkembangan Media Pembawa.
13. Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen adalah Instalasi Karantina yang dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang dipergunakan sebagai tempat melakukan Tindakan Karantina terhadap satwa liar yang dipelihara atau ditangkarkan secara in-situ dan/atau ex-situ, serta tindakan karantinanya dilakukan secara rutin dan berkelanjutan pada wilayah tempat pemeliharaan atau penangkaran.
14. Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum adalah Instalasi Karantina yang dibangun oleh Pemerintah atau Pihak Lain yang dipergunakan untuk melaksanakan Tindakan Karantina terhadap Media Pembawa yang rentan.
15. Pihak Lain adalah perorangan atau badan usaha baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
16. Pemohon adalah Pihak Lain yang mengajukan permohonan penetapan Instalasi Karantina.
17. Aplikasi Penetapan Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat APIKH adalah sistem penetapan Instalasi Karantina dengan menggunakan perangkat sistem informasi dengan basis operasi Web.
18. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan Tindakan Karantina.
19. Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang selanjutnya disingkat UPT KP adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkup Badan Karantina Pertanian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
20. Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian Setempat yang selanjutnya disebut UPT KP Setempat adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkup Badan Karantina Pertanian yang terdekat dengan lokasi Instalasi Karantina.
21. Tim Verifikasi adalah Petugas Karantina di Kantor Pusat Badan Karantina Pertanian yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi.
<nowiki>22. Tim Penilai Kelayakan adalah Petugas Karantina di UPT KP yang ditunjuk.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan penetapan Instalasi Karantina, dengan tujuan agar Instalasi Karantina yang telah ditetapkan dipergunakan sesuai dengan peruntukan dan fungsinya.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi Jenis Instalasi Karantina, Persyaratan Penetapan Instalasi Karantina, Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina, dan Pengawasan.
BAB II JENIS INSTALASI KARANTINA
Pasal 4
(1) Untuk mencegah masuk, tersebar, dan keluarnya HPHK, dilakukan Tindakan Karantina.
(2) Tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di Instalasi Karantina di dalam atau di luar Tempat Pemasukan atau Tempat Pengeluaran.
(3) Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disediakan oleh Pemerintah atau Pihak Lain.
Pasal 5
Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) terdiri atas Instalasi Karantina:
a. Sementara;
b. Permanen;
c. Pasca Masuk;
d. Pasca Masuk Permanen;
e. Pengamanan Maksimum; dan
f. di Negara Asal dan/atau di Negara Transit.
Pasal 6
(1) Instalasi Karantina Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina terhadap Hewan, BAH, atau HBAH.
(2) Instalasi Karantina Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk satu atau beberapa kali pengiriman dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 7
(1) Instalasi Karantina Permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina terhadap Hewan, BAH, atau HBAH.
(2) Instalasi Karantina Permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun.
(3) Instalasi Karantina Permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang sampai dengan 5 (lima) tahun.
Pasal 8
(1) Instalasi Karantina Pasca Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina terhadap Hewan yang berpotensi menularkan HPHK dan mempunyai sifat penularan serta cara mendeteksinya memerlukan masa pengamatan relatif lebih lama.
(2) Instalasi Karantina Pasca Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan dalam jangka waktu 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
(3) Instalasi Karantina Pasca Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipergunakan kembali selama masih memenuhi persyaratan teknis dan kajian risiko penyebaran penyakit hewan.
Pasal 9
(1) Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina terhadap satwa liar yang dipelihara atau ditangkarkan secara in-situ dan/atau ex-situ.
(2) Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan selama masih memenuhi persyaratan teknis dan kajian risiko penyebaran penyakit hewan.
Pasal 10
(1) Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina bagi pemasukan hewan yang rentan dari negara, area atau tempat yang masih tertular HPHK golongan I.
(2) Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada di tempat atau lokasi yang terisolasi dari wilayah pengembangan budi daya ternak.
(3) Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan selama masih memenuhi persyaratan teknis dan kajian risiko penyebaran penyakit hewan.
Pasal 11
(1) Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara Transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f sebagai tempat untuk melakukan Tindakan Karantina bagi Media Pembawa yang berasal dari suatu negara dan/atau negara transit.
(2) Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara Transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk Media Pembawa yang memiliki risiko tinggi bagi masuknya HPHK ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara Transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan berdasarkan pertimbangan dokter hewan karantina.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara Transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Media Pembawa yang dikenakan Tindakan Karantina di Instalasi Karantina berupa Media Pembawa yang:
- a. memiliki risiko tinggi;
- b. memerlukan tindakan karantina intensif;
- c. memerlukan perlakuan tertentu; dan/atau
- d. memerlukan tindakan karantina lebih lanjut.
(2) Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III PERSYARATAN PENETAPAN INSTALASI KARANTINA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
(1) Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) terdiri atas:
- a. lahan;
- b. bangunan;
- c. peralatan; dan
- d. sarana pendukung.
(2) Lahan, bangunan, peralatan, dan sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai Instalasi
Karantina milik Pihak Lain setelah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
(3) Lahan, bangunan, peralatan, dan sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai Instalasi Karantina milik Pemerintah setelah memenuhi persyaratan teknis dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua Persyaratan Administrasi
Pasal 14
Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) meliputi:
- a. akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk badan usaha, atau kartu identitas untuk perorangan;
- b. Izin Gangguan Lingkungan (Hinder Ordonantie/HO), kecuali yang berlokasi di kawasan berikat, dan kawasan industri;
- c. rekomendasi lokasi dari dinas kabupaten/kota yang membidangi fungsi kesehatan hewan; dan
- d. surat pernyataan penguasaan lahan dan bangunan serta tidak berstatus sengketa, sesuai Format-1.
Pasal 15
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pihak Lain yang akan membangun Instalasi Karantina Permanen, Instalasi Karantina Pasca Masuk, Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen, dan Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum, harus mempunyai:
- a. lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT RW), dibuktikan dengan surat rekomendasi dari instansi berwenang; dan
- b. dokumen pengolahan limbah, dibuktikan dengan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dari instansi berwenang.
Bagian Ketiga Persyaratan Teknis
Pasal 16
(1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) terdiri atas persyaratan lahan, bangunan, peralatan, dan sarana pendukung.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan:
- a. jenis Media Pembawa;
- b. risiko penyebaran HPHK, kesejahteraan hewan, atau keamanan produk melalui kajian risiko; dan
- c. sosial budaya dan lingkungan.
(3) Persyaratan teknis sesuai dengan jenis media pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Kajian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling kurang didasarkan pada:
- a. status dan situasi HPHK negara/daerah asal;
- b. jarak pelabuhan/bandara ke lokasi Instalasi Karantina;
- c. status dan situasi HPHK di lokasi Instalasi Karantina;
- d. tingkat risiko yang dibawa oleh Media Pembawa;
- e. jarak populasi rentan dengan lokasi yang akan diperuntukkan sebagai Instalasi Karantina; dan/atau
:f. jarak antar kandang, untuk Hewan.
Pasal 17
Persyaratan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), sebagai berikut:
- a. memiliki sumber air yang cukup sesuai dengan peruntukannya;
- b. berada di lokasi bebas banjir dan berdrainase baik;
- c. tersedia akses jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat atau lebih;
- d. tersedia fasilitas bongkar muat; dan
- e. tidak berada dekat dengan sentra peternakan dan perusahaan peternakan, untuk Instalasi Karantina bagi Hewan.
Pasal 18
(1) Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), sebagai berikut:
- a. berpagar keliling yang kuat dan rapat;
- b. tersedia tempat untuk melakukan Tindakan Karantina;
- c. mempunyai sirkulasi udara yang sehat;
- d. atap bangunan terbuat dari asbes, genteng atau sejenisnya;
- e. konstruksi bangunan harus memperhatikan keselamatan dan keamanan petugas;
- f. mempunyai papan nama Instalasi Karantina sesuai dengan spesifikasi, sesuai Format-2; dan
- g. mudah dibersihkan atau disucihamakan.
(2) Instalasi Karantina untuk Hewan, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus:
- a. menyediakan kandang isolasi, gudang pakan, dan tempat untuk melakukan tindakan pemeriksaan, pengamatan, perlakuan, dan pemusnahan;
- b. mempunyai lantai kandang yang kuat, tidak licin dan dengan kemiringan 20 sampai dengan 40;
- c. mempunyai konstruksi bangunan kandang yang memperhatikan keselamatan hewan;
- d. aman dari gangguan lingkungan yang dapat menimbulkan stres; dan
- e. memenuhi kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan dan lingkungan yang memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari rasa sakit, ketakutan, dan tertekan.
(3) Instalasi Karantina untuk BAH dan HBAH, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus:
- a. tersedia fasilitas pemeriksaan dan gudang atau tempat penyimpanan; dan
- b. dapat menjamin produk di dalamnya tidak mengalami perubahan fisik, mutu, serta memperhatikan aspek keamanan pangan dan kehalalan bagi yang dipersyaratkan.
Pasal 19
Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), sebagai berikut:
- a. memiliki alat komunikasi dan penerangan listrik;
- b. tersedia sarana untuk melakukan Tindakan Karantina;
- c. sarana terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan, dan disucihamakan; dan
- d. bagi Hewan, harus tersedia tempat pakan dan minum yang cukup sesuai kapasitas kandang.
Pasal 20
Persyaratan sarana pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), sebagai berikut:
- a. memiliki fasilitas pengolahan limbah;
- b. konstruksi dan sarana pendukung lain terbuat dari bahan yang kuat, tidak korosif, mudah dibersihkan dan disucihamakan; dan
- c. bagi BAH dan HBAH harus tersedia tempat pemeriksaan organoleptik.
Pasal 21
(1) Untuk melaksanakan Tindakan Karantina, pemilik Instalasi Karantina harus menyediakan:
- a. dokter hewan dan paramedik kesehatan hewan;
- b. penanggung jawab pemeliharaan kandang dan hewan dan petugas penatausahaan/pencatatan kegiatan Instalasi Karantina; dan
- c. bahan dan peralatan diagnostik.
(2) Dokter hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai penanggung jawab pengelolaan dan pengawasan Instalasi Karantina dari aspek kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan/atau kesejahteraan hewan.
(3) Paramedik kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk membantu dokter hewan.
(4) Penanggung jawab pemeliharaan kandang dan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai pemelihara kondisi kandang, kebutuhan pakan, minum, dan obat hewan.
(5) Petugas penatausahaan/pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai petugas administrasi pengelolaan Instalasi Karantina.
(6) Bahan dan peralatan diagnostik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan dalam rangka pengujian atau deteksi penyakit hewan.
BAB IV TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA
Pasal 22
(1) Lahan, bangunan, peralatan, dan sarana pendukung milik Pihak Lain dapat ditetapkan sebagai Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a sampai dengan huruf e dengan mengajukan permohonan penetapan Instalasi Karantina.
(2) Permohonan penetapan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pihak Lain kepada Menteri melalui Kepala Badan Karantina Pertanian secara online melalui APIKH yang dapat diakses pada situs web (website) Badan Karantina Pertanian.
(3) Permohonan secara online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah Pihak Lain memiliki identitas pengguna (user id) dan kata kunci (password).
(4) Dalam hal APIKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengalami gangguan, proses pengajuan sampai dengan penetapan Instalasi Karantina dapat dilakukan secara manual.
(5) Tata cara penetapan dan penggunaan APIKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian.
Pasal 23
(1) Untuk memperoleh identitas pengguna (user id) dan kata kunci (password) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) Pihak Lain melakukan pendaftaran melalui APIKH.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan verifikasi untuk mengetahui profil pemohon oleh Tim Verifikasi.
(3) Jika hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar dan memenuhi syarat, diberikan identitas pengguna (user id) dan kata kunci (password).
(4) Jika hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar dan tidak memenuhi syarat, ditolak dan diberikan pemberitahuan secara online.
Pasal 24
(1) Identitas pengguna (user id) dan kata kunci (password) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) digunakan oleh pemohon untuk pendaftaran penetapan calon Instalasi Karantina.
(2) Identitas pengguna (user id) dan kata kunci (password) dapat digunakan untuk pengajuan penetapan lebih dari satu calon Instalasi Karantina bagi perusahaan yang masih dalam satu manajemen.
(3) Pendaftaran penetapan calon Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai berkas asli pendaftaran penetapan calon Instalasi Karantina kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
(4) Berkas asli pendaftaran penetapan calon Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa kelengkapan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
Pasal 25
(1) Pemohon pada saat mengajukan pendaftaran penetapan calon Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) mengisi data calon Instalasi Karantina yang akan ditetapkan.
(2) Data calon Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan paling kurang:
- a. nama dan alamat pemilik/Pemohon;
- b. alamat lokasi;
- c. kapasitas;
- d. jenis Media Pembawa; dan
- e. prasarana dan sarana yang dimiliki.
(3) Data calon Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kelengkapan berkas persyaratan administrasi dan teknis dilakukan verifikasi oleh Tim Verifikasi.
(4) Jika hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) benar dan memenuhi syarat, digunakan sebagai bahan penilaian kelayakan.
(5) Jika hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak benar dan tidak memenuhi syarat, pendaftaran ditolak disertai dengan alasan penolakan dan disampaikan secara online.
Pasal 26
(1) Hasil verifikasi yang benar dan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) oleh Tim Verifikasi disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
(2) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menugaskan Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani untuk membuat surat penugasan kepada Kepala UPT KP.
Pasal 27
Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 25 ayat (3), dan Pasal 26 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian.
Pasal 28
(1) Kepala UPT KP membentuk Tim Penilai Kelayakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak surat penugasan dari Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani diterima.
(2) Tim Penilai Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penilaian pemenuhan persyaratan dan kelayakan teknis dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Tim Penilai Kelayakan dibentuk.
(3) Tim Penilai Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil penilaian dan rekomendasi kepada Kepala UPT KP dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak penilaian persyaratan dan kelayakan teknis diselesaikan.
(4) Hasil penilaian dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk laporan hasil penilaian kelayakan calon Instalasi Karantina.
(5) Kepala UPT KP menyampaikan surat pengantar yang berisi rekomendasi kepada Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani dalam jangka waktu paling lama 2 (hari) kerja terhitung sejak laporan hasil penilaian kelayakan calon Instalasi Karantina diterima.
Pasal 29
(1) Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani menerbitkan hasil verifikasi dan kajian terhadap rekomendasi hasil penilaian kelayakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak surat Kepala UPT KP diterima.
(2) Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani menyampaikan hasil verifikasi dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
(3) Hasil verifikasi dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa rekomendasi persetujuan atau penolakan penetapan Instalasi Karantina.
Pasal 30
(1) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima rekomendasi persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3),
menetapkan Instalasi Karantina dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri, sesuai Format-3.
(2) Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon dan ditembuskan kepada Kepala UPT KP yang memberikan rekomendasi hasil penilaian kelayakan dan UPT KP tempat pemasukan dan/atau tempat pengeluaran melalui APIKH, dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
Pasal 31
(1) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima rekomendasi penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), menolak permohonan penetapan Instalasi Karantina dengan surat penolakan penetapan, sesuai Format-4.
(2) Surat penolakan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemohon dan ditembuskan kepada Kepala UPT KP yang memberikan rekomendasi hasil penilaian kelayakan dan UPT KP tempat pemasukan dan/atau pengeluaran melalui APIKH, dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
Pasal 32
(1) Ketentuan mengenai tata cara penetapan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 31 berlaku secara mutatis mutandis terhadap perpanjangan penetapan Instalasi Karantina, sepanjang tidak terjadi perubahan dokumen atau sarana dan prasarana Instalasi Karantina.
(2) Permohonan perpanjangan penetapan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap mempergunakan dokumen administrasi yang disampaikan pada saat pengajuan penetapan Instalasi Karantina yang pertama kali.
(3) Permohonan perpanjangan penetapan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku penetapan Instalasi Karantina.
Pasal 33
Format-1 sampai dengan Format-4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, Pasal 18 ayat (1) huruf f, Pasal 30 ayat (1), dan Pasal 31 ayat
(1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Pengawasan terhadap Instalasi Karantina yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan secara langsung dan tidak langsung oleh Petugas Karantina yang ditunjuk Kepala UPT KP Setempat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan penggunaan Instalasi Karantina.
Pasal 35
(1) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan oleh Petugas Karantina yang ditunjuk Kepala UPT KP Setempat dengan cara monitoring dan evaluasi paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila:
- a. ditemukan ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis;
- b. terjadi perubahan kapasitas, sarana Instalasi Karantina; atau
- c. terjadi keadaan kahar (force majeure).
(3) Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan melalui pelaporan penggunaan instalasi karantina.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh Pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina kepada Kepala UPT KP Setempat setiap 6 (enam) bulan sekali.
(5) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilaporkan oleh Kepala UPT KP Setempat kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.
BAB VI KETENTUAN SANKSI
Pasal 36
Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) dapat dikenakan sanksi administratif sebagai berikut:
- a. peringatan tertulis;
- b. penghentian sementara penggunaan Instalasi Karantina; dan/atau
- c. pencabutan penetapan Instalasi Karantina.
Pasal 37
(1) Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Kepala UPT KP Setempat menyampaikan peringatan tertulis kepada pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina untuk melakukan tindakan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak surat peringatan diterima.
(2) Instalasi Karantina yang diberikan peringatan tertulis sebagaimana pada ayat (1) tidak dapat digunakan sebagai tempat pelaksanaan Tindakan Karantina sampai dengan dilakukan tindakan perbaikan.
Pasal 38
Pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina menyampaikan laporan tindakan perbaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) kepada Kepala UPT KP setempat.
Pasal 39
Kepala UPT KP Setempat menugaskan Petugas Karantina untuk melakukan penilaian langsung ke Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.
Pasal 40
(1) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina tidak melakukan tindakan perbaikan, diusulkan pencabutan penetapan Instalasi Karantina.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina telah melakukan tindakan perbaikan, diusulkan pencabutan peringatan tertulis.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Petugas Karantina kepada Kepala UPT KP Setempat dalam bentuk laporan hasil penilaian.
(4) Kepala UPT KP Setempat menyampaikan laporan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.
Pasal 41
(1) Instalasi Karantina yang tidak melakukan tindakan perbaikan berdasarkan laporan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), dilakukan pencabutan penetapan Instalasi Karantina dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri.
(2) Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina dan ditembuskan kepada Kepala UPT KP Setempat dan UPT KP tempat pemasukan dan/atau tempat pengeluaran melalui APIKH, dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
Pasal 42
(1) Instalasi Karantina yang telah melakukan tindakan perbaikan berdasarkan laporan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), dilakukan pencabutan peringatan tertulis oleh Kepala UPT KP Setempat.
(2) Pemberitahuan pencabutan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan surat Kepala UPT KP Setempat dan disampaikan kepada pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina dan ditembuskan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani serta UPT KP tempat pemasukan dan/atau tempat pengeluaran melalui APIKH, dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja.
Pasal 43
(1) Pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina yang tidak melaporkan penggunaan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
- a. memberikan peringatan tertulis pertama kepada pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina untuk segera melaporkan penggunaan Instalasi Karantina;
- b. memberikan peringatan tertulis kedua apabila dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak peringatan tertulis pertama diterima, pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina tidak melaporkan penggunaan Instalasi Karantina;
- c. menghentikan sementara penggunaan Instalasi Karantina apabila dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak peringatan tertulis kedua diterima, pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina tidak melaporkan penggunaan Instalasi Karantina; dan/atau
- d. mencabut penetapan Instalasi Karantina apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak sanksi penghentian sementara dikenakan, pemilik dan/atau penanggung jawab Instalasi Karantina tidak melaporkan penggunaan Instalasi Karantina.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Instalasi Karantina milik Pihak Lain yang telah ditetapkan dan masih berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
LAMPIRAN I
JENIS MEDIA PEMBAWA YANG DAPAT DILAKUKAN TINDAKAN KARANTINA DI INSTALASI KARANTINA YANG TELAH DITETAPKAN
NO | GOLONGAN | KLASIFIKASI | JENIS | KETERANGAN |
---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
1 | Hewan Kingdom: animalia Filum:
Chordata Arthropoda |
a. Mammalia | 1) Artiodactyla: Sapi, Kerbau, Kambing, Rusa, Babi,
Kuda Nil, Unta, Lama, Bison, Bongo, Kijang, Banteng, Anoa, Babi Rusa, Jerapah, dan sejenisnya. |
|
2) Carnivora: Anjing, Kucing, Musang, Luwak, Beruang,
Binturong, Singa, Harimau, Macan, Serigala, dan sejenisnya. |
||||
3) Perissodactyla: Kuda, Zebra, Keledai, Badak, Tapir, dan
sejenisnya. |
||||
4) Rodentia dan Lagomorpha: Tikus, Mencit, Kelinci, Marmut,
dan sejenisnya. |
||||
5) Primates: Kera/Monyet, OrangUtan, Kukang, Bekantan, Lutung,
Lemur, dan sejenisnya. |
||||
6) Chiroptera: Kelelawar, Kalong, dan sejenisnya. | ||||
7) Proboscidae: Gajah | ||||
8) Pholidota: Trenggiling | ||||
9) Scandentia : Tupai | ||||
10) Mamalia darat lainnya. | ||||
b. Aves | 1) Ayam: Ras (Broiler, Layer), Kampung, Hutan, Bangkok, Serama,
Bekisar, dan sejenisnya |
-˙ Bibit (GGPS/GPS/PS: DOC, Pullet), dan | ||
-˙ Non Bibit (FS: DOC, ayam dewasa) | ||||
2) Burung: Puyuh, Merpati, Kakatua, Murai, dan sejenisnya | -˙ Bibit (GGPS/GPS/PS: DOQ, Pullet), dan | |||
-˙ Non Bibit (FS: DOQ, burung dewasa) | ||||
3) Unggas air : Itik/Bebek, Angsa, Entok, dan sejenisnya | -˙ Bibit (GGPS/GPS/PS: | |||
DOD, Pullet), dan | ||||
-˙Non Bibit (FS: DOD, unggas air dewasa) | ||||
c. Reptilia | Komodo, Biawak, Kadal, Ular, Iguana, Tokek, dan sejenisnya | |||
2 | Bahan Asal Hewan (BAH) | a. Daging | Daging ruminansia besar (sapi, kerbau), daging ruminansia kecil
(kambing, domba), daging unggas (ayam, kalkun, itik/bebek, angsa, merpati, belibis, dan lain-lain), daging babi, daging kuda, daging kelinci, lidah, pangkal lidah, bibir, buntut, dan lain-lain. |
a.˙Daging tanpa tulang (bone less) |
b.˙Daging bertulang (bone in) | ||||
b. Jeroan | Hati, paru, ginjal, limpa, jantung, usus, dan lain-lain. | |||
c. Susu segar | Susu sapi, kerbau, kuda, kambing/domba, dan lain-lain. | |||
d. Kulit mentah dan
setengah jadi |
1) Kulit hewan besar: sapi, kerbau, dan lain-lain. | Kulit mentah awet bentang kering,
kulit mentah awet garaman basah/kering (wet/dry salted), dan kulit mentah | ||
2) Kulit hewan kecil: domba, kambing, babi, dan lain-lain. | ||||
3) Kulit satwa/reptil besar: buaya, dan lain-lain. | ||||
4) Kulit satwa/reptil kecil: kadal, tokek, ular, biawak, dan lain-lain. | ||||
e. BAH lainnya | Sarang burung wallet, layang-layang: Sarang burung putih (Collocalia
fuciphagus), Sarang burung hitam (Collo- calia maxima), Sarang burung rumput (collocalia esculenta), dan lain-lain. |
|||
3 | Hasil Bahan | Olahan untuk industri | Berupa tepung daging dan tulang (MBM), tepung unggas (PMM), tepung
darah, tepung daging, tepung bulu, tepung kulit telur, dan lain-lain. |
|
Asal Hewan (HBAH) |
Peraturan Menteri Pertanian No. 44/Permentan/OT.140/3/2014
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina Dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
Pasal 1
1. Ketentuan Lampiran dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina diubah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
2. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan lain dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina dinyatakan masih tetap berlaku.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
LAMPIRAN
TEMPAT-TEMPAT PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA DAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. Bandar Udara
No. | Bandar Udara | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Sultan Iskandar Muda | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Maimun Saleh | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Kuala Namu | Kuala Namu | BKP Kelas II Medan |
4. | Hang Nadim | Batam | BKP Kelas I Batam |
5. | Sultan Syarif Kasim II | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
6. | Raja Haji Fisabilillah | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
7. | Minangkabau | Padang | BKP Kelas I Padang |
8. | Sultan Mahmud Badaruddin II | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
9. | Soekarno Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno Hatta |
10. | Halim Perdanakusuma | Jakarta | BBKP Soekarno Hatta |
11. | Husein Sastranegara | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
12. | Ahmad Yani | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
13. | Adi Sucipto | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
14. | Adi Sumarmo | Surakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
15. | Juanda | Surabaya | BBKP Surabaya |
16. | Abdul Rachman Saleh | Malang | BBKP Surabaya |
17. | Supadio | Kubu Raya | BKP Kelas I Pontianak |
18. | Sepinggan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
19. | Juwata | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
20. | Ngurah Rai | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
21. | Bandara Internasional Lombok | Lombok Tengah | BKP Kelas I Mataram |
22. | Eltari | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
23. | Hassanudin | Makassar | BBKP Makassar |
24. | Sam Ratulangi | Manado | BKP Kelas I Manado |
25. | Pattimura | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
26. | Sentani | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
27. | Mopah | Mopah Merauke | SKP Kelas I Merauke |
28. | Frans Kaisiepo | Biak | SKP Kelas I Biak |
29. | Moses Kilangin | Timika | SKP Kelas I Timika |
B. Pelabuhan Laut/Pelabuhan Sungai
No. | Pelabuhan | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Malahayati | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Krueng Geukuh | Lhokseumawe | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Sabang | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
4. | Kuala Langsa | Kuala Langsa | SKP Kelas I Banda Aceh |
5. | Belawan | Belawan | BBKP Belawan |
6. | Sibolga | Sibolga | BBKP Belawan |
7. | Sekupang | Batam | BKP Kelas I Batam |
8. | Batu Ampar | Batam | BKP Kelas I Batam |
9. | Kabil | Batam | BKP Kelas I Batam |
10. | Harbourbay | Batam | BKP Kelas I Batam |
11. | Waterfront | Batam | BKP Kelas I Batam |
12. | Nongsa | Batam | BKP Kelas I Batam |
13. | Kuala Tanjung | Batubara | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
14. | Teluk Nibung | Tanjung Balai | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
15. | Siak Sri Indrapura | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
16. | Dumai | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
17. | Bengkalis | Bengkalis | BKP Kelas I Pekanbaru |
18. | Tembilahan | Tembilahan | BKP Kelas I Pekanbaru |
19. | Kuala Enok | Riau | BKP Kelas I Pekanbaru |
20. | Sri Bintan Pura | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
21. | Sri Payung Batu Enam | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
22. | Pelantar II | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
23. | Sri Bayintan | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
24. | Bandar Bentan Telani | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
25. | Sri Udana | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
26. | Sri Kuala Tanjung | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
27. | Jatty Baru | Pulau Bulan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
28. | Tanjung Balai Karimun | Tanjung Balai Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
29. | Tanjung Batu | Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
30. | Teluk Bayur | Padang | BKP Kelas I Padang |
31. | Talang Duku | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
32. | Kuala Tungkal | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
33. | Muara Sabak | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
34. | Boom Baru | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
35. | Pulau Baai | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
36. | Pangkal Balam | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
37. | Tanjung Pandan | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
38. | Panjang | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
39. | Ciwandan | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
40. | Merak Mas | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
41. | Cigading | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
42. | Bojanegara | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
43. | Tanjung Priok | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
44. | Cirebon | Cirebon | SKP Kelas I Bandung |
45. | Tanjung Emas | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
46. | Tanjung Intan | Cilacap | SKP Kelas I Cilacap |
47. | Tanjung Perak | Surabaya | BBKP Surabaya |
48. | Gresik | Gresik | BBKP Surabaya |
49. | Tanjung Wangi | Banyuwangi | BBKP Surabaya |
50. | Tanjung Tembaga | Probolinggo | BBKP Surabaya |
51. | Dwikora-Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
52. | Sintete | Sintete (Sambas) | BKP Kelas I Pontianak |
53. | Sampit | Sampit | BKP Kelas II Palangkaraya |
54. | Panglima Utar Kumai | Pangkalanbun | BKP Kelas II Palangkaraya |
55. | Seruyan | Seruyan | BKP Kelas II Palangkaraya |
56. | Trisakti | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
57. | Semayang | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
58. | Kariangau | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
59. | Sangatta | Kutai Timur | SKP Kelas I Samarinda |
60. | Samarinda | Samarinda | SKP Kelas I Samarinda |
61. | Nunukan | Nunukan | BKP Kelas II Tarakan |
62. | Sebatik | Sebatik | BKP Kelas II Tarakan |
63. | Malundung | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
64. | Benoa | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
65. | Lembar | Lembar | BKP Kelas I Mataram |
66. | Badas | Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
67. | Benete | Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
68. | Ipi | Ende | SKP Kelas II Ende |
69. | Tenau | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
70. | Soekarno Hatta | Makassar | BBKP Makassar |
71. | Pare-Pare | Pare-Pare | SKP Kelas I Pare-Pare |
72. | Pantoloan | Palu | BKP Kelas II Palu |
73. | Kendari | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
74. | Baubau | Baubau | BKP Kelas II Kendari |
75. | Gorontalo | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
76. | Bitung | Bitung | BKP Kelas I Manado |
77. | Tahuna | Sangihe | BKP Kelas I Manado |
78. | Melanguane | Talaud | BKP Kelas I Manado |
79. | Ahmad Yani | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
80. | Daruba | Morotai | BKP Kelas II Ternate |
81. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
82. | Biak | Biak | SKP Kelas I Biak |
83. | Fakfak | Fakfak | SKP Kelas I Sorong |
84. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
85. | Manokwari | Manokwari | SKP Kelas II Manokwari |
86. | Amamapare | Timika | SKP Kelas I Timika |
87. | Merauke | Merauke | SKP Kelas I Merauke |
C. Pos Pemeriksaan Lintas Batas
No. | Perbatasan | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | PPLB Entikong | Kab. Sanggau | SKP Kelas I Entikong |
2. | PPLB Nanga Badau | Kab. Kapuas Hulu | SKP Kelas I Entikong |
3. | PPLB Jagoi Babang | Kab. Bengkayang | SKP Kelas I Entikong |
4. | PPLB Senaning | Kab. Sintang | SKP Kelas I Entikong |
5. | PPLB Aruk | Kab. Sambas | SKP Kelas I Entikong |
6. | PPLB Mota?ain | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
7. | PPLB Metameuk | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
8. | PPLB Napan | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
9. | PPLB Wini | Kab. Timor Tengah Utara | BKP Kelas I Kupang |
10. | PPLB Turiskain | Kab. Belu | BKP Kelas I Kupang |
11. | PPLB Oepoli | Kab. Kupang | BKP Kelas I Kupang |
12. | PPLB Skow | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
13. | PPLB Sota | Sota | SKP Kelas I Merauke |
D. Kantor Pos
No. | Kantor Pos | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Banda Aceh | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Tanjung Pinang | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
3. | Pekanbaru | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
4. | Batam | Batam | BKP Kelas I Batam |
5. | Padang | Padang | BKP Kelas I Padang |
6. | Jambi | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
7. | Palembang | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
8. | Bengkulu | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
9. | Bandar Lampung | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
10. | Jakarta | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
11. | Bogor | Bogor | BBKP Tanjung Priok |
12. | Soekarno Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno Hatta |
13. | MPC Bandung | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
14. | Purwokerto | Purwokerto | SKP Kelas I Cilacap |
15. | Semarang | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
16. | Yogyakarta | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
17. | Surabaya | Surabaya | BBKP Surabaya |
18. | Kediri | Kediri | BBKP Surabaya |
19. | Malang | Malang | BBKP Surabaya |
20. | Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
21. | Balikpapan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
22. | Tarakan | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
23. | Denpasar | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
24. | Mataram | Mataram | BKP Kelas I Mataram |
25. | Kupang | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
26. | Makassar | Makassar | BBKP Makassar |
27. | Manado | Manado | BKP Kelas I Manado |
28. | Ambon | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
29. | Ternate | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
30. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
31. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
32. | Timika | Kota Timika | SKP Kelas I Timika |
E. Dry Port
No. | Dry Port | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Gede Bage | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
2. | Cikarang | Cikarang | BBKP Tanjung Priok |
TEMPAT-TEMPAT PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA DAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA DARI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
A. Bandar Udara
No. | Bandar Udara | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Sultan Iskandar Muda | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Maimun Saleh | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Kuala Namu | Kuala Namu | BKP Kelas II Medan |
4. | Hang Nadim | Batam | BKP Kelas I Batam |
5. | Sultan Syarif Kasim II | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
6. | Raja Haji Fisabilillah | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
7. | Minangkabau | Padang | BKP Kelas I Padang |
8. | Sultan Mahmud Badaruddin II | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
9. | Depati Amir | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
10. | HAS Hanadjoedin | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
11. | Sultan Thaha | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
12. | Fatmawati Soekarno | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
13. | Radin Inten II | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
14. | Soekarno Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno Hatta |
15. | Halim Perdanakusuma | Jakarta | BBKP Soekarno Hatta |
16. | Husein Sastranegara | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
17. | Ahmad Yani | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
18. | Adi Sucipto | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
19. | Adi Sumarmo | Surakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
20. | Juanda | Surabaya | BBKP Surabaya |
21. | Abdul Rachman Saleh | Malang | BBKP Surabaya |
22. | Supadio | Kubu Raya | BKP Kelas I Pontianak |
23. | Rahadi Oesman | Ketapang | BKP Kelas I Pontianak |
24. | Sepinggan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
25. | Tjilik Riwut | Palangkaraya | BKP Kelas II Palangkaraya |
26. | Iskandar | Pangkalanbun | BKP Kelas II Palangkaraya |
27. | Juwata | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
28. | Syamsuddin Noor | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
29. | Ngurah Rai | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
30. | Bandara Internasional Lombok | Lombok Tengah | BKP Kelas I Mataram |
31. | Eltari | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
32. | M. Salahuddin | Bima | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
33. | Jalaluddin | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
34. | Mutiara | Palu | BKP Kelas II Palu |
35. | Wolter Monginsidi/ Haluoleo | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
36. | Hassanudin | Makassar | BBKP Makassar |
37. | Sam Ratulangi | Manado | BKP Kelas I Manado |
38. | Pattimura | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
39. | Sultan Baabullah | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
40. | Domine Edward Osok | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
41. | Sentani | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
42. | Frans Kaisiepo | Biak | SKP Kelas I Biak |
43. | Mopah | Mopah Merauke | SKP Kelas I Merauke |
44. | Moses Kilangin | Timika | SKP Kelas I Timika |
B. Pelabuhan Laut/Pelabuhan Sungai
No. | Pelabuhan | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Malahayati / Krueng Raya | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Krueng Geukuh | Lhokseumawe | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Sabang | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
4. | Meulaboh | Meulaboh | SKP Kelas I Banda Aceh |
5. | Kuala Langsa | Kuala Langsa | SKP Kelas I Banda Aceh |
6. | Labuan Haji | Aceh Selatan | SKP Kelas I Banda Aceh |
7. | Belawan | Belawan | BBKP Belawan |
8. | Sibolga | Sibolga | BBKP Belawan |
9. | Gunung Sitoli | Gunung Sitoli | BBKP Belawan |
10. | Sekupang | Batam | BKP Kelas I Batam |
11. | Batu Ampar | Batam | BKP Kelas I Batam |
12. | Kabil | Batam | BKP Kelas I Batam |
13. | Harbourbay | Batam | BKP Kelas I Batam |
14. | Waterfront | Batam | BKP Kelas I Batam |
15. | Nongsa | Batam | BKP Kelas I Batam |
16. | Teluk Nibung | Tanjung Balai | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
17. | Kuala Tanjung | Batubara | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
18. | Tanjung Tiram | Batubara | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
19. | Tanjung Balai Karimun | Tanjung Balai Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
20. | Tanjung Batu | Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
21. | Rumbai | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
22. | Tanjung Buton | Kab. Siak | BKP Kelas I Pekanbaru |
23. | Sungai Pakning | Kab. Bengkalis | BKP Kelas I Pekanbaru |
24. | Dumai | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
25. | Pelintung | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
26. | Lubuk Gaung | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
27. | Petak Panjang | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
28. | Bengkalis | Bengkalis | BKP Kelas I Pekanbaru |
29. | Tembilahan | Tembilahan | BKP Kelas I Pekanbaru |
30. | Selat Panjang | Selat Panjang | BKP Kelas I Pekanbaru |
31. | Sungai Guntung | Sungai Guntung | BKP Kelas I Pekanbaru |
32. | Kuala Enok | Kuala Enok | BKP Kelas I Pekanbaru |
33. | Kuala Gaung | Kuala Gaung | BKP Kelas I Pekanbaru |
34. | Siak Sri Indrapura | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
35. | Sungai Duku | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
36. | Sri Bintan Pura | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
37. | Sri Payung Batu Enam | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
38. | Pelantar II | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
39. | Sri Bayintan | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
40. | Bandar Bentan Telani | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
41. | Sri Udana | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
42. | Sri Kuala Tanjung | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
43. | Jatty Baru | Pulau Bulan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
44. | Teluk Bayur | Padang | BKP Kelas I Padang |
45. | Kuala Tungkal | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
46. | Talang Duku | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
47. | Muara Saba | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
48. | Boom Baru | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
49. | Pulau Baai | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
50. | Pangkal Balam | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
51. | Muntok | Bangka | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
52. | Sungai Selan | Bangka | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
53. | Tanjung Pandan | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
54. | Tanjung Roe Pegantungan | Belitung | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
55. | Manggar | Belitung | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
56. | Panjang | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
57. | Ciwandan | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
58. | Cigading | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
59. | Merak Mas | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
60. | Bojanegara | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
61. | Tanjung Priok | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
62. | Cirebon | Cirebon | SKP Kelas I Bandung |
63. | Tanjung Emas | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
64. | Tanjung Intan | Cilacap | SKP Kelas I Cilacap |
65. | Tanjung Perak | Surabaya | BBKP Surabaya |
66. | Tanjung Wangi | Banyuwangi | BBKP Surabaya |
67. | Gresik | Gresik | BBKP Surabaya |
68. | Tanjung Tembaga | Probolinggo | BBKP Surabaya |
69. | Sintete | Sintete (Sambas) | BKP Kelas I Pontianak |
70. | Dwikora-Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
71. | Suka Bangun | Ketapang | BKP Kelas I Pontianak |
72. | Sampit | Sampit | BKP Kelas II Palangkaraya |
73. | Panglima Utar Kumai | Pangkalanbun | BKP Kelas II Palangkaraya |
74. | Seruyan | Seruyan | BKP Kelas II Palangkaraya |
75. | Trisakti | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
76. | Tarjun | Tanah Bumbu | BKP Kelas I Banjarmasin |
77. | Semayang | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
78. | Kariangau | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
79. | Sangatta | Kutai Timur | SKP Kelas I Samarinda |
80. | Samarinda | Samarinda | SKP Kelas I Samarinda |
81. | Bontang | Bontang | SKP Kelas I Samarinda |
82. | Malundung | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
83. | Nunukan | Nunukan | BKP Kelas II Tarakan |
84. | Sebatik | Sebatik | BKP Kelas II Tarakan |
85. | Benoa | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
86. | Celukan Bawang | Buleleng | BKP Kelas I Denpasar |
87. | Lembar | Lembar | BKP Kelas I Mataram |
88. | Benete | Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
89. | Badas | Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
90. | Bima | Bima | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
91. | Reo | Manggarai | SKP Kelas II Ende |
92. | Ipi | Ende | SKP Kelas II Ende |
93. | Maropokot | Maropokot | SKP Kelas II Ende |
94. | Maumere | Maumere | SKP Kelas II Ende |
95. | Larantuka | Larantuka | SKP Kelas II Ende |
96. | Maumbawa | Maumbawa | SKP Kelas II Ende |
97. | Aimere | Aimere | SKP Kelas II Ende |
98. | Lembata | Lembata | SKP Kelas II Ende |
99. | Kalabahi | Alor | BKP Kelas I Kupang |
100. | Tenau | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
101. | Soekarno Hatta | Makassar | BBKP Makassar |
102. | Paotere | Makassar | BBKP Makassar |
103. | Selayar | Selayar | BBKP Makassar |
104. | Bulukumba | Bulukumba | BBKP Makassar |
105. | Jeneponto | Jeneponto | BBKP Makassar |
106. | Pomalaa | Pomalaa | SKP Kelas I Pare-Pare |
107. | Balantan | Malili, Kab. Luwu Utara | SKP Kelas I Pare-Pare |
108. | Nusantara Pare-Pare | Pare-Pare | SKP Kelas I Pare-Pare |
109. | Mamuju | Mamuju | SKP Kelas II Mamuju |
110. | Baubau | Baubau | BKP Kelas II Kendari |
111. | Kendari | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
112. | Kolaka | Kolaka | BKP Kelas II Kendari |
113. | Pantoloan | Palu | BKP Kelas II Palu |
114. | Donggala | Donggala | BKP Kelas II Palu |
115. | Bitung | Bitung | BKP Kelas I Manado |
116. | Tahuna | Sangihe | BKP Kelas I Manado |
117. | Melanguane | Talaud | BKP Kelas I Manado |
118. | Lirang | Talaud | BKP Kelas I Manado |
119. | Amurang | Minahasa Selatan | BKP Kelas I Manado |
120. | Kwandang | Kwandang | BKP Kelas II Gorontalo |
121. | Anggrek | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
122. | Gorontalo | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
123. | Ahmad Yani | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
124. | Daruba | Morotai | BKP Kelas II Ternate |
125. | Tobelo | Tobelo | BKP Kelas II Ternate |
126. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
127. | Biak | Biak | SKP Kelas I Biak |
128. | Serui | Serui | SKP Kelas I Biak |
129. | Fakfak | Fakfak | SKP Kelas I Sorong |
130. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
131. | Manokwari | Manokwari | SKP Kelas II Manokwari |
132. | Amamapare | Timika | SKP Kelas I Timika |
133. | Merauke | Merauke | SKP Kelas I Merauke |
134. | Asikie | Boven Digul | SKP Kelas I Merauke |
C. Pos Pemeriksaan Lintas Batas
No. | Perbatasan | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | PPLB Entikong | Kab. Sanggau | SKP Kelas I Entikong |
2. | PPLB Nanga Badau | Kab. Kapuas Hulu | SKP Kelas I Entikong |
3. | PPLB Jagoi Babang | Kab. Bengkayang | SKP Kelas I Entikong |
4. | PPLB Senaning | Kab. Sintang | SKP Kelas I Entikong |
5. | PPLB Aruk | Kab. Sambas | SKP Kelas I Entikong |
6. | PPLB Mota?ain | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
7. | PPLB Metameuk | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
8. | PPLB Napan | Atambua | BKP Kelas I Kupang |
9. | PPLB Wini | Kab. Timor Tengah Utara | BKP Kelas I Kupang |
10. | PPLB Turiskain | Kab. Belu | BKP Kelas I Kupang |
11. | PPLB Oepoli | Kab. Kupang | BKP Kelas I Kupang |
12. | PPLB Skow | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
13. | PPLB Sota | Sota | SKP Kelas I Merauke |
D. Kantor Pos
No. | Kantor Pos | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Banda Aceh | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Medan | Medan | BKP Kelas II Medan |
3. | Pematang Siantar | Pematang Siantar | BKP Kelas II Medan |
4. | Tanjung Pinang | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
5. | Pekanbaru | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
6. | Batam | Batam | BKP Kelas I Batam |
7. | Padang | Padang | BKP Kelas I Padang |
8. | Jambi | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
9. | Palembang | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
10. | Bengkulu | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
11. | Bandar Lampung | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
12. | Jakarta | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
13. | Bogor | Bogor | BBKP Tanjung Priok |
14. | Soekarno Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno Hatta |
15. | MPC Bandung | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
16. | Purwokerto | Purwokerto | SKP Kelas I Cilacap |
17. | Semarang | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
18. | Yogyakarta | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
19. | Surabaya | Surabaya | BBKP Surabaya |
20. | Kediri | Kediri | BBKP Surabaya |
21. | Malang | Malang | BBKP Surabaya |
22. | Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
23. | Balikpapan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
24. | Tarakan | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
25. | Denpasar | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
26. | Mataram | Mataram | BKP Kelas I Mataram |
27. | Kupang | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
28. | Makassar | Makassar | BBKP Makassar |
29. | Manado | Manado | BKP Kelas I Manado |
30. | Ambon | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
31. | Ternate | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
32. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
33. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
34. | Timika | Kota Timika | SKP Kelas I Timika |
E. Dry Port
No. | Dry Port | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Gede Bage | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
2. | Cikarang | Cikarang | BBKP Tanjung Priok |
TEMPAT-TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA DAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA DI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA (ANTAR AREA)
A. Bandara Udara
No. | Bandar Udara | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Sultan Iskandar Muda | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Cut Nyak Dien | Meulaboh | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Malukul Saleh | Lhok Seumawe | SKP Kelas I Banda Aceh |
4. | Maimun Saleh | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
5. | Lasikin | Sinabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
6. | Kuala Namu | Kuala Namu | BKP Kelas II Medan |
7. | Aek Godang | Padang Sidempuan | BBKP Belawan |
8. | Hang Nadim | Batam | BKP Kelas I Batam |
9. | Sultan Syarif Kasim II | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
10. | Pinang Kampai | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
11. | Tempuling | Tembilahan | BKP Kelas I Pekanbaru |
12. | Japura | Rengat | BKP Kelas I Pekanbaru |
13. | Raja Haji Fisabilillah | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
14. | Sei Bati | Tanjung Balai Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
15. | Minangkabau | Padang | BKP Kelas I Padang |
16. | Sultan Thaha | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
17. | Fatmawati Soekarno | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
18. | Sultan Mahmud Badaruddin II | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
19. | Silampari | Kota Lubuk Linggau | BKP Kelas I Palembang |
20. | Depati Amir | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
21. | HAS Hanandjoeddin | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
22. | Radin Inten II | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
23. | Soekarno-Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno-Hatta |
24. | Halim Perdanakusuma | Jakarta | BBKP Soekarno-Hatta |
25. | Husein Sastranegara | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
26. | Ahmad Yani | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
27. | Tunggul Wulung | Cilacap | SKP Kelas I Cilacap |
28. | Adi Sucipto | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
29. | Adi Sumarmo | Surakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
30. | Juanda | Surabaya | BBKP Surabaya |
31. | Abdul Rachman Saleh | Malang | BBKP Surabaya |
32. | Supadio | Kubu Raya | BKP Kelas I Pontianak |
33. | Rahadi Oesman | Ketapang | BKP Kelas I Pontianak |
34. | Susilo | Kab. Sintang | SKP Kelas I Entikong |
35. | Syamsudin Noor | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
36. | Stagen | Kota Baru | BKP Kelas I Banjarmasin |
37. | Sepinggan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
38. | Temindung | Samarinda | SKP Kelas I Samarinda |
39. | Tjilik Riwut | Palangkaraya | BKP Kelas II Palangkaraya |
40. | H. Hasan | Sampit | BKP Kelas II Palangkaraya |
41. | Iskandar | Pangkalanbun | BKP Kelas II Palangkaraya |
42. | Juwata | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
43. | Kalimarau | Berau | BKP Kelas II Tarakan |
44. | Ngurah Rai | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
45. | Bandara Internasional Lombok | Lombok Tengah | BKP Kelas I Mataram |
46. | M. Salahudin | Bima | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
47. | Brang Biji | Sumbawa Barat | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
48. | Eltari | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
49. | Kalabahi | Alor | BKP Kelas I Kupang |
50. | Tambolaka | Sumba Barat | BKP Kelas I Kupang |
51. | Mau Hau | Waingapu | BKP Kelas I Kupang |
52. | Haliwen | Kab. Belu | BKP Kelas I Kupang |
53. | Likunik | Kab. Rote | BKP Kelas I Kupang |
54. | Terdamu | Kab. Sabu | BKP Kelas I Kupang |
55. | Hasan Arubusman | Ende | SKP Kelas II Ende |
56. | Satar Tacik | Ruteng | SKP Kelas II Ende |
57. | Hassanudin | Makassar | BBKP Makassar |
58. | Pongtiku | Tanah Toraja | SKP Kelas I Pare-Pare |
59. | Andi Jemma | Masamba | SKP Kelas I Pare-Pare |
60. | Soroako | Malili | SKP Kelas I Pare-Pare |
61. | Tampapadang | Mamuju | SKP Kelas II Mamuju |
62. | Mutiara | Palu | BKP Kelas II Palu |
63. | Kasiguncu | Poso | BKP Kelas II Palu |
64. | Lalos | Toli-Toli | BKP Kelas II Palu |
65. | Bubung | Luwuk | BKP Kelas II Palu |
66. | Betoambari | Baubau | BKP Kelas II Kendari |
67. | Wolter Monginsidi/ Haluoleo | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
68. | Sangia Ni Bandera | Kolaka | BKP Kelas II Kendari |
69. | Jalaludin | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
70. | Sam Ratulangi | Manado | BKP Kelas I Manado |
71. | Naha | Tahuna | BKP Kelas I Manado |
72. | Pattimura | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
73. | Sultan Babullah | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
74. | Emalamo | Sanana | BKP Kelas II Ternate |
75. | Morotai | Morotai | BKP Kelas II Ternate |
76. | Usman Sadik | Bacan | BKP Kelas II Ternate |
77. | Sentani | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
78. | Wamena | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
79. | Frans Kaisiepo | Biak | SKP Kelas I Biak |
80. | Soedjarwo Condronegoro Serui | Serui | SKP Kelas I Biak |
81. | Nabire | Nabire | SKP Kelas I Biak |
82. | Domine Edward Osok | Kota Sorong | SKP Kelas I Sorong |
83. | Torea | Kab Fak-fak | SKP Kelas I Sorong |
84. | Utarum | Kab. Kaimana | SKP Kelas I Sorong |
85. | Teminabuan | Kab. Sorong Selatan | SKP Kelas I Sorong |
86. | Rendani | Manokwari | SKP Kelas II Manokwari |
87. | Serui | Serui | SKP Kelas I Biak |
88. | Moses Kilangin | Timika | SKP Kelas I Timika |
89. | Mopah | Mopah Merauke | SKP Kelas I Merauke |
B. Pelabuhan Laut, Pelabuhan Sungai dan Pelabuhan Penyeberangan
No | Pelabuhan | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Malahayati/Krueng Raya | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Labuhan Haji | Aceh Selatan | SKP Kelas I Banda Aceh |
3. | Krueng Geukuh | Lhokseumawe | SKP Kelas I Banda Aceh |
4. | Sabang | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
5. | Balohan | Sabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
6. | Meulaboh | Meulaboh | SKP Kelas I Banda Aceh |
7. | Sinabang | Sinabang | SKP Kelas I Banda Aceh |
8. | Kuala Langsa | Kuala Langsa | SKP Kelas I Banda Aceh |
9. | Ulee Lheue | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
10. | Pangkalan Susu | Medan | BKP Kelas II Medan |
11. | Belawan | Belawan | BBKP Belawan |
12. | Sibolga | Sibolga | BBKP Belawan |
13. | Gunung Sitoli | Gunung Sitoli | BBKP Belawan |
14. | Sekupang | Batam | BKP Kelas I Batam |
15. | Batam Center | Batam | BKP Kelas I Batam |
16. | Batu Ampar | Batam | BKP Kelas I Batam |
17. | Kabil | Batam | BKP Kelas I Batam |
18. | Telaga Pungkur | Batam | BKP Kelas I Batam |
19. | Teluk Nibung | Tanjung Balai | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
20. | Labuhan Bilik | Labuhan Batu | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
21. | Bagan Asahan | Asahan | SKP Kelas I Tanjung Balai Asahan |
22 | Kuala Tanjung | Batubara | SKP Kelas I Tanjung Asahan |
23. | Tanjung Tiram | Batubara | SKP Kelas I Tanjung Asahan |
24. | Tanjung Leidong | Labuhan Batu Utara | SKP Kelas I Tanjung Asahan |
25. | Tanjung Sarang Elang | Labuhan Batu | SKP Kelas I Tanjung Asahan |
26. | Siak Sri Indrapura | Kab. Siak | BKP Kelas I Pekanbaru |
27. | Sungai Duku | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
28. | Rumbai | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
29. | Tanjung Buton | Kab. Siak | BKP Kelas I Pekanbaru |
30. | Sungai Pakning | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
31. | Dumai | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
32. | Pelintung | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
33. | Lubuk Gaung | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
34. | Petak Panjang | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
35. | Selat Baru | Bengkalis | BKP Kelas I Pekanbaru |
36. | Tembilahan | Tembilahan | BKP Kelas I Pekanbaru |
37. | Selat Panjang | Selat Panjang | BKP Kelas I Pekanbaru |
38. | Sungai Guntung | Sungai Guntung | BKP Kelas I Pekanbaru |
39. | Kuala Enok | Kuala Enok | BKP Kelas I Pekanbaru |
40. | Kuala Gaung | Kuala Gaung | BKP Kelas I Pekanbaru |
41. | Pulau Kijang | Pulau Kijang | BKP Kelas I Pekanbaru |
42. | Teluk Pinang | Teluk Pinang | BKP Kelas I Pekanbaru |
43. | Bagan Siapi-api | Bagan Siapi-api | BKP Kelas I Pekanbaru |
44. | Sri Bintan Pura | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
45. | Sri Payung Batu Enam | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
46. | Pelantar II | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
47. | Sri Bayintan | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
48. | Bandar Bentan Telani | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
49. | Sri Udana | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
50. | ASDP Tanjung Uban | Kab.Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
51. | Sri Kuala Tanjung | Kab. Bintan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
52. | Jatty Baru | Pulau Bulan | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
53. | Parit Rampak | Pulau Karimun (Kab. Karimun) | SKP Kelas II Tanjung Karimun |
54. | Tanjung Balai Karimun | Tanjung Balai Karimun | SKP Kelas II Tanjung Karimun |
55. | Tanjung Batu | Pulau Kundur (Kab. Karimun) | SKP Kelas II Tanjung Karimun |
56. | Moro | P.Sugi, Kab. Karimun | SKP Kelas II Tanjung Karimun |
57. | Teluk Bayur | Padang | BKP Kelas I Padang |
58. | Sungai Muara | Padang | BKP Kelas I Padang |
59. | Bungus | Padang | BKP Kelas I Padang |
60. | Sikakap | Mentawai | BKP Kelas I Padang |
61. | Siberut | Mentawai | BKP Kelas I Padang |
62. | Tua Pejat | Mentawai | BKP Kelas I Padang |
63. | Kuala Tungkal | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
64. | Talang Duku | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
65. | Muara Sabak | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
66. | Pulau Baai | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
67. | Boom Baru | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
68. | Tanjung Api-Api | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
69. | Pangkal Balam | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
70. | Muntok | Bangka | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
71. | Sungai Selan | Bangka | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
72. | Tanjung Pandan | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
73. | Tanjung Roe Pegantungan | Belitung | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
74. | Manggar | Belitung | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
75. | Panjang | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
76. | Bakauheni | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
77. | Ciwandan | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
78. | Bojanegara | BNR Serang | BKP Kelas II Cilegon |
79. | Cigading | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
80. | Merak | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
81. | Merak Mas | Banten | BKP Kelas II Cilegon |
82. | Labuhan | Pandeglang | BKP Kelas II Cilegon |
83. | Karangantu | Serang | BKP Kelas II Cilegon |
84. | Tanjung Priok | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
85. | Sunda Kelapa | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
86. | Cirebon | Cirebon | SKP Kelas I Bandung |
87. | Tanjung Emas | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
88. | Juwana | Pati | BKP Kelas I Semarang |
89. | Tegal | Tegal | BKP Kelas I Semarang |
90. | Tanjung Intan | Cilacap | SKP Kelas I Cilacap |
91. | Tanjung Perak | Surabaya | BBKP Surabaya |
92. | Tanjung Wangi | Banyuwangi | BBKP Surabaya |
93. | Kalbut | Situbondo | BBKP Surabaya |
94. | Jangkar | Situbondo | BBKP Surabaya |
95. | Sangkapura | Bawean | BBKP Surabaya |
96. | Ketapang | Banyuwangi | BBKP Surabaya |
97. | Gresik | Gresik | BBKP Surabaya |
98. | Sedayu Lawas | Lamongan | BBKP Surabaya |
99. | Kalibuntu | Probolinggo | BBKP Surabaya |
100. | Paciran | Lamongan | BBKP Surabaya |
101. | Tanjung Tembaga | Probolinggo | BBKP Surabaya |
102. | Kamal | Bangkalan | SKP Kelas II Bangkalan |
103. | Telaga Biru | Bangkalan | SKP Kelas II Bangkalan |
104. | Beranta | Pamekasan | SKP Kelas II Bangkalan |
105. | Nepa | Sampang | SKP Kelas II Bangkalan |
106. | Kalianget | Sumenep | SKP Kelas II Bangkalan |
107. | Sapudi | Sumenep | SKP Kelas II Bangkalan |
108. | Jembatan Penyeberangan Suramadu | Penghubung Antara Pulau Madura dengan Surabaya | SKP Kelas II Bangkalan |
109. | Kangean | Sumenep | SKP Kelas II Bangkalan |
110. | Dwikora-Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
111. | Pemangkat | Pemangkat | BKP Kelas I Pontianak |
112. | Sintete | Sintete | BKP Kelas I Pontianak |
113. | Suka Bangun | Ketapang | BKP Kelas I Pontianak |
114. | Trisakti | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
115. | Batulicin | Tanah Bumbu | BKP Kelas I Banjarmasin |
116. | Kotabaru | Kota Baru | BKP Kelas I Banjarmasin |
117. | Pagatan | Tanah Bumbu | BKP Kelas I Banjarmasin |
118. | Asam-asam | Tanah Bumbu | BKP Kelas I Banjarmasin |
119. | Tarjun | Tanah Bumbu | BKP Kelas I Banjarmasin |
120. | Panglima Utar Kumai | Pangkalanbun | BKP Kelas II Palangkaraya |
121. | Sampit | Sampit | BKP Kelas II Palangkaraya |
122. | Samuda | Samuda | BKP Kelas II Palangkaraya |
123. | Seruyan | Seruyan | BKP Kelas II Palangkaraya |
124. | Semayang | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
125. | Kampung Baru | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
126. | Pondong | Kab. Paser | BKP Kelas I Balikpapan |
127. | Kariangau | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
128. | Sangatta | Kutai Timur | SKP Kelas I Samarinda |
129. | Samarinda | Samarinda | SKP Kelas I Samarinda |
130. | Bontang | Bontang | SKP Kelas I Samarinda |
131. | Malundung | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
132. | Nunukan | Nunukan | BKP Kelas II Tarakan |
133. | Tanjung Redeb | Berau | BKP Kelas II Tarakan |
134. | Tanjung Selor | Tanjung Selor/ Bulungan | BKP Kelas II Tarakan |
135. | Sebatik | Sebatik | BKP Kelas II Tarakan |
136. | Benoa | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
137. | Gilimanuk | Gilimanuk | BKP Kelas I Denpasar |
138. | Padang Bai | Padang Bai | BKP Kelas I Denpasar |
139. | Celukan Bawang | Buleleng | BKP Kelas I Denpasar |
140. | Sangsit | Singaraja | BKP Kelas I Denpasar |
141. | Lembar | Lembar | BKP Kelas I Mataram |
142. | Labuhan Lombok | Labuhan Lombok | BKP Kelas I Mataram |
143. | Labuhan Haji | Labuhan Haji | BKP Kelas I Mataram |
144. | Pamenang | Lombok Barat | BKP Kelas I Mataram |
145. | Tanjung Luar | Lombok Timur | BKP Kelas I Mataram |
146 | Benete | Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
147. | Badas | Labuhan Sumbawa | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
148. | Bima | Bima | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
149. | Kempo | Sorodompu | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
150. | Sape | Bima | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
151. | Pototano | Sumbawa Barat | SKP Kelas I Sumbawa Besar |
152. | Larantuka | Flores Timur | SKP Kelas II Ende |
153. | Ipi | Ende | SKP Kelas II Ende |
154. | Maumbawa | Maumbawa | SKP Kelas II Ende |
155. | Lembata | Lembata | SKP Kelas II Ende |
156. | Reo | Ruteng | SKP Kelas II Ende |
157. | Labuhan Bajo | Manggarai Barat | SKP Kelas II Ende |
158. | Aimere | Aimere | SKP Kelas II Ende |
159. | Maropokot | Maropokot/ Nagekeo | SKP Kelas II Ende |
160. | Maumere | Maumere | SKP Kelas II Ende |
161. | Nangakeo | Kab. Ende | SKP Kelas II Ende |
162. | Wuring | Kab. Sikka | SKP Kelas II Ende |
163. | Waibalun | Kab. Flores Timur | SKP Kelas II Ende |
164. | Gewayantana | Kab. Flores Timur | SKP Kelas II Ende |
165. | Kali Gongger | Kab. Manggarai | SKP Kelas II Ende |
166. | Waikelo | Sumba Barat | BKP Kelas I Kupang |
167. | Kalabahi | Alor | BKP Kelas I Kupang |
168. | Bolok | Bolok | BKP Kelas I Kupang |
169. | Pantar | Alor | BKP Kelas I Kupang |
170. | Baa | Rote | BKP Kelas I Kupang |
171. | Wini | Kab.Timor Tengah Utara | BKP Kelas I Kupang |
172. | Tenau | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
173. | Atapupu | Belu | BKP Kelas I Kupang |
174. | Waingapu | Sumba Timur | BKP Kelas I Kupang |
175. | Seba | Sabu | BKP Kelas I Kupang |
176. | Pantai Baru | Kab. Rote | BKP Kelas I Kupang |
177. | Soekarno-Hatta | Makassar | BBKP Makassar |
178. | Paotere | Makassar | BBKP Makassar |
179. | Bajoe | Bone | BBKP Makassar |
180. | Sinjai | Sinjai | BBKP Makassar |
181. | Bulukumba | Bulukumba | BBKP Makassar |
182. | Selayar | Selayar | BBKP Makassar |
183. | Polewali Mandar | Polewali Mandar | SKP Kelas II Mamuju |
184. | Majene | Majene | SKP Kelas II Mamuju |
185. | Mamuju | Mamuju | SKP Kelas II Mamuju |
186. | Passangkayu | Passangkayu | SKP Kelas II Mamuju |
187. | Belang-Belang | Belang-Belang | SKP Kelas II Mamuju |
188 | Palipi | Palipi | SKP Kelas II Mamuju |
189. | Awerrange | Kab. Barru | SKP Kelas I Pare-Pare |
190. | Nusantara Pare-Pare | Pare-Pare | SKP Kelas I Pare-Pare |
191. | Cappa Ujung | Pare-Pare | SKP Kelas I Pare-Pare |
192. | Garongkong | Barru | SKP Kelas I Pare-Pare |
193. | Siwa | Wajo | SKP Kelas I Pare-Pare |
194. | Balantan /Malili | Luwu Timur | SKP Kelas I Pare-Pare |
195. | Palopo | Palopo | SKP Kelas I Pare-Pare |
196. | Baubau | Baubau | BKP Kelas II Kendari |
197. | Kendari | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
198. | Tobaku | Kolaka Utara | BKP Kelas II Kendari |
199. | Raha | Muna | BKP Kelas II Kendari |
200. | Wanci | Wakatobi | BKP Kelas II Kendari |
201. | Pelabuhan Kabaena | Bombana | BKP Kelas II Kendari |
202. | Kolaka | Kolaka | BKP Kelas II Kendari |
203. | Pantoloan | Pantoloan | BKP Kelas II Palu |
204. | Tolitoli | Tolitoli | BKP Kelas II Palu |
205. | Donggala | Donggala | BKP Kelas II Palu |
206. | Luwuk Banggai | Luwuk Banggai | BKP Kelas II Palu |
207. | Loli | Loli | BKP Kelas II Palu |
208. | Taipa | Taipa | BKP Kelas II Palu |
209. | Luwuk | Luwuk | BKP Kelas II Palu |
210. | Salakan | Salakan | BKP Kelas II Palu |
211. | Pagimana | Pagimana | BKP Kelas II Palu |
212. | Bitung | Bitung | BKP Kelas I Manado |
213. | Manado | Manado | BKP Kelas I Manado |
214. | Tahuna | Sangihe | BKP Kelas I Manado |
215. | Labuhan Uki | Bolaang Mongondow | BKP Kelas I Manado |
216. | Melanguane | Talaud | BKP Kelas I Manado |
217. | Lirang | Talaud | BKP Kelas I Manado |
218. | Amurang | Minahasa Selatan | BKP Kelas I Manado |
219. | Gorontalo | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
220. | Boalemo | Gorotalo | BKP Kelas II Gorontalo |
221. | Kwandang | Kwandang | BKP Kelas II Gorontalo |
222. | Anggrek | Kwandang | BKP Kelas II Gorontalo |
223. | Yos Sudarso | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
224. | Kobi Sadar | Maluku Tengah/ Pulau Seram | SKP Kelas I Ambon |
225. | Namlea | Pulau Buru | SKP Kelas I Ambon |
226. | Tual | Maluku Tenggara | SKP Kelas I Ambon |
227. | Ternate | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
228. | Ahmad Yani | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
229. | Tobelo | Tobelo | BKP Kelas II Ternate |
230. | Sanana | Sanana | BKP Kelas II Ternate |
231. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
232. | Biak | Biak | SKP Kelas I Biak |
233. | Serui | Serui | SKP Kelas I Biak |
234. | Supiori | Supiori | SKP Kelas I Biak |
235. | Waren | Waropen | SKP Kelas I Biak |
236. | Samabusa Nabire | Nabire | SKP Kelas I Biak |
237. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
238. | Fakfak | Kab. Fakfak | SKP Kelas I Sorong |
239. | Kaimana | Kab. Kaimana | SKP Kelas I Sorong |
240. | Manokwari | Manokwari | SKP Kelas II Manokwari |
241. | Bintuni | Teluk Bintuni | SKP Kelas II Manokwari |
242. | Wasior | Teluk Wondama | SKP Kelas II Manokwari |
243. | Amamapare | Timika | SKP Kelas II Timika |
244. | Poumako | Timika | SKP Kelas I Timika |
245. | Asmat | Asmat | SKP Kelas I Timika |
246. | Merauke | Merauke | SKP Kelas I Merauke |
247. | Asikie | Boven Digul | SKP Kelas I Merauke |
248. | Bade | Mappi | SKP Kelas I Merauke |
C. Kantor Pos
No. | Kantor Pos | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Banda Aceh | Banda Aceh | SKP Kelas I Banda Aceh |
2. | Medan | Medan | BKP Kelas II Medan |
3. | Pematang Siantar | Pematang Siantar | BKP Kelas II Medan |
4. | Batam | Batam | BKP Kelas I Batam |
5. | Tanjung Pinang | Tanjung Pinang | BKP Kelas II Tanjung Pinang |
6. | Tanjung Balai Karimun | Tanjung Balai Karimun | SKP Kelas II Tanjung Balai Karimun |
7. | Pekanbaru | Pekanbaru | BKP Kelas I Pekanbaru |
8. | Bagan Siapiapi | Bagan Siapiapi | BKP Kelas I Pekanbaru |
9. | Bengkalis | Bengkalis | BKP Kelas I Pekanbaru |
10. | Dumai | Dumai | BKP Kelas I Pekanbaru |
11. | Meranti | Meranti | BKP Kelas I Pekanbaru |
12. | Padang | Padang | BKP Kelas I Padang |
13. | Bengkulu | Bengkulu | SKP Kelas I Bengkulu |
14. | Jambi | Jambi | BKP Kelas I Jambi |
15. | Palembang | Palembang | BKP Kelas I Palembang |
16. | Pangkal Pinang | Pangkal Pinang | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
17. | Tanjung Pandan | Tanjung Pandan | BKP Kelas II Pangkal Pinang |
18. | Bandar Lampung | Bandar Lampung | BKP Kelas I Bandar Lampung |
19. | Jakarta | Jakarta | BBKP Tanjung Priok |
20. | Bogor | Bogor | BBKP Tanjung Priok |
21. | Soekarno-Hatta | Tangerang | BBKP Soekarno-Hatta |
22. | MPC Bandung | Bandung | SKP Kelas I Bandung |
23. | Purwokerto | Purwokerto | SKP Kelas I Cilacap |
25. | Semarang | Semarang | BKP Kelas I Semarang |
26. | Yogyakarta | Yogyakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
27. | Surakarta | Surakarta | BKP Kelas II Yogyakarta |
28. | Pontianak | Pontianak | BKP Kelas I Pontianak |
29. | Balikpapan | Balikpapan | BKP Kelas I Balikpapan |
30. | Banjarmasin | Banjarmasin | BKP Kelas I Banjarmasin |
31. | Palangkaraya | Palangkaraya | BKP Kelas II Palangkaraya |
32. | Samarinda | Samarinda | SKP Kelas I Samarinda |
33. | Tarakan | Tarakan | BKP Kelas II Tarakan |
34. | Surabaya | Surabaya | BBKP Surabaya |
35. | Kediri | Kediri | BBKP Surabaya |
36. | Malang | Malang | BBKP Surabaya |
37. | Denpasar | Denpasar | BKP Kelas I Denpasar |
38. | Mataram | Mataram | BKP Kelas I Mataram |
39. | Kupang | Kupang | BKP Kelas I Kupang |
40. | Makassar | Makassar | BBKP Makassar |
41. | Mamuju | Mamuju | SKP Kelas II Mamuju |
42. | Kendari | Kendari | BKP Kelas II Kendari |
43. | Palu | Palu | BKP Kelas II Palu |
44. | Manado | Manado | BKP Kelas I Manado |
45. | Gorontalo | Gorontalo | BKP Kelas II Gorontalo |
46. | Ambon | Ambon | SKP Kelas I Ambon |
47. | Ternate | Ternate | BKP Kelas II Ternate |
48. | Jayapura | Jayapura | BKP Kelas I Jayapura |
49. | Biak | Biak | SKP Kelas I Biak |
50. | Serui | Serui | SKP Kelas I Biak |
51. | Nabire | Nabire | SKP Kelas I Biak |
52. | Sorong | Sorong | SKP Kelas I Sorong |
53. | Fakfak | Fakfak | SKP Kelas I Sorong |
54. | Manokwari | Manokwari | SKP Kelas II Manokwari |
55. | Timika | Timika | SKP Kelas I Timika |
56. | Merauke | Merauke | SKP Kelas I Merauke |
D. Dry Port
No. | Dry Port | Lokasi | UPT |
---|---|---|---|
1. | Gede Bage | Bandung | SKP Kelas I Bandung |